"Dendam bukan jalan keluar. Tapi bagiku, itu satu-satunya jalan pulang"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Tersandar di sebelahnya, duduklah sosok yang dikenal sebagai Datuk Pengemis Nyawa.
Di dalam ruangan itu, turut hadir Tiga Tokoh Sesat yang memang sengaja ia undang, serta satu tokoh lain yang hadir atas kemauan sendiri untuk membantu membasmi bocah lancang yang berani menantang Datuk Pengemis Nyawa.
"Terima kasih atas kedatangan Biksu Tung Tung zhaur, yang telah menempuh perjalanan jauh dari Negeri Seberang untuk memenuhi undangan saya..."
Seorang biksu bertubuh tambun berdiri. Di lehernya tergantung tasbih besar, dan di tangannya tergenggam sebuah gada raksasa.
"AmiTAfa... Guru saya, Biksu Tapak Maut, tidak dapat menghadiri undangan Tuanku. Beliau mengutus hamba untuk datang ke sini, menyaksikan peristiwa penting yang terjadi di tanah Dipa ini," ucap sang biksu sambil memberi hormat, lalu duduk kembali.
"Saya juga berterima kasih atas kehadiran seorang pendekar muda yang kehebatannya telah tersohor... Joko Kewel dari Gua Kalilawar."
Seorang pemuda tinggi besar dengan wajah kelimis, kumis tipis, dan mantel hitam berkerah tinggi berdiri. Ia tersenyum, memperlihatkan gigi taringnya serta kuku-kukunya yang runcing seperti kelelawar. Ia memberi hormat, lalu kembali duduk dengan tenang.
"Juga Si Buta Sadis dari Kali Bangkai!" seru seorang kakek buta sambil mengangkat tongkatnya yang terbuat dari bambu kuning. Ia berdiri dan memberi hormat.
"Juga kepada Pengemis Laknat yang hadir untuk menyambut seorang pemuda yang hendak mengantarkan nyawanya ke mari. Dendammu sama seperti dendamku murid kita sama-sama terbunuh di tangan pemuda biadab itu," ujar Datuk Pengemis Nyawa, membuat Pengemis Laknat semakin berkobar oleh amarah dan dendam.
"Dan juga," lanjut Datuk Pengemis Nyawa, "hadir seorang pemuda hebat yang mungkin sulit untuk kita percaya, tapi ia datang untuk menyambut darah si pemuda lancang itu." Ucapannya membuat semua yang hadir saling berpandangan, bingung dan curiga.
Tiba-tiba, dari balik batu besar di belakang tempat duduk Datuk Pengemis Nyawa, muncul seorang pemuda berpakaian serba putih. Pedang putih berkilau tanpa sarung terselip di pinggangnya.
"Pendekar Pedang Naga…!!" seru semua yang hadir dengan mata terbelalak. Mereka segera menggenggam senjata masing-masing erat-erat. Mereka tahu betul bahwa tokoh itu berasal dari aliran yang bertentangan.
Namun Datuk Pengemis Nyawa segera mengangkat tangannya menenangkan. "Tenang, saudara-saudara sekalian. Kedatangan Pendekar Pedang Naga ke mari bukan untuk menjadi lawan. Ia datang sebagai teman… untuk bersama kita membasmi pemuda pembuat onar yang telah meresahkan semua aliran."
"Untuk sementara, aku berdamai dengan kalian karena kita punya tujuan yang sama. Tapi di luar itu, aku tak sudi berteman dengan kalian," ujar Aji Mahendra tegas.
"Sungguh lancang dan sombong mulutmu, anak muda...!!" bentak Si Buta Sadis sambil melangkah dua langkah ke depan, jelas menunjukkan tantangan.
Tantangan itu dijawab oleh Pendekar Pedang Naga yang langsung memegang gagang pedangnya.
"Tenang, saudara-saudara sekalian. Urusan kita yang jauh lebih penting belum selesai. Jangan sampai kita bersitegang karena hal sepele yang justru bisa merugikan kita," pinta Datuk Pengemis Nyawa dengan suara menengahi.
Perkataannya berhasil meredakan ketegangan. Si Buta Sadis mundur perlahan, sementara Aji Mahendra melepaskan genggamannya dari gagang pedang.
Tiba-tiba, suara kekehan seorang nenek menggema dari arah pintu masuk, mengejutkan mereka semua. Spontan, seluruh orang di ruangan itu bersiaga, bersiap menghadapi kemungkinan buruk.
Namun keterkejutan mereka makin menjadi-jadi saat melihat siapa yang datang: seorang nenek berpenampilan menor, lengkap dengan dandanan mencolok, berjalan masuk sambil menggendong seorang bocah kecil yang tampak asyik memainkan dada si nenek yang sudah kempes itu.
"Sudah, hentikan, Bocah Setan Tua... Geli tahu!" bentak si nenek, namun bocah itu terus saja memiting-miting dada tuanya sambil tertawa, membuat si nenek kembali terkekeh.
"Hentikan! Kita sudah sampai... Malu dilihat orang!" bentak si nenek, sambil membanting bocah itu agar bisa lepas dari gangguannya.
BUGGG!
Bocah itu terhempas keras ke tanah, namun ia bangkit seolah tak terjadi apa-apa, sambil menepuk-nepuk bokongnya yang kotor.
"Ternyata kau tahu malu juga, Nenek Peniup Dupa...!" ledek si bocah dengan cibirannya, membuat si nenek naik darah.
Dengan kesal, ia mengibaskan tangannya, menciptakan hembusan angin panas yang langsung mengarah ke bocah itu.
Si bocah cepat melompat ke samping.
BLARRRR!
Sebuah batu sebesar orang dewasa hancur seketika dihantam pukulan si nenek yang tampak asal-asalan, membuat semua yang melihat terbelalak.
"Wah... kau jahat! Kalau mau main gelitik-gelitikan, jangan di sini..." sungut si bocah, membuat si nenek tertawa. Sungguh, gurauan yang mengerikan.
"Tak kusangka, pendekar hebat seperti Nenek Peniup Dupa dan si Bocah Setan Tua mau mendatangi tempatku yang jelek ini," puji Datuk Pengemis Nyawa dengan nada takjub.
lanjut dong