"... selama aku masih berada didunia ini aku akan terus berusaha menjaga Luciana."
Perkataannya mengejutkanku. Selama dia masih berada didunia ini? Dia adalah seorang vampire yang hidup abadi, apakah itu berarti dia akan menjagaku selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon prel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25: Luciana
Hari yang ditunggu akhirnya datang juga.
Sejak sore, aku telah bersiap. Kulitku yang putih pucat sangat kontras dengan gaun yang kupakai. Aku menggunakan riasan sederhana karena aku tidak suka riasan tebal pada wajahku.Lizi membantuku menata rambut, dia menyanggul rambutku menjadi satu lalu membiarkan beberapa helai terurai dibagikan depan, tidak lupa menambahkan hiasan mutiara pada gelungan nya.
Aku menatap diriku dicermin, wajah ku terlihat lebih hidup, cantik-tidak ada salahnya bukan memuji diri sendiri.
Matahari sudah terbenam, itu artinya kami harus segera berangkat. Setelah memakai sepatu berhak yang tidak terlalu tinggi, aku berjalan menuju hall depan.
Di pintu depan, aku sudah ditunggu oleh mereka berdua. Mereka serempak menoleh ke arahku saat aku mulai menuruni tangga. Stefan dengan setelan jas hitam dan rompi dalam berwarna abu-abu tua, tak lupa setangkai bunga mawar putih tersemat di dada kirinya. Begitupun William hanya saja dia memakai rompi dalam berwarna merah maroon.
Mereka terus memandangku, membuatku sedikit gugup. Berniat jahil, aku memegang ujung gaunku memberi salam hormat kepada mereka berdua.
Spontan William tertawa melihat tindakanku, tawa yang manis, sedangkan Stefan masih memandangi ku seolah aku adalah hantu.
"Kau sudah belajar banyak rupanya", tawa William mereda.
"Ya, tentu saja", aku tersenyum.
"Kau cantik", William memujiku.
Sebenarnya aku menunggu kata-kata itu keluar dari mulut orang lain, orang yang masih terus menatapku dalam diam.
"Terimakasih, kalian juga sangat tampan", aku menimpali.
Di luar, ada sebuah kereta kuda yang telah dipersiapkan untuk perjalanan kami.
Ash dan Nigel yang menarik kereta itu.
"Kita harus segera berangkat", Stefan membuka suara.
Dia menawarkan tangannya untuk membantuku memasuki kereta, aku menerima uluran tangannya dengan tanganku yang bersarung hitam.
Kereta ini cukup besar dan sangat elegan. Ada kursi beludru didalam. Aku duduk sendiri, Stefan dan William duduk bersampingan dihadapanku.
Kereta segera berjalan meninggalkan manor house. Aku semakin gugup karena mereka masih memperhatikanku.
"Baiklah, wajahku akan benar-benar berlubang jika kalian terus saja melihat ku seperti itu", aku mengeluh.
Mereka berdua serempak melihat arah lain, seperti pencuri yang tertangkap basah.
"Maaf, tapi kamu terlihat sedikit berbeda", Stefan berbicara.
Berbeda? Apakah sesulit itu mengatakan cantik?atau bagi Stefan aku memang tidak terlihat cantik.
William berdeham menanggapi perkataan Stefan, sedangkan aku menghela nafas dalam diam.
Kereta kuda kami mulai berjalan keluar dari bayang-bayang hutan, kami memasuki sebuah pemukiman yang sunyi.
Rumah-rumah berjejer di sepanjang jalan. Bangunan disini mirip dengan bangunan para manusia, hanya saja sangat sepi. Tidak terlihat ada sesuatu yang hidup dibalik setiap pintu.
"Ini adalah kota luveron. Memang sangat sepi tapi masih ada yang menghuni", suara Will memecah keheningan.
"Dulu kota ini dihuni oleh vampire kalangan rendah, sekarang mereka lebih memilih tinggal di Manor house tempat mereka bekerja atau menjadi prajurit perbatasan maupun istana", Stefan menambahkan.
Aku hanya mengangguk mendengar penjelasan kedua pria dihadapanku. Setelah melewati kota luveron, kereta terus melaju sampai kami memasuki sebuah gerbang yang sangat besar.
Aku melihat dari jendela kereta kuda. Istana ini sangat besar dikelilingi tembok batu yang tinggi. Tapi jika dilihat lebih lama, Istana ini sedikit menyeramkan, seperti tidak ada kehidupan didalamnya. Kami disambut taman yang sangat luas setelah memasuki gerbang, tidak ada bunga yang mekar, hanya tumbuhan hijau dan air mancur dibeberapa tempat.
Kereta berhenti tepat didepan undakan menuju pintu masuk, seorang pengawal membukakan pintu. William melompat turun, lalu membantuku keluar.
Kami bertiga berdiri tepat didepan pintu masuk yang dijaga oleh dua vampire.
"Lord Rainsfort, Lord Alexander dan Lady Alexander", William memperkenalkan diri
"Silahkan masuk Lord dan Lady"
Vampire itu membukakan pintu untuk kami,
"Kau siap?",
William berbisik lalu menawarkan lengangnya untukku, aku sedikit ragu saat melihat Stefan juga menawarkan lengangnya. Tanpa pikir panjang aku meraih kedua lengan pria disisi kanan dan kiri ku. Kami bertiga berjalan beriringan.
Setelah melewati pintu, kami disambut oleh hall kastil yang luas. Banyak vampire disegala penjuru, alunan musik dansa yang lembut dan para pelayan berjalan kesana-kemari membawa nampan yang berisi gelas-gelas darah.
Belasan pasang mata tertuju pada kami, ada yang memandang dengan raut wajah penasaran, ada juga yang memandang kami datar.
Aku melihat Stefan dan William bergantian, rasanya aku seperti seorang tuan Putri yang dijaga oleh dua pengawal tampan. Satu memiliki mata indah dan selalu memberiku sensasi debaran saat melihatnya, satu lagi memiliki senyum manis dan hangat.
Kami mencoba berbaur sembari menunggu Eve datang. Banyak vampire wanita yang sengaja melewati kami agar bisa sekedar menyapa Will ataupun Stefan. Mereka semua cantik dan elegan.
Saat kami sedang mengobrol santai-sebenarnya hanya aku dan William karena Stefan hanya diam, tiba-tiba muncul seorang gadis yang entah datang dari mana. Gadis berambut merah dan mata hijau, dia menarik Stefan dan tanpa malu bersandar manja pada bahu kirinya.
Keningku berkerut melihat Stefan karena dia hanya diam, tidak berusaha menjauh.
"Hai Stefan.. lama sekali aku tidak melihatmu",
suara nya yang dibuat-buat sangat menganggu ditelinga.
Stefan tidak menjawab, dia hanya terus memandang arah lain sedangkan gadis itu terus memandangi Stefan seolah mendamba.
Gadis itu beralih memandang ku, dia menegakkan tubuhnya namun tangannya masih melingkar dilengan Stefan.
"Oh.. inikah gadis itu Stefan?
Alih-alih menjawabnya, Stefan malah melihat ke arahku.
"Kau tega sekali, padahal aku berusaha tidak menggigit manusia lain agar hanya kita yang memiliki nama Alexander", dia berbicara dengan nada kesal, atau menggoda, entahlah itu terdengar sama.
"Kau bercanda Emily? Kau tidak menghitung ayahmu?", William bertanya
Gadis ini bernama Emily.
"Oh hai William, sejak kapan kau disana"
William hanya menanggapinya dengan senyum yang terlihat sangat dipaksakan.
Baiklah, aku sudah tidak tahan melihatnya terus menempel pada Stefan. Entah kenapa aku tidak tau, rasanya diriku seperti terbakar.
