Xaviera wanita berusia 25 tahun, seorang anak dan cucu dari keluarga konglomerat. Namun kehidupan sehari-harinya yang berkilau bagaikan berlian berbanding terbalik dengan kisah asmaranya.
Perjodohan silih berganti datang, Setiap pria tidak ada yang benar-benar tulus mencintainya. Menjadi selingkuhan bahkan istri kedua bukanlah keinginannya, melainkan suatu kesialan yang harus di hadapi. Sebuah sumpah dari mantan kekasihnya di masa lalu, membuatnya terjerat dalam siksaan.
Suatu hari, pertemuan dengan mantan kekasihnya, Rumie membuatnya mati-matian mengejarnya kembali demi ucapan permintaan maaf dan berharap kesialan itu hilang dalam hidupnya.
Akankah Xaviera bisa mendapatkan maaf yang tulus dari Rumie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
Ketika Jones mengetahui cinta Xaviera terbagi untuk Rumie, kehangatan hubungan mereka pun perlahan redup. Sesuatu yang selama ini diyakini sebagai miliknya sendiri, ternyata hanyalah kepalsuan.
Rumie telah mengambil sebagian dari cinta yang seharusnya hanya untuknya?
Malam itu, Jones termenung di balkon.
“Apa yang harus aku lakukan, agar kamu hanya menjadi milikku, Xaviera?”
Memikirkan cara, agar Xaviera bisa meninggalkan bayang-bayang masa lalunya bersama Rumie, dan bukan hanya satu tahun saja hidup bersamanya.
Rasa penasaran Jones akan seorang wanita bernama Xaviera berubah menjadi cinta yang mendalam dan berujung obsesi. Setelah satu bulan, keduanya hidup bersama di bawah satu atap.
Malam itu, Jones masuk kedalam kamar Xaviera.
“Aku ingin punya anak,” Jones mengutarakan keinginannya.
Xaviera yang sedang duduk di depan meja rias, melihat wajah Jones dari cermin tanpa menoleh.
“Itu tidak mungkin,” jawab Xaviera.
“Kenapa itu tidak mungkin? Kau milikku. Perjanjian kita tersisa 11 bulan, kamu bisa mengandung dan melahirkan sebelum pergi meninggalkanku.” Jones mendekat, di balik ucapan ada sebuah siasat untuk membuat Xaviera tetap berada di sisinya selamanya.
“Hamil, tidak ada dalam perjanjian. Aku tidak mau.” Xaviera meletakkan hairdryer dengan keras di atas meja, menunjukkan rasa kesalnya atas permintaan Jones kali ini.
“Aku mau, dan itu harus kau lakukan!” Jones menarik kedua pundak Xaviera, hingga menoleh ke arahnya.
Xaviera bangkit dari kursinya, menyingkirkan tangan Jones dari pundaknya.
“Aku tidak bisa, aku hanya mencintai Rumie. Kau tahu itu, dan kita … hubungan kita hanya diatas kertas. Aku tidak ingin mengambil resiko dan membuat anak yang tidak berdosa itu sengsara,” jelas Xaviera.
Jones mendengus kesal, melempar senyum dingin menatap Xaviera.
“Kamu tidak perlu memikirkan itu, setelah melahirkan. Aku yang mengurusnya, kau bisa pergi dengan dia.”
“Kau gila? Kau mulai gila!” gertak Xaviera.
Jones menarik kedua pundak Xaviera, membuat tubuh keduanya mendekat, dan tatapan mereka hanya sebatas hembusan nafas.
“Iya, aku gila! Aku mulai gila karena mu. Aku gila karena kamu mencintai orang lain, Aku gila karena kamu ingin meninggalkanku, kau puas!” Tatapan tajam itu berubah menjadi mata yang basah, karena kesedihan yang hampir tumpah bersama air mata.
Xaviera mendorong dada jones, menyingkir dari hadapan pria yang sedang tak waras.
Jones menarik tangan Xaviera, perlahan kakinya menekuk dan berlutut di depan Xaviera.
“Aku ingin punya anak, anak kita. Biarkan itu menjadi hal bahagia yang aku miliki dalam hidupku, setelah itu kau bisa meninggalkanku dan aku tak akan lagi mendekatimu.”
Pria yang bahkan bisa membeli seribu wanita itu, tak berdaya di hadapan seorang Xaviera. Air matanya tumpah perlahan, untuk pertama kalinya mengemis pada seseorang hanya untuk sebuah kebahagiaan.
Xaviera menarik tangannya, meninggalkan Jones dengan harapan yang tidak akan mungkin dia kabulkan. Baginya, membunuh seorang anak tidak berdosa cukup satu kali dalam hidupnya. Dia tidak ingin anak yang diharapkan Jones menjadi boomerang yang menghantui kehidupannya selamanya.
Xaviera meninggalkan rumah dan mencari ketenangan tinggal di galeri rahasianya.
