NovelToon NovelToon
Menjadi Sekretaris Bos Mafia

Menjadi Sekretaris Bos Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Mengubah Takdir
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Rizky Handayani Sr.

Xera Abilene Johnson gadis cantik yang hidup nya di mulai dari bawah, karena kakak angkat nya menguasai semua harta orang tua nya.
Namun di perjalanan yang menyedihkan ini, Xera bertemu dengan seorang pria dingin yaitu Lucane Jacque Smith yang sejak awal dia
menyukai Xera.
Apakah mereka bisa bersatu?? Dan jika Xera mengetahui latar belakang Lucane akan kah Xera menerima nya atau malah menjadi bagian dari Lucane??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky Handayani Sr., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Hari yang melelahkan ini bagi Xera akhirnya berakhir.

Clara menghampiri nya dan mengajak nya pulang bersama.

"Ayo pulang" ajak Clara

"Ah iya, ayo" jawab Xera tersenyum

"Aku akan mengantar mu dimana alamat rumah mu" tanya Clara

"Aku.. ah aku hari ini akan pergi ke Apartemen teman ku Zee, besok aku akan mengunjungi rumah nenek Zee di desa jadi hari ini aku kesana" jelas Xera

"Besok?? Apa kau mengajukan Cuti" tanya Clara

"Iya maaf baru memberi tahu mu, Aku sibuk sekali mengerjakan tender itu. Aku sudah mengajukan cuti 3 hari dan untung nya tuan lucane langsung menyetujui nya" ucap Xera lagi

Mereka pun sampai di loby sembari terus bercerita.

"Ah begitu, aku dengar juga tuan lucane beberapa hari tidak masuk ke kantor" ucap Clara lagi

"Oh ya!! Aku tidak tahu soal itu" Bohong Xera

"Iya, aku denger dari anak anak bilang jika ada file yang harus di tanda tangani kirim lewat email untuk beberapa hari kedepan" jelas Clara

Xera pun hanya menganggukan kepala nya karena dia sendiri sudah tahu hal itu.

Clara dan Xera pun berpisah di loby karena Xera memesan Taxi padahal Xera di jemput supir pribadi yang Lucane berikan.

Sesampai nya di mansion Xera pun masuk dan membersihkan tubuh nya sebelum makan malam tiba.

Hari ini lucane akan pulang larut malam jadi dia pun makan malam sendiri di kamar nya sembari menonton film.

* * * *

Kabut pagi masih menggantung di antara pepohonan pinus. Di tengah taman tua yang sepi, Xera duduk berhadapan dengan Tuan Revantra. Tidak ada pelayan, tidak ada pengawal. Hanya bangku batu, teh hangat, dan udara dingin yang terasa seperti medan uji mental.

“Kau datang sendiri,” kata Revantra tanpa menoleh.

“Saya ingin bicara secara pribadi, Tuan,” jawab Xera, menahan dingin di jari-jarinya.

“Orang-orang yang mencintai cucuku sebelumnya hanya tahu satu hal bagaimana mengambil. Tidak satu pun yang tahu bagaimana bertahan.”

“Kau pikir cinta saja cukup untuk tetap hidup dalam keluarga ini?”

Xera diam sesaat, lalu menjawab.

“Tidak, Tuan. Saya tahu cinta saja tidak cukup. Tapi saya juga tidak datang hanya untuk dicintai.”

Tuan Revantra menatapnya.

“Lalu apa yang kau bawa?”

“Kesetiaan. Dan niat untuk tidak pernah membuat Lucane merasa sendiri lagi bahkan ketika dia berada dalam kegelapan paling pekat sekalipun.”

Revantra tersenyum tipis senyum langka.

“Jawaban yang bagus. Tapi takkan ada yang percaya sebelum darah tertumpah.”

“Kalau saya harus berdarah untuk bisa berdiri di sisi Lucane, saya akan lakukan. Tapi saya juga akan berdiri tanpa goyah saat dia yang berdarah.”

Tuan Revantra menatap gadis itu dalam-dalam.

Lalu, perlahan, dia bangkit.

“Kalau begitu, mulai hari ini kau bukan gadis biasa lagi. Kau adalah wanita yang kelak akan dikenang dalam sejarah keluarga ini sebagai pelindung sang pewaris.”

Secara tidak langsung Revantra mengakui Xera sebagai bagian dari keluarga mereka.

* * * *

Studio Jahit Pribadi di Mansion Tua Revantra

Xera berdiri di depan cermin panjang. Di tubuhnya terpasang sebuah gaun putih bersih, tidak penuh manik, tidak berenda berat hanya kain satin lembut dengan potongan klasik yang jatuh anggun mengikuti lekuk tubuhnya. Elegan, bersih, dan jujur.

Zee berdiri di sampingnya sambil membetulkan bagian kerah.

“Kau terlihat sangat Cantik Xera. Siapa pun yang melihat mu aku yakin dia akan jatuh hati,” ucap Zee sambil tersenyum.

Xera tersenyum kecil. “Jangan seperti itu Zee, aku gemetaran menatap pantulan ku sendiri ”

“Ini jalan hidup mu Xera, sebentar lagi kau akan menikah dengan pria dingin seperti kulkas itu. Kau beruntung bisa mengambil hati nya dan dia juga bukan sembarangan pria. Kau harus siap Xera” ucap Zee

Xera menatap bayangan dirinya di cermin.

