Musim panas sudah di mulai, dua wanita muda, Chai Tea dan Cherry memutuskan untuk pergi berlibur ke pulau, menikmati pantai yang indah.
namun bukannya mendapat liburan yang menyenangkan, keduanya malah dihujani banyak masalah yang membuat mereka berdua terjebak di pulau itu dengan cinta penuh misteri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceyra Azaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
[Memotret Dirimu Secara Diam-diam]
Kemudian, Chai Tea menaruh kameranya di atas kursi kayu sambil berfokus memaksimalkan kamera untuk memotret seekor anak penyu yang merangkak ke pesisir pantai. Di saat sedang serius tiba-tiba terdengar suara panggilan dari belakang.
Dirasa asing dengan suaranya Chai Tea pun menoleh. Ternyata ada tiga gadis remaja yang seumuran dengan navy.
"Maaf mengganggu, kak! Kami perhatikan sepertinya kakak ini fotografer, apakah benar?" Tanya seorang gadis.
"Aku bukan fotografer, memangnya mengapa kalian bertanya?" Sahut Chai Tea.
"Begitu, ya? Sebenarnya kami ingin menyewa kakak dengan akan menawarkan sejumlah uang untuk setiap satu foto yang paling bagus."
Mendengar uang yang lumayan untuk menambah jajan, Chai Tea tersenyum lebar dari dalam hatinya, bagai mendapatkan peti harta karun ia bisa mendapatkan uang semudah ini. Tanpa pikir panjang Chai Tea pun setuju tanpa tahu tugas apa yang harus ia lakukan.
"Bisa saja! Jadi apa yang dapat aku lakukan untuk kalian?" Chai Tea mulai menyiapkan lensa kamera seolah dirinya seorang profesional.
"Bisakah kakak memotret seorang pria secara diam-diam? Dia pujaan hati kami, jadi tolong foto dengan sempurna!" Jawab seorang gadis yang lain.
"Setelah merayakan pesta pembukaan musim panas, kami semua harus segera pulang untuk melanjutkan studi tambahan di luar kota."
"Benar, karena itulah kami hanya tak ingin rasa rindu ini mengganggu fokus pada studi." Ucap Gadis terakhir.
"Aku bisa saja melakukannya, tapi aku takut terkena pidana pasal memotret orang tanpa izin."
"Larangan keras itu sudah terpampang jelas untuk paparazi." Jawab Chai Tea, buncah.
"Tenang saja jangan takut! Kami akan melindungi kakak karena orang tua kami merupakan orang kaya berpengaruh yang kebal hukum." Ucap salah satu gadis.
Walaupun merasa ragu akan perbincangan ini, Chai Tea pun menarik nafas panjang dan berusaha yakin bahwa dirinya dapat melakukannya, demi uang.
Setelahnya, ketiga gadis itu membawa Chai Tea ke suatu tempat untuk menemui sang pujaan hati. Namun yang mengherankan mereka malah membawa Chai Tea kembali pada kedai itu.
Lalu salah satu gadis menunjuk kedua pria yang sedang mengangkut barang. Pria yang dimaksud adalah Sky dan Dylan yang ternyata menjadi idola oleh para gadis remaja.
Berhubung Chai Tea sedang krisis uang dan juga sudah menerima tawaran tersebut, dirinya juga lumayan dekat dengan Sky dan mungkin saja tak masalah walaupun ketahuan sekalipun olehnya.
Tapi dalam satu sisi, Chai Tea merasa tak rela kalau foto Sky akan disimpan oleh gadis lain, tapi itu tak apa-apa, sebab bisa bermimpi belum tentu dapat memiliki.
Chai Tea bersembunyi dibalik batang pohon kelapa seperti sebelumnya, kemudian ia menyiapkan kamera lalu memfokuskannya kepada Dylan. Beberapa jepretan berhasil terambil tanpa ketahuan, terlihat juga foto itu cukup bagus.
Selanjutnya barulah Chai Tea memotret Sky yang sedang berdiri di atas bak kargo untuk memindahkan barang. Dengan jepretan kilatnya ia juga berhasil menjepret beberapa foto. Sky tampak mempesona dengan guyuran keringat di bawah sinar matahari.
"Yeah! Aku berhasil melakukannya."
"Aku jadi tidak sabar untuk mencetaknya, pasti remaja puber itu kegirangan." Gumam Chai Tea, tersenyum puas.
