NovelToon NovelToon
TERPERANGKAP

TERPERANGKAP

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / One Night Stand / Selingkuh / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Barat
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: wiedha saldi sutrisno

Samantha tidak mampu mengingat apa yang terjadi, dia hanya ingat malam itu dia minum segelas anggur, dan dia mulai mengantuk...kantuk yang tidak biasa. Dan saat terbangun dia berada dalam satu ranjang dengan pria yang bahkan tidak ia kenal.

Malam yang kelam itu akhirnya menjadi sebuah petaka untuk Samantha, lelaki asing yang ingin memiliki seutuhnya atas diri Samantha, dan Samantha yang tidak ingin menyerah dengan pernikahannya.

Mampukah Samantha dan Leonard menjadi pasangan abadi? Ataukah hati wanita itu bergeser menyukai pria dari kesalahan kelamnya?

PERINGATAN KONTEN(CONTENT WARNING)
Kisah ini memuat luka, cinta yang kelam, dan batas antar cinta dan kepasrahan. Tidak disarankan untuk pembaca dibawah usia 18 tahun kebawah atau yang rentan terhadap konten tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiedha saldi sutrisno, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 25 : Menari dalam Bahaya

Malam itu, Samantha duduk sendirian di ruang kerjanya, ditemani cahaya redup dari lampu meja dan setumpuk laporan yang baru saja dikirimkan Miles melalui email terenkripsi. Setiap lembar data yang terbuka menelanjangi kebenaran yang selama ini hanya samar-samar terasa, jejak-jejak digital, percakapan tersembunyi, dan koneksi tak terduga yang mengaitkan Clara pada berbagai akun anonim yang menyebarkan rumor keji tentang dirinya.

Ada satu nama yang berulang: Clara.

Dan tak hanya itu, nama-nama kecil lain yang ikut menyuapkan informasi ke dalam mulut gosip juga tercantum jelas. Mereka adalah rekan-rekan satu tim editorial, beberapa staf pendukung, dan satu orang dari departemen kreatif yang kerap terlihat duduk satu meja dengan Clara saat makan siang.

Semua yang dituduhkan Clara, diam-diam ia rancang sendiri.

Samantha menutup laptopnya perlahan, mengatur napas. Bukti sudah di tangan. Ia tidak perlu membentak, tidak perlu menyumpahi. Tidak perlu membawa Nathaniel. Ini adalah ruangnya. Jalannya.

Keesokan harinya, Samantha mengatur pertemuan pribadi dengan HRD dan pihak legal. Ia memaparkan bukti, menyusun laporan resmi, dan dalam waktu dua hari, Clara dipanggil untuk proses klarifikasi.

"Ini tidak seperti yang kau pikirkan, Sam…" Clara masih mencoba mempertahankan senyumnya, namun suaranya bergetar.

"Aku tahu. Karena yang kupikirkan lebih parah dari yang kau lakukan," jawab Samantha tenang, matanya tajam namun tak meninggikan suara.

"Semua ini hanya kecemburuan yang salah arah, Clara. Dan kau memilih jalan yang paling kotor."

Clara tertawa getir, menyadari tak ada celah untuk melawan.

"Jadi kau akan menjatuhkanku begitu saja?"

"Bukan aku yang menjatuhkanmu. Kau yang menggali lubangmu sendiri, aku hanya membiarkanmu jatuh."

Tak butuh waktu lama. Hari itu, Clara diputuskan untuk diberhentikan dengan hormat, untuk menutupi nama baik perusahaan. Tapi di dalam, semua tahu ini adalah pemecatan.

Yang mengejutkan, Nathaniel tidak terlibat sama sekali. Dan saat kabar itu sampai ke telinganya, pria itu hanya menyunggingkan senyum tipis dan berbisik sendiri, kau mulai belajar dengan sangat baik, Samantha.

