Aizha Adreena Hayva harus bertarung dengan hidupnya bahkan sebelum ia cukup dewasa, berhenti sekolah, mencari pekerjaan dan merawat adiknya karena orantuanya meninggal di malam yang sunyi dan tenang, bahkan ia tak menyadari apapun. bertahun-tahun sejak kejadian itu, tak ada hal apapun yang bisa dia jadikan jawaban atas meninggalnya mereka. ditengah hidupnya yang melelahkan dan patah hatinya karena sang pacar selingkuh, ia terlibat dalam one night stand. pertemuan dengan pria asing itu membawanya pada jawaban yang ia cari-cari namun tidak menjadi akhir yang ia inginkan.
selamat menikmati kehidupan berat Aizha!!
(karya comeback setelah sekian lama, please dont copy my story!)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Fhadillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
Setelah sebulan lebih dirawat di rumah sakit, Aizha dipindahkan ke rumah sakit jiwa karena kondisinya yang semakin buruk. Caiden selalu mengatakan bahwa Aizha akan segera sembuh, tak akan lama lagi dia akan pulang kerumah setiap kali Nuka bertanya kenapa kakaknya terlalu lama dirumah sakit, apa penyakit kakaknya sangat parah?
Aizha selalu tidak tahan setiap kali melihat Nuka yang menatapnya dengan mata bulat besar polosnya itu, sejak ia membunuh pria itu dan merasa senang karena hal itu, Aizha selalu merasa seperti monster, dia merasa dirinya telah berubah menjadi makhluk buas yang jahat dan entah kenapa ia merasa bisa melukai Nuka kapan pun dan dia tak mau hal itu terjadi. Aizha tak yakin kenapa ia dipindahkan ketempat ini, namun tempat ini terasa lebih buruk dari rumah sakit. Menurut Aizha ada banyak sekali orang jahat disini yang akan membawanya pergi dan menyuruhnya tidur dengan siapapun itu.
Dimana obat yang sering mereka berikan itu? kenapa dirinya tak di infus lagi? Dan Aizha akan mengamuk untuk memohon agar di infus lagi, dia akan terus mengaruk dirinya sendiri dan mengigiti dirinya sendiri karena tak ada seorang pun yang mendengarnya, lalu mereka akan membawanya pergi, mengurungnya di ruangan aneh dengan tangan terikat. Aizha sangat senang setiap kali Caiden berkunjung, tapi sepertinya pria itu tak terlihat begitu senang, apa dia mulai membenci Aizha? Apa itu karna Aizha membunuh pria sialan itu?
Aizha melakukan sesi konseling dan terapi dengan baik, lupakan tentang mengamuknya, dia mengikuti semua aturan dengan baik. Dari waktu ke waktu gadis itu menunjukan perkembangan yang baik, kesadarannya perlahan-lahan kembali normal dan kecanduannya mulai berkurang, dia mulai bisa mengendalikan diri dan sangat jarang mengamuk.
“kita akan melewati masa sulit ini” kata Caiden sambil menyuapi Aizha makan.
“eum… maafkan aku untuk semua ini” Aizha menunduk menatap jari-jarinya yang pucat dan lecet-lecet karena sering digigiti.
“tidak, ini bukan salahmu” Caiden bangkit dan mengecup kening Aizha.
Aizha menghabiskan waktu sekitar sebulanan lebih untuk menyembuhkan kecanduannya dan kejiwaannya dan kini ia dinyatakan bisa pulang. Aizha duduk dengan tenang menatap keluar jendela mobil dan disampingnya Caiden tengah menyetir dengan tenang. Hanya ada suara radio yang tengah memutar lagu Sweet Home Chicago oleh Robert Johnson yang entah bagaimana sedikit membuat Aizha merasa sedih, suara pria itu yang merdu mengisi mobil mereka.
“kamu lapar? Mau makan sesuatu dulu?” tanya Caiden akhirnya.
“tidak, aku hanya ingin berbaring” jawab Aizha tanpa mengalihkan tatapannya dari luar jendela.