Pada saat akan membalikkan badan, entah datang darimana tiba-tiba muncul dua orang pria bersetelan jas hitam dan berkacamata gelap sudah berdiri dihadapannya, Chai Tea sadar bila aksinya telah kepergok.
Dengan jantung deg-degan ia berjalan mundur perlahan, pandangannya tak lepas dan berwaspada terhadap kedua orang itu. Dikarenakan terlalu fokus ke depan, Chai Tea pun panik saat dirinya berhasil disergap dari belakang, kameranya pun direbut paksa.
Ketika Chai Tea berusaha berontak dan berteriak meminta pertolongan, tapi salah satu dari mereka menutup mulutnya dengan serbet putih, dikira dirinya akan dibius ternyata tidak. Chai Tea masih sadar saat dibawa pergi ke sebuah bangunan kosong yang tak jauh dari sana.
Sesudah itu, barulah mereka melepaskan serbet itu dari mulut Chai Tea, kendati masih tak membebaskan pasungan di tangannya. Tak ada pernyataan seperti interogasi, semua orang diam dalam hening.
Kemudian salah satu pria menelpon seseorang dan berbicara dengan bahasa asing yang tak Chai Tea pahami, hal itu membuatnya langsung berkeringat dingin, ketakutan parah akan nasibnya.
"Dengar! Aku bukanlah paparazi seperti yang kalian kira."
"Aku hanyalah wisatawan biasa yang kebetulan sedang memotret." Jelas Chai Tea, gugup.
"Percuma saja berdalih! Semua paparazi yang tertangkap juga mengatakan hal yang sama."
"Jujur saja siapa bosmu kali ini?" Tepis salah satu pria yang tak percaya pada alasan tersebut.
Sulit sekali menjelaskan pada mereka yang telah menganggap Chai Tea sebagai pelaku. Beberapa kali pun berteriak untuk meminta bantuan, tetap tak ada yang datang, sia-sia saja memberontak seperti ini melawan ketiga pria berbadan besar.
Chai Tea mulai kacau ia sudah pasrah menghadapi hukuman yang telah dilanggar. Namun semua rasa buruk di dalam benaknya terpatahkan dengan datangnya seorang gadis muda yang berjalan menghampiri mereka semua.
Dengan tatapan datar tapi tajam, dia melirik para pria sambil berkacak pinggang. Chai Tea mengenalnya, tak salah lagi dia merupakan teman Navy yang sempat ia lihat di kedai sebelumnya.
"Apa yang kalian lakukan? Lepaskan dia sekarang!" Dengan lantang Siren memberikan perintah, semua pria langsung melepaskan Chai Tea lalu menundukkan kepala kepadanya.
"Dia bukanlah spy, Elissa Rostova adalah tamu dari Nona Kane." Jelasnya lagi.
Merasa ada sedikit kesalahpahaman di sini, mereka pun melepaskan Chai Tea yang sempat disangka sebagai paparazi dari musuh. Tapi hukuman tetap berlaku sebab perihal memotret tanpa izin.
Sebagai tanda jera, mereka tetap menyita kamera tersebut agar Chai Tea tidak mengulanginya lagi. Barulah para pria itu pergi dari sana sesudah menundukkan sedikit kepala pada Siren.
Meski sudah selesai, tapi Chai Tea sedikit syok, ia terduduk dengan wajah muram, lalu memandangi kedua tangannya yang dipenuhi pasir. Chai Tea ingin sekali kembali ke rumahnya karena sudah terlalu lelah, bukan liburan seperti ini yang ia inginkan.
Menjadi orang susah membuat dirinya beberapa kali ditindas dan hanya bisa pasrah tak berdaya untuk melawan. Berbeda dengan versi dirinya yang dahulu, Chai Tea yang merasa tidak senang akan menampar segepok uang ke wajah orang yang berani mengejeknya.
Memiliki uang yang banyak mampu membuat orang lain tak berani melawan kehendaknya. Kini ia hanya bisa berdiam diri meratapi nasibnya yang selalu saja membuat kekacauan tanpa ada habisnya.
Bahkan sialnya kamera mahal yang baru saja ia beli pun hilang dari tangan, Chai Tea merasa rugi karena lebih baik ia jual saja kamera itu daripada harus disita, terlebih lagi ia juga gagal mendapatkan uang tambahan dari hasil jepretannya.
kadang pembaca bisa nggak jadi baca kalau paragraf nya sesak begini.
maaf yah kak, aku cuma ngasih sran