Samantha melangkah keluar dari ruang manajemen dengan langkah ringan. Untuk pertama kalinya, ia merasa seluruh kantor benar-benar berada dalam genggamannya, bukan karena kekuasaan, tapi karena kebenaran dan keberanian. Dan itu lebih dari cukup.

...****************...

Kabar pemecatan Clara menyebar lebih cepat daripada gosip yang dulu pernah ia taburkan. Tidak ada pengumuman resmi, hanya berita yang mengalir dari mulut ke mulut, dibisikkan di ruang kopi, di tangga darurat, di sela rapat-rapat kecil.

"Clara sudah angkat kaki?"

"Katanya sih karena masalah etik kerja. Tapi kayaknya ada yang lebih dari itu…"

"Dia pikir dia bisa mengalahkan Samantha? Konyol."

Kantor mulai terasa seperti papan catur yang baru saja dirombak. Para bidak yang selama ini setia pada Clara mendadak kehilangan arah. Beberapa dari mereka mulai menjaga jarak dari drama, yang lainnya mencoba mendekat ke lingkaran Samantha, berharap mendapatkan tempat yang lebih aman.

Tapi Samantha bukan tipe yang mudah lupa.

Ia tak menyingkirkan siapa pun secara terang-terangan, namun ketegasan dalam langkah dan ketelitian dalam evaluasi kerja cukup memberi sinyal bahwa ia tidak akan memberi tempat bagi pengkhianatan kedua kali. Ruang editorial kini bekerja lebih efisien, bukan karena ketakutan, tapi karena adanya kejelasan siapa yang layak dihormati.

Yang mengejutkan banyak orang, Samantha tetap tenang. Ia tidak sombong, tidak berubah jadi tiran. Justru lebih bijak, lebih memimpin daripada memerintah. Ia mulai membuka lebih banyak ruang diskusi, melibatkan staf-staf junior dalam proses kurasi konten, bahkan menyempatkan diri mengobrol ringan saat jam makan siang.

Kepercayaan perlahan tumbuh kembali. Orang-orang mulai menyadari, bahwa di balik gosip-gosip lama yang sempat mereka percaya, ada seorang pemimpin sejati yang sedang dibentuk oleh luka, tekanan, dan pengkhianatan.

Samantha tidak menjilat luka, ia menjadikannya senjata.

Dan dalam diamnya di ruang kerjanya yang tenang, ia tahu… satu musuh telah tumbang. Tapi jalan menuju pembebasan penuh dari bayang-bayang Nathaniel masih panjang. Namun kini, ia tidak sendirian. Ia telah membuktikan bahwa dirinya tidak hanya cantik dan tajam, tapi juga layak untuk ditakuti.

...****************...

Samantha baru saja merapikan berkas terakhirnya ketika ponselnya bergetar. Sebuah pesan singkat dari Nathaneil:

"Jangan pulang dulu. Aku ingin menunjukkan sesuatu. Sudah kupastikan tempatnya aman dan hanya untuk kita berdua."

Sejenak, Samantha termenung. Ada sesuatu dalam nada pesan itu yang membuatnya waspada, namun juga sulit untuk diabaikan. Dalam sekejap, rasa penasaran mengalahkan logika, dan ia pun melangkah keluar dari ruangannya, mengikuti arahan yang dikirim Nathaneil melalui pesan.

Tempat yang dituju bukan restoran mewah, bukan pula hotel bintang lima seperti biasanya. Melainkan sebuah ruangan tersembunyi di lantai atas gedung yang jarang digunakan, sebuah lounge pribadi dengan jendela kaca besar yang menyuguhkan pemandangan kota yang mulai berpendar cahaya malam.

Ketika pintu terbuka, Samantha tertegun.

Ruangan itu telah diubah sepenuhnya. Lampu temaram berpendar lembut. Di tengah ruangan berdiri meja kecil dengan dua kursi, di atasnya sebotol anggur dan dua gelas kristal. Di sisi lain, sebuah grand piano hitam berdiri anggun, dan di sampingnya, sebuah kotak beludru ungu tua tergeletak, seperti menanti untuk dibuka.