Tanpa berhenti dimanapun lagi, mereka langsung meluncur ke apartemen Caiden. Nuka berada disana saat mereka sampai dan dengan semangat menyambut Aizha. Saat gadis kecil itu melihat kakaknya, dia langsung berlari dan berhambur ke pelukan kakaknya itu. pelukan itu terasa begitu hangat bagi Aizha, pelukan yang sudah begitu lama tak ia rasakan. Pelukan adik kecilnya terasa seperti rumah bagi Aizha, hangat dan nyaman, dan dirinya dapat bernapas dengan lega sekarang.
Sepanjang hari itu, Aizha dan Nuka duduk dikamar mereka, saling berbicara satu sama lain. Nuka bertanya bagaimana kondisi Aizha saat ini dan kakaknya menjawab dengan ceria bahwa ia baik-baik saja. Nuka juga menceritakan tentang sekolahnya, sekolah dasar cukup menyenangkan dan sekarang dia sudah bisa menulis angka-angka dan alfabet, Nuka juga menceritakan bagaimana hari-harinya saat ia tinggal dirumah Anne untuk beberapa waktu. Awalnya dia khawatir Caiden tak suka bersamanya, tak suka mengurusnya dan Nuka terlalu nakal untuk dirinya dan Nuka juga mengatakan dia takut tidak akan bertemu kakaknya lagi, namun saat melihat Caiden menjemputnya lagi Nuka sangat bahagia, dia tau ternyata dia tidak ditelantarkan, ada perasaan amat menyesal dan sedih mendengar adiknya bercerita walaupun gadis itu menceritkannya dengan ceria dan tersenyum lebar.
Setelah lama berbicara, mereka akhirnya terlelap tidur dengan saling berpelukan. Saat kedua gadis itu menghabiskan waktu mereka bersama, Caiden memilih untuk bekerja di kantornya, dia tak ingin mengganggu mereka.
Caiden memasak banyak untuk makan malam, berbagai jenis masakan karena dia ingin Aizha makan banyak, gadis itu belum makan apa-apa dari tadi siang. Caiden bukan orang yang tidak pernah berada di dapur, dia sudah akrab dengan berbagai peralatan dan bahan di dapur, bagian dari kehidupannya yang tinggal sendiri, walaupun begitu dia ingin memberikan yang terbaik untuk kedua gadis itu, jadi dia tak ingin ada yang salah atau berantakan, dia akan membuat makanan yang sangat enak dan layak untuk mereka.
Mereka makan bersama sambil mengobrol tentang berbagai hal, terasa cukup menyenangkan bagi mereka karena sudah lama tidak berkumpul seperti ini. setelah makan, Nuka pergi ke kamarnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan tidur karena besok dia harus sekolah. Saat Aizha hendak pergi ke kamar setelah selesai mencuci piring dan menyusun mereka dengan rapi di rak, Caiden menahannya dan mengajak Aizha duduk di ruang tamu untuk berbicara berdua. Mereka kini berada di sofa ruang tamu dengan gelas-gelas berisi cokelat panas, awalnya tak ada yang buka suara, Caiden mencoba mencari film-film bagus untuk ditonton dan Aizha hanya diam menunggu, sesekali menyesap cokelat panasnya.
Setelah beberapa menit diam sambil hanya menonton, akhirnya Caiden berbicara.
“kamu mengenal Eliya?” pertanyaan yang diajukan Caiden untuk membuka topik yang sedari di rumah sakit ingin ia bahas namun selalu ditahan karena khawatir Aizha akan tertekan karena belum siap untuk membahasnya.
“ya, kami berteman dari SMP, dia hanya setahun lebih tua dariku, dia gadis yang menyenangkan dan manis” Aizha menjawab dengan melirik Caiden sekilas lalu kembali menatap layar televisi yang menampilkan film kartun Moana.
“aku tidak tau itu, dia tak pernah membicarakan soal teman-temannya, dia bilang kamu meninggalkannya dan neneknya yah kamu tau selalu menanyaimu, kurasa dia kesepian dan cemburu, maafkan aku… mewakili Eliya” ada nada menyesal dalam suara Caiden, pria itu menunduk menatap kakinya yang terbalut kaos kaki putih.