Sebenarnya siapa gadis ini? Apakah William dan Stefan mengenalnya?
Emily terus berbicara tapi tidak ada yang memperhatikan, sampai Stefan dan William saling bertukar pandang.
Tiba-tiba William menggandengku begitu saja, berjalan menjauhi Stefan dan Emily.
"Kamu pasti haus" , dia meraih dua gelas darah lalu memberikan satu padaku.
"Kenapa kita meninggalkan Stefan?",
Aku meraih gelas pemberian William lalu menengguk isinya sekilas. Rasa haus tiba-tiba menyerangku.
"Karena aku tidak ingin melihat kamu merobek jantung Emily", dia tersenyum lembut ke arahku.
Aku mengalihkan pandanganku lalu menghela nafas, rasa kesalku hilang begitu saja melihat senyumnya yang menawan.
Tapi sungguh, aku sempat berpikir untuk benar-benar merobek jantungnya tadi.
"Emily Alexander", suara William membuatku menoleh
"Salah satu vampire murni, seperti Eve. Ayahnya, Duke Darwin Alexander adalah vampire yang telah mengubah Stefan"
Aku hanya terdiam mendengar penjelasan William, jadi Stefan dan Emily memiliki hubungan cukup dekat.
"Kalian terlihat akrab dengannya"
"Bisa dibilang begitu, karena dulu dia juga memiliki tugas diperbatasan bersama kami, tapi beberapa tahun lalu dia dipindahkan karena dibutuhkan ditempat lain".
"Kau tidak perlu khawatir Lu, Stefan tidak tertarik pada Emily", William menambahkan.
Dalam hati aku bersyukur, untung saja dia dipindahkan dengan begitu aku tidak perlu lama-lama melihatnya menempel pada Stefan.
Dari kejauhan, terlihat seorang wanita cantik berjalan menuju arah kami. William menyadarinya, lalu dengan sigap dia membukuk hormat padanya.
"William, syukurlah kau datang. Aku pikir hanya aku Rainsfort yang menghadiri pesta ini", wanita ini tersenyum anggun.
Dia seorang Rainsfort?
"Evangelin meminta kami semua untuk menghadiri pesta ini, Duchess Katerina"
Suara William berubah, terdengar lebih berwibawa dan serius.
Duchess Katerina, wanita yang sangat cantik dengan mata biru dan rambut putih keperakan yang indah.
"Baguslah, kau harus terus membantunya", dia memandang ke arahku, "dan gadis ini?"
Memegang ujung gaunku, aku memberikan salam hormat padanya.
"Dia anggota baru keluarga kami"
"Lady Rainsfort?"
"Bukan, tapi Lady Alexander". William tersenyum ke arahku.
"Oh begitu rupanya, untuk sesaat ku kira kau telah berubah pikiran",
"Tidak, saya hanya akan mengubah seseorang dengan persetujuan anda", raut wajah William terlihat sangat serius.
Sang Duchess hanya tersenyum menanggapi perkataan Will, lalu berjalan dengan anggun meninggalkan kami.
"Duchess Katerina Rainsfort, dia adalah vampire yang telah mengubahku", William menjelaskan.
"Kamu terlihat sangat menghormatinya",
"Ya, Setelah perang pertama terjadi, aku yang hidup sendiri tanpa orang tua tidak memiliki tujuan, dia datang menolongku dan tidak pernah memaksaku untuk menjadi vampire, aku sendiri yang memilihnya",
"Aku bersumpah akan terus mengabdi padanya. Dia yang memintaku untuk tinggal bersama Eve, aku tidak akan pernah mengecewakannya"
William bercerita betapa baiknya Duchess Katerina padanya, aku mendengarkan, tapi pandangku masih tertuju pada dua orang yang kini sedang berbincang dari kejauhan.
Si wanita berbicara dengan penuh antusias dan sesekali menggerakkan tangannya, sedangkan si pria hanya menanggapi seadanya.
Stefan dan Emily.
...~...