“Aku siap. Entah bagaimana aku siap.”

"Nah begitu dong, aku bahagia mendengar nya" ucap Zee tersenyum hangat

Tentu saja Zee sangat bahagia saat mendengar sahabat nya akan menikah.

Setelah mencoba gaun itu mereka pun menghabiskan waktu bersama dengan makan dan berbelanja sedikit.

* * * *

Sedangkan Lucane, Max, Domanic, dan Juan berdiri di depan dinding besar berisi layar peta digital. Tampak jalur transportasi, titik pengawasan udara, dan perimeter keamanan.

Max menunjuk ke tengah layar.

“Lokasi dipastikan steril. Pengamanan perimeter dilakukan dengan dua lapis orang kita menyamar sebagai petani dan penjaga hutan.”

Domanic menambahkan, “Tamu akan masuk satu per satu, sesuai kode. Tidak ada kendaraan pribadi. Hanya mobil pengangkut milik perusahaan pertanian.”

Juan melaporkan, “Peralatan komunikasi akan diam. Semua pesan darurat hanya via sinyal cahaya.”

Lucane menatap mereka satu-satu.

“Kalau ada yang mengusik acara ini. bunuh tanpa pertanyaan.”

Semua mengangguk. Ini bukan hanya soal cinta ini soal menjaga seseorang yang kini jadi bagian tidak terpisahkan dari hidup Lucane.

* * * *

Sebuah dataran tinggi tersembunyi di balik hutan pinus, di atas lereng berbatu yang disapu kabut tipis. Di sana berdiri altar kayu sederhana, dihiasi bunga putih dan biru gelap, simbol keberanian dan kesetiaan.

Langit mendung tapi tidak hujan. Seolah langit pun menahan napas.

Beberapa tamu duduk dalam formasi rapi semua wajah terpercaya.

Max dan Juan berdiri di pinggir, telinga disambung dengan alat komunikasi tersembunyi.

Pendeta tua berdiri menunggu.

Lalu, Xera muncul, ditemani Zee Gaunnya sederhana namun anggun, dan tatapan matanya tenang.

Lucane, sudah menunggu di depan altar, dalam jas putih gading, untuk pertama kalinya terlihat gugup.

Langkah demi langkah, Xera berjalan menuju pria itu. Tidak ada musik. Hanya detak jantung. Hanya napas mereka. Hanya niat.

“Kau datang,” bisik Lucane.

“Tentu saja,” jawab Xera, tersenyum. “Aku takkan lari dari ini.”

Pendeta mulai membacakan janji, dan kedua tangan mereka saling menggenggam erat.

“Lucane Jacque Smith, apakah kau bersumpah untuk melindungi, menghormati, dan berdiri di sisi wanita ini, dalam dunia terang maupun gelap, hingga akhir?”

“Aku bersumpah,” jawab Lucane.

“Xera Abilene Johnson, apakah kau bersumpah untuk mencintai, mempercayai, dan menjadi kekuatan dalam hati pria ini, bahkan di tengah dunia yang mematikan?”

“Aku bersumpah,” jawab Xera mantap.

Lucane lalu mengeluarkan cincin dari dalam saku jasnya. Cincin itu bukan berlian. Tapi logam gelap dengan ukiran rahasia keluarga Smith.

Cincin perang, bukan hanya cinta.

Mereka mengenakan cincin itu satu sama lain.

“Dengan ini, kalian dinyatakan sebagai pasangan yang sah. Dalam rahasia. Dalam sumpah. Dalam kekuatan yang tak terlihat dunia.”

Semua tamu berdiri dan memberi tepuk tangan kecil.

Saat semua mulai tenang dan bersiap menyantap hidangan sederhana yang telah disiapkan

Tembakan terdengar. Satu. Dua. Tiga.

Semua orang refleks membalikkan badan.

Juan segera menarik Xera ke belakang barikade.

Max mengacungkan senjata. Lucane langsung berdiri melindungi Xera.

Dari balik pepohonan, tiga pria bertopeng muncul membawa senjata ringan. Mereka mengarah pada altar.

“Siapa mereka?” bisik Zee panik.

Lucane sudah bersiap bertarung. Domanic memberikan sinyal serangan balasan. Semua tamu bersiaga.

Namun,

Terdengar siulan panjang dari sisi barat.

Semua pria bertopeng berhenti.

Dari arah kabut, Tuan Revantra muncul dengan mantel panjang dan tongkat kayu tua di tangan.

Ia melambai pelan, dan para penyusup langsung membungkuk dan mundur tanpa perlawanan.

“Ujian,” gumam Max, tercengang.

Revantra melangkah ke tengah altar yang sempat hancur sebagian oleh tembakan.

“Pernikahan Revantra tidak sah tanpa darah yang mendidih dan respons yang tajam,” ucapnya datar.

Lucane menatap kakeknya dengan tajam.

“Kau bisa saja melukai Xera.”

“Kalau dia lemah, dia tidak pantas berdiri di sisi cucuku,” jawab Revantra tenang.

Lalu dia menatap Xera.

“Tapi dia tidak lari. Tidak gemetar. Dan tetap berdiri.”

Revantra mendekat dan meletakkan tangan di kepala Xera pelan.

“Selamat datang, Xera. Sekarang kau benar-benar bagian dari keluarga ini.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!