“aku tak pernah menyangka dia akan melakukan hal semacam itu, sebelum semua kejadian ini terjadi, saat aku kembali ke kampung halamanku, aku bertemu dengan Eliya, dia mengatakan nenek Ina telah meninggal dan aku menyesal tak sempat bertemu dengannya lagi. Eliya cukup menyenangkan dan baik, kupikir di tempat itu sangat menyenangkan bertemu dengan teman lama, seseorang yang pernah cukup dekat denganmu dan aku merasa bersyukur untuk itu, dan dia melakukan semua ini, bahkan tanpa bisa kupahami kenapa, aku memikirkannya dengan keras kenapa dia melakukan semua ini bahkan pada beberapa perempuan lainnya dan aku masih tak bisa mengerti, aku bahkan melihat salah satu dari mereka mati karena overdosis” tidak ada air mata dari Aizha dan suaranya tak bergetar, namun Caiden bisa melihat mata Aizha yang menyiratkan kepedihan.
“setelah pemakamannya aku mendapatkan panggilan dari seorang psikiater yang menangani Eliya dan aku bertemu dengannya. Dia bilang beberapa tahun terakhir ini lebih berat bagi gadis itu dan kejiwaannya semakin parah, kau tau dia sempat di rawat namun dia memaksa keluar hingga hampir menghabisi nyawanya sendiri. Mereka sudah memberinya banyak terapi dan obat-obatan namun keadaannya sama sekali tidak membaik. Ku pikir dia hanya ingin menyakiti siapapun karena merasa tak ada yang menyayanginya, dia mengiginkan perhatian dan merasa tak pernah sekalipun mendapatkannya, aku tidak tau darimana dia dapatkan uang sebanyak itu untuk melakukan semua hal-hal buruk itu, namun aku merasa menyesal dia dilahirkan… dengan situasi seperti ini, menyesal karena ayahnya pria sialan itu” tenggorokan Caiden rasanya sakit bahkan cokelat panas itu tak bisa melelehkan apapun yang mengumpal didalam tenggorokannya. Bukan pertemuan seperti itu yang ia harapkan dengan seseorang yang sudah tumbuh bersamanya, andai saja ada kesempatan yang lebih baik dari itu namun itu mustahil, tak ada lagi sosok Eliya di dunia ini, tak ada lagi pertemuan selanjutnya yang dapat terjadi. Aizha hanya menghela napas, ia sadar dunia memang teramat kejam bagi siapapun.
“hari minggu aku berencana bertemu dengan mamaku, ikutlah bersamaku, kita ajak Nuka juga” pinta Caiden sambil menggenggam tangan Aizha dan gadis itu mengangguk dengan senyum manisnya.
“baiklah” Caiden memberikan sebuah ciuman ringan di bibir Aizha lalu mengusap puncak kepalanya.
“kalau begitu tidurlah, kamu pasti lelah” kata pria itu kemudian.
Aizha memang sudah tidak mengkonsumsi narkoba jenis apapun lagi namun terkadang keinginannya pada benda adiktif itu muncul, ada hari-hari dimana Aizha merasa ingin mengkonsumsinya lagi, ingin merasakan efeknya lagi. Padahal ini semua tak pernah ia mulai, semua ini tak pernah ada dalam rencana hidupnya, namun saat ia dikurung sama seperti perempuan-perempuan lain, mereka selalu dicekoki dengan obat-obatan terlarang itu, bahkan terkadang oleh pria-pria sialan yang memesan mereka, memasukan secara paksa semua zat itu kedalam tubuh mereka. efeknya begitu kuat bagi Aizha bahkan sampai sekarang, kehidupannya hancur dan tak akan pernah jadi seperti semula lagi, awal dimana semua masih baik-baik saja bahkan jika mereka tak punya uang sama sekali.