"Untukmu," ujar Nathaneil lembut dari sudut ruangan. Ia berjalan pelan, membawa secarik senyum yang sulit ditebak. "Kau telah bekerja luar biasa akhir-akhir ini. Aku pikir kau pantas mendapat sedikit… pengakuan."

Samantha menatap kotak itu dengan hati berdebar. Ia tahu, ini bukan sekadar hadiah biasa. Semuanya terasa terlalu sempurna, terlalu penuh perhitungan. Tapi ketika ia membuka kotaknya dan menemukan sebuah kalung berliontin zamrud, batu langka yang warnanya hampir serupa dengan iris matanya, ada bagian kecil dari hatinya yang tetap terguncang.

"Kenapa?" bisiknya, tak kuasa menyembunyikan campuran bingung dan kagum.

Nathaneil mendekat. "Karena kau membuatku melihat dunia dengan cara yang berbeda. Karena meskipun kau mencoba menahanku… kau tetap jadi wanita yang tidak bisa kulepaskan."

Samantha menarik napas dalam-dalam. Di balik kilau batu mulia itu, ia tahu, semakin dalam Nathaneil tenggelam dalam pesonanya, semakin besar pula taruhannya. Tapi di balik senyumnya yang tenang, ia menyimpan satu keyakinan, bahwa permainan ini masih jauh dari selesai, dan jika ia harus menjadi bidak terakhir yang berdiri, ia akan memastikannya dengan setiap langkah yang ia ambil.

...****************...

Samantha memandangi kalung itu di tangannya cukup lama setelah Nathaneil berpaling untuk menuangkan anggur. Kilau zamrudnya menangkap cahaya malam dengan indah, seperti sepasang mata yang diam-diam mengawasinya. Namun bukan keindahan perhiasan itu yang membuat jantungnya berdetak tak beraturan, melainkan makna di balik pemberiannya.

Nathaneil bukan pria yang memberi tanpa alasan.

Ia tahu itu.

Segalanya darinya adalah kalkulasi dan strategi. Bahkan kelembutan yang tampak tulus itu, bisa jadi hanyalah tali beludru yang perlahan-lahan mengikat lehernya. Tapi ironisnya, justru karena itu, Samantha merasa semakin kuat.

Samantha tersenyum tipis, lalu perlahan mengenakan kalung itu di lehernya sendiri. Liontin zamrud itu terasa dingin menyentuh kulitnya, seperti pengingat, bahwa ia sedang menari dengan bahaya, dan bahaya itu kini menempel tepat di atas jantungnya.

Saat Nathaneil kembali menghampiri, ia memandang Samantha sejenak, ada kilatan kekaguman yang jelas di matanya.

"Itu terlihat... seperti memang diciptakan untukmu," katanya pelan.

Samantha menatapnya lurus. Senyumnya tidak menggoda, tidak pula sepenuhnya ramah, hanya tenang, dan sangat sadar.

"Kalau begitu, aku akan memakainya sampai akhir permainan," jawabnya lembut.

Nathaneil terkesiap kecil, ia tak menyangka kalimat itu akan keluar dari bibir Samantha. Tapi wanita itu dengan tenang mengangkat gelas anggurnya, menyentuh gelas milik Nathaneil dengan satu ketukan pelan.

"To the game we chose to play."

Nathaneil tertawa kecil, mengangkat gelasnya dengan senyum yang tak bisa ditebak. "And may the best liar win."

Tapi hanya Samantha yang tahu, bahwa ia tak datang ke permainan ini hanya untuk menang. Ia datang untuk membongkar segalanya. Untuk membuat lelaki di hadapannya runtuh dengan caranya sendiri. Dan malam itu, saat cahaya malam mencium kulitnya yang dingin oleh permata mahal, Samantha tahu, waktunya sudah semakin dekat.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!