Di kehidupan sebelumnya, Nayla hidup dalam belenggu Adrian.
Tak ada kebebasan. Tak ada kebahagiaan.
Ia dipaksa menggugurkan kandungannya, lalu dipaksa mendonorkan ginjalnya kepada saudari kembarnya sendiri—Kayla.
Ia meninggal di atas meja operasi, bersimbah darah, dengan mata terbuka penuh penyesalan.
Namun takdir memberinya kesempatan kedua.
Di kehidupan ini, Nayla bersumpah: ia tidak akan jatuh di lubang yang sama.
Ia akan membuka topeng dua manusia berhati busuk—mantan kekasih dan saudari tercintanya.
Namun kali ini... apakah ia bisa menang?
Atau akan ada harga baru yang harus ia bayar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julie0813, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25: Amarah
Namun Nayla hanya menatap Kayla yang sedang berakting dengan begitu lihai, dalam hati ia sudah berguling-guling memutar bola matanya.
“Adrian, kakak itu orang yang paling baik padaku. Mana mungkin dia melakukan hal seperti itu? Jangan salah paham padanya,” ucap Nayla lembut sambil menyeka air mata di wajah Kayla, seolah benar-benar tulus membela sang kakak.
Tak ada pilihan lain, Nayla tetap harus memainkan perannya dengan baik.
Adrian hampir tertawa karena kesal. Semua ini dia lakukan demi siapa? Nayla sama sekali nggak tahu?
Adrian tak berniat menjelaskan. Dengan nada dingin dan tajam, dia berkata tegas,
“Antar dia keluar!”
Dia tidak ingin melihat Nayla membela orang lain di hadapannya.
Kayla masih ingin mengatakan sesuatu, tapi Nayla buru-buru memotongnya,
“Kak, kamu pergi kerja dulu aja, nanti telat lho.”
“Nay, kamu tahu kan aku nggak pernah menyakitimu. Aku sungguh-sungguh nggak melihat apa pun semalam…” Kayla bicara dengan wajah polos, seolah tak tahu apa-apa.
“Aku percaya, Kak. Aku tahu kamu nggak mungkin melakukan itu.” Nayla tetap tidak membongkar kebenaran.
Dia tahu, hanya sekali ini tentu belum cukup untuk membalas dendam pada Kayla. Yang terjadi hari ini, hanyalah awal dari semuanya.
Yang dia inginkan sebenarnya adalah menanamkan benih keraguan di dalam hati Adrian. Kalau itu sudah tertanam, maka di masa depan, akan lebih mudah baginya menggunakan tangan Adrian untuk menghancurkan Kayla.
Dia ingin menghancurkan mereka sedikit demi sedikit, membuat mereka perlahan mencicipi rasa sakit yang pernah dia alami di kehidupan sebelumnya.
Melihat bahwa apa yang terjadi semalam belum terbongkar, Kayla merasa aman. Dia juga percaya Nayla benar-benar mempercayainya. Maka dengan tenang, Kayla pun pergi meninggalkan Rumahnya.
—
Adrian dan Nayla makan pagi dalam diam. Namun jelas terlihat, amarah dalam diri Adrian belum juga reda.
Adrian adalah tipe pria yang dingin dan sulit mengekspresikan perasaan. Tapi untuk urusan yang menyangkut Nayla, emosinya sering kali tidak terkendali.
Di matanya, Nayla adalah miliknya. Hanya dia yang berhak memperlakukan Nayla semaunya. Tapi jika ada orang lain yang berani menyakiti Nayla, maka itu adalah bentuk penghinaan terhadap harga dirinya!
Dalam hati Adrian masih dipenuhi rasa kesal. Hingga tiba-tiba dia teringat ucapan Kayla tadi—tentang Nayla yang katanya pernah melakukan banyak hal untuk Rayyan!
Amarah Adrian kembali memuncak. Tapi dia merasa terlalu gengsi untuk menanyakannya secara langsung...
Akhirnya hanya bisa mendidih dalam diam.
“Kalau soal sekolah… kapan aku bisa mulai masuk lagi?” tanya Nayla pelan, memecah keheningan.
Nayla tahu, sekarang bukan waktu yang tepat untuk membicarakan hal-hal sensitif karena Adrian sedang dalam suasana hati yang buruk. Tapi justru karena keheningan dan tekanan yang menyelimuti ruangan ini, ia merasa semakin tidak tenang—seolah ini adalah ketenangan sebelum badai.
Dia tahu betul, melawan Adrian saat suasana seperti ini hanya akan membuatnya menderita lebih parah. Jadi lebih baik dia mencari topik lain, biar pria itu bisa mengeluarkan emosinya lewat kata-kata.
“…”
Adrian tetap diam. Suasana di meja makan menjadi semakin canggung dan dingin.
“Nanti saja dibahas,” ucap Adrian dingin. Setelah itu, ia mengelap mulutnya dan langsung bangkit dari kursi.
Dari jendela, tampak mobil Maybach hitam melaju kencang meninggalkan di luar rumah.
—
Kantor Presiden Direktur, Adrian
“Cari tahu, Nayla pernah melakukan apa saja untuk Rayyan di masa lalu!”
Suara Adrian rendah, namun penuh tekanan. Dia akhirnya tidak bisa menahan rasa penasaran dan amarahnya, lalu memerintah asistennya dengan dingin.
Nayla adalah miliknya. Jadi kenapa dia harus berbuat baik kepada pria lain?!
Waktu berlalu perlahan…
“Crack!”
Suara pena yang patah di genggaman tangannya terdengar jelas di ruangan. Aura gelap tampak mengelilingi pria itu, menciptakan tekanan yang mencekik.
“Tok tok tok…”
“Masuk!”
Nada suara Adrian penuh ketegangan dan kekesalan. Siapa pun yang mendengarnya pasti merinding.
Sang asisten masuk dengan langkah pelan, wajahnya dipenuhi ketakutan. Dia meletakkan map laporan hasil penyelidikan itu di atas meja dengan sangat hati-hati.
“Keluar!”
Belum sempat sang asisten bicara sepatah kata pun, Adrian sudah mengusirnya dengan satu teriakan. Tanpa pikir panjang, si asisten langsung berlari keluar, bahkan tak berani menoleh lagi.
“Ya Tuhan… mengerikan!”
“Asisten itu bergumam sambil menahan napas.”
“Nona Nayla kan istrinya… kenapa bos sampai bongkar-bongkar masa lalunya?”
“Jangan dibayangkan, jangan dibayangkan…”
Dia buru-buru menutup mulut dan menjauh sejauh mungkin dari medan perang.