Apa yang bisa Aizha lakukan?! Tak ada dendam lagi pada dirinya karena bagaimanapun orang yang menyebabkan semua ini telah meninggal, telah pergi ke alam yang lain dan meninggalkan dunia ini. yang bisa Aizha lakukan saat ini untuk melanjutkan kehidupannya adalah mencari hal-hal baru untuk dilakukan. Terkadang Aizha merajut, dia mulai merawat bunga matahari yang ia beli sendiri, dan dia mulai berkumpul seminggu sekali dengan kumpulan orang-orang yang memiliki berbagai jenis masalah dalam hidup mereka sama seperti dirinya, duduk bersama dan saling berbagi cerita dan berbagi solusi, semua itu terasa begitu positif untuk Aizha saat ini. Aizha berencana untuk kembali bekerja namun Caiden melarangnya.
Setelah hari-hari terlewati dan minggu pun tiba. Sesuai dengan rencana Caiden, mereka bertiga akan pergi mengunjungi ibunya Caiden (lebih tepatnya makamnya). Dari pagi mereka sudah bersiap-siap karena perjalanannya lumayan jauh. Mereka berpenampilan dengan baik, Nuka memakai gaun biru muda dengan lengan tali yang diikat pita, Caiden memakai kemeja putih dengan celana kain berwarna cokelat tua, dan Aizha memakai gaun putih melewati lututnya dengan sedikit hiasan bunga-bunga kecil di bagian bawahnya, mereka harus berpenampilan rapi untuk bertemu dengan ibunya Caiden, bahkan walaupun hanya berdiri di depan batu nisannya.
Perjalanan kali ini tak begitu suram, ada percakapan tentang apapun yang terus mengalir sepanjang jalan. Nuka bukan gadis yang rewel bahkan jika kepanasan di dalam mobil di cuaca yang terik dan pendingin udara dalam mobil tidak berfungsi, gadis kecil itu hanya duduk diam sambil menikmati berbagai cemilannya.
Mereka sampai di tempat pemakaman itu, berjalan beriringan ke tempat dimana ibu Caiden terbaring selamanya dibawah kedalaman tanah. Mereka berdiri disana dalam diam untuk beberapa saat lalu mulai berdoa, setelahnya Caiden berbicara pada ibunya, pada bayang-bayang ibunya. Memperkenalkan kedua gadis itu dan mengatakan kalau selama ini hidupnya baik-baik saja. Caiden juga mengatakan bayi kecil yang dulu ibunya rawat juga sudah pergi dan seharusnya saat ini mereka sudah bertemu, Caiden juga mengatakan semoga mereka bisa akur agar tak merasa terlalu kesepian lagi, mereka sudah begitu berat menjalani kehidupan, ada begitu banyak rasa sakit yang sudah mereka rasakan dan semoga saat ini mereka bisa saling memaafkan.
Setelah cukup lama disana, sebelum pergi, mereka juga ke tempat Eliya, tempat peristirahatan gadis itu. Caiden berbicara beberapa hal sama seperti dulu mereka berbicara, seperti dulu saat sebelum mereka berpisah, dulu sekali saat semua tak begitu berat bagi mereka. Aizha juga mengatakan kini dia tak lagi marah padanya, dia tak akan dendam atas semua yang telah Eliya lakukan padanya dan Aizha juga meminta maaf karena mungkin dia kurang memperhatikan Eliya atau kurang memperlakukannya dengan baik.
Mereka berkendara lagi menjauh dari tempat itu, menjauh dari bayang-bayang kedua orang itu. Caiden menghentikan mobilnya di restoran yang pertama kali ia lihat, ini sudah waktunya makan siang dan ia tak ingin kedua gadis itu merasa lapar lebih lama lagi. Restoran itu tak begitu besar, hanya restoran sederhana pinggiran kota namun makanan yang mereka sajikan tidak buruk, bahkan pencuci mulutnya enak. Setelah makan mereka kembali melanjutkan perjalanan pulang. Aizha bertanya apa Caiden lelah mengemudi agar mereka bisa bertukar dan pria itu bisa istirahat, namun Caiden bilang itu tak perlu dan dia baik-baik saja.