PENDEKAR IBLIS
Di dunia persilatan, siapa yang tak kenal julukan itu? Julukan Pendekar Iblis bukan sekadar gelar kosong. Sebutan "Pendekar" biasanya milik pendekar dari golongan putih, sementara "Iblis" sudah pasti melekat pada mereka yang berasal dari aliran hitam.
Tapi sampai sekarang, tak ada satu pun orang yang bisa memastikan, Pendekar Iblis itu sebenarnya dari golongan mana.
Yang pasti, kemunculannya di dunia persilatan selalu bikin orang resah.
Pendekar Iblis adalah seorang pemuda bertubuh tinggi dan tegap, dengan bekas luka hampir di seluruh tubuhnya. Hanya wajahnya saja yang masih bersih malah bisa dibilang tampan. Ia selalu memakai baju warna biru terong, rambutnya sebahu, dan di pinggangnya terselip sebatang kayu cendana putih sepanjang satu lengan orang dewasa.
Ilmu silatnya luar biasa hebat. Wajar saja, sejak kecil ia belajar dari banyak pendekar hebat, baik dari golongan putih maupun sesat.
Bukan tanpa alasan ia jadi pendekar yang ditakuti. Demi menguasai ilmu silat, ia rela menderita dan penuh luka. Di balik semua itu, ia menyimpan dendam mendalam terhadap salah satu tokoh paling kuat dari golongan hitam.
Sejak kecil, hidupnya tak pernah kekurangan.
Dia anak dari kepala Gerombolan Perampok Macan Loreng yang ditakuti di wilayah Bukit Tanggupan Perahu. Ayahnya orang yang disegani, karena gerombolannya berada di bawah lindungan seorang pendekar sakti dari golongan hitam, yang dikenal dengan nama Datuk Pengemis Nyawa.
Pada suatu hari, ayahnya hendak menghadap Datuk Pengemis Nyawa untuk menyerahkan upeti. Ia membawa serta istrinya dan anak sulung perempuannya yang telah beranjak remaja. Namun, malapetaka datang tak disangka. Datuk Pengemis Nyawa, dengan hawa nafsu binatang, meminta agar anak perempuan itu diserahkan padanya.
Ayahnya tak terima. Harga diri dan darah meluap. Terjadilah bentrokan yang tak imbang. Datuk Pengemis Nyawa membantai mereka semua ayahnya, ibunya, dan sang kakak yang lebih dulu dinodai sebelum nyawanya direnggut.
Tanpa pemimpin, Gerombolan Macan Loreng lumpuh. Kesempatan ini digunakan oleh aliran putih untuk menyerang dan menghancurkan gerombolan itu hingga tak tersisa. Hanya dia seorang yang selamat.
Ditemukan oleh orang dari aliran putih, dibawa ke padepokan, dan diangkat menjadi murid.
Ilmu silat dia pelajari dengan tekun. Tapi luka masa lalu tak semudah itu hilang. Dendam tumbuh di dadanya, membara. Setelah merasa cukup ilmu, ia meninggalkan padepokan secara diam-diam.
Ia berkelana, menantang pendekar-pendekar hebat. Jika kalah, ia memohon agar diajari. Begitu terus, hingga dia punya banyak guru, dengan satu tujuan: membalas kematian orang tuanya di tangan Datuk Pengemis Nyawa pendekar hitam yang ditakuti, yang kini menjadi musuh besarnya.
Sudah lebih dari dua puluh tahun ia menggembleng diri tanpa kenal lelah, berguru dari satu pendekar ke pendekar lain. Ketika dirasa ilmunya telah cukup mumpuni, ia pun turun ke rimba persilatan, memburu seseorang yang dikenal dengan julukan Pengemis Nyawa.
Ia tak membawa nama perguruan, tak pula mengibarkan panji golongan tertentu. Ia bertindak karena rasa tak terima atas segala ketidakadilan yang dulu menimpa keluarganya dan para anggota Macan Loreng.
Apa pun bentuknya, selama ia melihat ketimpangan entah pendekar golongan Putih dikeroyok ramai-ramai, atau golongan Hitam dihajar tak imbang oleh golongan Putih ia pasti turun tangan. Ia berpihak pada keadilan, bukan pada warna.
Dan bila sudah berhadapan dengan orang yang zalim, kesadisannya bisa membuat nyali ciut. Ia tak segan membunuh dengan senjata milik lawannya sendiri tajamnya bilah dan tumpulnya besi tak pernah ia pilih-pilih.
Karena sikapnya itu, sampai saat ini belum ada satu orang pun yang benar-benar tahu, aliran apa sebenarnya yang dianut oleh Pendekar Iblis. Sosoknya misterius, seolah tak berpijak pada satu aliran mana pun. Sebagian pendekar pernah melihatnya entah saat ditolong, entah saat berhadapan sebagai lawan tapi selebihnya hanya mengenal julukannya saja. Nama aslinya? Tak seorang pun tahu.
Saat ini, Pendekar Iblis tengah duduk santai di sebuah warung nasi, menikmati hidangan yang baru saja dipesannya.
Tiba-tiba, penjaga warung datang tergopoh-gopoh mendekatinya...
"Mas... itu kudanya, kan...? Sekarang kayaknya mau dicuri orang..." bisik pemilik warung. Raka cuma melirik santai, melihat kudanya sedang digiring tiga orang berseragam kuning dengan golok besar terselip di pinggang mereka.
"Biarin aja...! Itu kuda juga hasil rampasan kok!" seru Raka lantang, sampai semua orang di warung menoleh kaget, lalu menatap para pencuri yang langsung gugup karena jadi pusat perhatian.
Udah terlanjur malu, ketiga orang itu malah pasang muka sangar, berdiri tegak sambil berkacak pinggang, menatap orang-orang di dalam warung.
"Ngapain kalian ngeliat-liat, hah?!" bentak salah satu dari mereka. Orang-orang di warung buru-buru menunduk, pura-pura sibuk menyantap makanan masing-masing. Pemilik warung pun cepat-cepat balik ke dapur.
Melihat orang-orang ketakutan, mereka malah makin pongah. Merasa gak ada yang bakal berani melawan, mereka pun masuk dengan langkah lebar, berdiri di tengah warung, tepat di sebelah meja Raka.
Tapi Raka? Dia tetap tenang, ngunyah makanannya seolah nggak terjadi apa-apa, cuek banget sama kehadiran mereka yang bikin semua orang merinding.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments