Suami terbangsat adalah suami yang berusaha menjadi pahlawan untuk perempuan lain namun menjadi penjahat untuk istrinya sendiri. Berusaha menjadi teman terbaik untuk perempuan lain, dan menjadi musuh untuk istrinya sendiri.
Selama dua tahun menikah, Amora Juliansany tidak pernah mendapatkan perhatian sedikitpun dari sang suami yang selalu bersikap dingin. Menjadi pengganti mempelai wanita yang merupakan adiknya sendiri, membuat hidup Amora berada dalam kekangan pernikahan.
Apalagi setelah adiknya yang telah ia gantikan sadar dari komanya. Kedekatan sang suami dan adiknya hari demi hari membuat Amora tersiksa. Mertuanya juga ingin agar Amora mengembalikan suaminya pada adiknya, dan menegaskan jika dia hanya seorang pengganti.
Setelah tekanan demi tekanan yang Amora alami, wanita itu mulai tak sanggup. Tubuhnya mulai sakit-sakitan karena tekanan batin yang bertubi-tubi. Amora menyerah dan memilih pergi meninggalkan kesakitan yang tiada akhir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingatan yang menyakitkan
"Aku sudah menunggu begitu lama, bagaimana hingga detik ini belum ada kabar mengenai istriku?!" Megan meraup kasar wajahnya.
Lagi-lagi emosi Megan tersulut, setelah pertengkaran hebatnya dengan Sunny beberapa hari lalu, kini lagi-lagi orang-orang yang ditugaskan untuk mencari keberadaan sang istri datang dengan berita hampa.
Sudah tak terhitung lelaki itu marah pada Bobin saat orang yang dipercaya menemukan Amora tidak membawa kabar seperti harapannya. Sering, teramat sering sampai Bobin merasa kebal dengan amarah tuannya.
Makin hari stamina tuannya semakin menurun, jika biasanya ruang kerja akan berantakan bak kapal pecah karena amukan laki-laki tersebut, beberapa hari belakangan Megan hanya mengerang marah dengan tangan memukul udara.
Terus terang keadaan Megan membuat Melinda sedikit merasa khawatir. Terlebih, kini anak lelakinya itu jarang mau bicara, Megan menghabiskan waktunya di kantor dan diruang kerja. Bahkan ketika Melinda sengaja datang, Megan memilih mengunci diri di ruang kerja atau kamarnya guna menghindari sang Mama.
Hanya Bobin yang bebas menemui laki-laki itu. Dan perasaan yang sama juga melanda pria yang menjadi tangan kanan lelaki itu.
"Tuan butuh istirahat." Bobin menyuara lirih. "Tuan, jika nyonya berada di sini beliau akan sangat khawatir jika melihat tuan kurang istirahat, selama ini nyonya sering diam-diam menanyakan jadwal tuan, beliau yang selama ini mengirim makanan dan vitamin agar tuan terpenuhi nutrisinya, nyonya juga akan menunggu di balkon jika tuan lembur, diam-diam menyelinap masuk jika mobil tuan sudah memasuki halaman." pria itu tersenyum kala memikirkan tingkah Nyonya nya.
Megan pun memaksakan senyuman. Dia sungguh tak tahu harus bereaksi bagaimana dengan segala hal yang baru ia ketahui. Dalam benaknya, ia sangat menyesal mengetahui segalanya disaat seperti ini. Dibenaknya, hanya ada kenang-kenangan saat ia terus menjadi suami brengsek bagi Amora selama dua tahun terakhir. Proses dan pesta pernikahan, dan setiap momen saat dia mengabaikan semua perhatian istrinya. Kenang-kenangan yang ingin dia ubah lebih baik jika bisa memutar balik waktu.
"Maaf Tuan, saya tidak bermaksud membandingkan nyonya dengan Nona Sunny, Nona Sunny juga cantik, cocok dengan Tuan." Bobin menambahkan.
Megan tersenyum hambar. Ia paham, Bobin sedang cemas. Megan sadar, perempuan yang ada dalam hati dan pikiran, serta sosok yang dia inginkan bukan yang sedang Bobin puji cantik. Megan tak lagi berdebar saat Sunny menatapnya penuh cinta. Laki-laki itu tak lagi merasakan hal yang sama saat Sunny mengisyaratkan ingin menghabiskan sepanjang malam dengan memadu kasih, alih-alih mendamba, Megan justru bosan, karena di pelupuk matanya hanya terlukis wajah Amora yang bersedih.
Lama Megan terdiam. Menikmati penyesalan, terasa begitu menyesakkan setiap detiknya menggerogoti dada. Bobin bangkit lebih dulu saat dia merasa sudah tak ada lagi yang akan dia sampaikan. Laki-laki itu menanggapi kata pamit Bobin dengan berdiam diri.
*******
Sementara dibelahan negara lainnya.
Varel duduk memperhatikan perempuan yang kini tengah tersenyum menatapnya.
Ingatan Varel terseret pada saat mereka berada di tanah air.
Varel tidak tahu mengapa dia ingin menjadi pelindung Amora. Hatinya seolah terpaut dengan wanita itu entah karena rasa kasian ataukah karena dendam yang sesungguhnya berkobar dalam aliran darahnya. Karena bagaimanapun Amora ada keterkaitan dengan luka masa lalu.
"Amora, boleh aku bertanya sesuatu?"
Perempuan itu mengerjab, sebelum akhirnya ngangguk.
"Apa kamu benar-benar ingin bercerai dengan Megan?"
Cukup lama Varel menunggu Amora bereaksi, hingga akhirnya kalimat panjang keluar dari bibir perempuan itu.
"Tidak ada pilihan, aku memang harus menghapus dia dari niat baik ku, biar dia menjadi asing kembali, membiarkannya bahagia tanpa berlari menjauhiku karena aku tidak akan mengejarnya lagi."
Varel menatap keputusasaan dari binar bening perempuan itu, entah mengapa harinya ikut sakit mendengar keputusan Amora. Sesakit itukah luka yang dirasakan Amora?
"Amora memegang saat Varel membawa ibu jarinya untuk menghapus lelehan air mata di pipinya. Perlakuan lembut Varel begitu aneh untuk perempuan itu.
Seperti kalimat yang mengatakan, orang yang terbiasa menerima pisau dia akan bingung merespon jika diberi bunga.
Amora terbiasa disakiti, dicaci, dibandingkan, tidak hanya bersama Megan saja, bahkan di tengah keluarganya sendiri. Namun, bersama Varel dia selalu mendapat perlakuan lembut dan perhatian ini hal baru dan terlalu asing untuknya.
"Bantu aku melupakan dia..."
Kalimat penutup dihari itu.
Kini Varel kembali menatap Amora yang masih tersenyum, operasinya sudah dilakukan beberapa bulan yang lalu, hasil dari laboratorium juga sudah ada, tetapi rasa khawatirnya belum juga hilang. Amora masih perlu melakukan serangkaian operasi lagi, operasi terakhir yang dilakukan adalah Operasi pemasangan tengkorak kepala, atau kranioplasti.
"Jangan menatapku begitu, kamu bikin aku grogi," Varel ikut tersenyum mendengar protes Amora.
"Jangan GR, aku lihat apel, bukan lihat kamu!" elak Varel.
Terdengar dengusan sebal dari wanita itu yang membuat Varel tak kuasa menahan tawa lirihnya.
"Okay aku ngaku, habisnya kamu nggak tidur-tidur."
Amora menghela napas. "Aku capek baring terus, pengennya keluar dari sini." keluhannya.
"Begitu? Oke, aku akan meminta izin pada dokter untuk membawamu ke taman. Tapi besok, kamu sekarang tidur dulu." Varel mendekati Amora yang seketika tersenyum lebar.
"Kamu janji?" tanyanya.
"Janji!"
jangan kasi celah untuk Megan masuk lagi dalam hidup mu...
bukan hanya tanya jawab udah seperti interview pekerjaan...
jelaskan sejelas jelasnya gimana kehidupan Amora dulunya...😒
dia harus tau siapa itu Megan...
ceritakan semuanya tanpa ada yang ditutupi,agar Amora bisa memilih siapa tangan yang akan dia genggam untuk kedepannya.walaupun aku lebih memilih Varel jodoh Amora selanjutnya...