Sesaat hatinya goyah, jika mengingat air mata Jones tumpah di hadapannya. Hatinya juga sakit, namun dia mencoba memendam dan menyelesaikan itu sendirian.
“Dia gila, aku tidak akan sebodoh itu,” Xaviera menggumamkan kalimat itu berulang kali. Membuat air matanya tumpah di pipi, namun masih berusaha membohongi diri, jika cinta untuk Jones itu tidak ada ada.
Esok harinya, Xaviera kembali ke rumah. Berharap Jones sudah melupakan pertikaian semalam diantara mereka.
“Tuan, dimana?” tanya Xaviera pada salah seorang pelayan.
“Tuan sudah berangkat pagi-pagi, Nona,” jawab pelayan.
Xaviera berjalan ke arah kamar Jones. Memasuki ruangan, dimana cinta itu terjadi pertama kalinya dalam hubungan keduanya.
Xaviera duduk di atas ranjang, matanya menyapu setiap sudut kamar.
Sebuah foto berbingkai terpasang terbalik di dinding. Membuat Xaviera penasaran. Dia mendekat, dan membalikkan foto itu seperti semula.
Sebuah gambar keluarga manis terpampang, Jones, istrinya dan putri kecilnya yang berusia 10 tahun. Membuat sedikit perasaan cemburu, karena senyum Jones tidak pernah dia lihat. Senyum bahagia, seperti di foto itu.
“Apa dia sangat kesepian selama ini?” pertanyaan itu mulai terbesit, memikirkan betapa sedihnya Jones, ketika istrinya koma dan putri kecilnya meninggalkannya selamanya dalam tragedi kecelakaan.
“Apa jika kami memiliki putri kecil, akan sama cantiknya seperti ini?”
Dalam keheningan, ucapan itu tiba-tiba muncul. Membayangkan jika dia dan Jones memiliki anak, apakah sama secantik putri Jones di foto?
Dering di ponselnya, dan mengetahui Rumie menelponnya. Membuat Xaviera tersadar, jika khayalan tadi hanyalah kebodohan.
“Aku akan kembali dengan Rumie, dan melupakan dia.” ucapan itu membuat Xaviera kembali untuk mengejar masa lalu.
Xaviera mengangkat telepon, dan mendengar suara pria yang di rindukannya selama dua hari ini.
“Sayang, apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Rumie dari balik telepon.
Xaviera meninggalkan kamar Jones dan kembali ke kamarnya untuk mengobrol dengan Rumie.
“Aku sedang di rumah, setelah ini mau ke toko untuk melihat laporan penjualan,” jawab Xaviera.
Panggilan itu berubah menjadi video call. Membuat keduanya bisa saling melihat satu sama lain dari jarak jauh.
Terlihat Rumie dengan kemeja rapi dan dasi, Rumie menunjukan setiap sudut ruang kerjanya kepada Xaviera.
“Tempatku dalam menuangkan inspirasi,” ucap Rumie.
Xaviera tersenyum, dan melihat ruang kantor yang luas dan mewah.
“Wah, kau sangat hebat. Aku jadi ingin berkunjung,” balas Xaviera.
“Datanglah, aku akan memesankan tiket untukmu,” sahut Rumie.
“Tidak sekarang, tapi akan aku usahakan secepatnya,” balas Xaviera.
“Ah, aku merindukanmu. Padahal baru dua hari kita berpisah,” ucap Rumie, ekspresi nya dibuat murung dan sedih.
“Astaga, kamu bohong. Pasti saat ini kamu sedang bersenang-senang, bertemu dengan wanita cantik,” gurau Xaviera.
“Tidak, aku hanya mencintaimu.” Rumie menunjukkannya cintanya, dengan kedua tangan yang membentuk hati.
“Ah, bohong.” Xaviera tertawa kecil, melihat tingkah Rumie.
“Benar, aku tidak mungkin berbohong denganmu.” Rumie tersenyum melihat Xaviera tertawa.
“Aku masih tidak percaya.” Xaviera masih menggoda Rumie.
“Apa aku hari membelah dadaku, agar kamu tahu?” Rumie masih saja, membuat Xaviera untuk salah tingkah.
“Tunjukkan padaku, sekarang.” Xaviera membalas ucapan itu, dengan ekspresi serius.
“Tapi tidak disini, aku akan menunjukkannya saat pulang nanti.” Suara Rumie berubah lirih.
Obrolan keduanya, sejenak mengalihkan kesedihan Xaviera.
“Sayang, aku ada pertemuan dengan relasi. Nanti malam kita bicara lagi, bye bye, muach.” Rumie memberikan ciuman, sebelum mematikan telepon.
Xaviera tidak bisa menahan perasaan bahagianya, jantungnya berdegup kencang ketika membayangkan wajah Rumie.
“Rumie, aku merindukanmu.”
kalo Deni uang mending jadi istri simpanan saja. kan istri aslinya lagi koma bentar lagi koit.