NovelToon NovelToon
Married To Mr. Killer

Married To Mr. Killer

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Nikahmuda
Popularitas:8.2k
Nilai: 5
Nama Author: muliyana setia reza

Intan Puspita Dewi (17) tidak pernah membayangkan masa mudanya akan berakhir di meja akad nikah. Lebih parah lagi, laki-laki yang menjabat tangan ayahnya adalah Argantara Ramadhan—dosen paling dingin, killer, dan ditakuti di kampus tempatnya baru saja diterima.

Sebuah perjodohan konyol memaksa mereka hidup dalam dua dunia. Di rumah, mereka adalah suami istri yang terikat janji suci namun saling membenci. Di kampus, mereka adalah dosen dan mahasiswi yang berpura-pura tak saling kenal.

"Jangan pernah berharap aku menganggap ini pernikahan sungguhan," ucap Arga dingin.

Namun, sekuat apa pun mereka menjaga rahasia, tembok pertahanan itu perlahan retak. Ketika benci mulai terkikis oleh rasa cemburu, dan dinginnya sikap perlahan mencair oleh perhatian, sanggupkah mereka menyangkal bahwa cinta telah hadir di antara skenario sandiwara ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon muliyana setia reza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dua Jalan Yang Berbeda

Kabar baik itu datang bersamaan dengan cerahnya matahari pagi di Puncak. Kakek Fauzi sudah bisa duduk tegak tanpa bantuan sandaran bantal, dan rona merah segar telah kembali ke wajah tuanya. Nafsu makannya pun membaik; semangkuk bubur kacang hijau ludes tak bersisa.

"Alhamdulillah," ucap Bu Ratih lega, membereskan mangkuk kakek. "Kalau begini terus, lusa Papa sudah bisa jalan-jalan ringan di taman."

"Ini semua berkat suster pribadi Papa yang paling cantik," goda Kakek Fauzi sambil menunjuk Intan yang sedang menyiapkan obat.

Intan tersenyum tulus. "Kakek bisa aja. Yang penting obatnya diminum ya, Kek. Biar Intan tenang kalau nanti balik kuliah."

Mendengar kata "kuliah", Arga yang sedang menyeruput kopinya di sofa kamar langsung menajamkan telinga. Hari ini Senin. Libur darurat mereka sudah usai. Kewajiban akademik memanggil kembali.

"Kalian berangkat jam berapa?" tanya Kakek Fauzi, menatap Arga dan Intan bergantian. "Hati-hati di jalan. Jangan ngebut, Ga. Kamu bawa nyawa berharga."

Arga meletakkan cangkir kopinya. Ia berdiri, merapikan kemeja kerjanya.

"Kami berangkat sekarang, Kek. Nanti macet kalau kesiangan," jawab Arga. Matanya beralih menatap Intan. "Ayo, Tan. Barang-barang kamu sudah saya masukkan ke bagasi mobil."

Intan meletakkan gelas air di nakas. Ia mencium tangan Kakek Fauzi dan memeluk mertuanya pamit.

Namun, saat sampai di teras depan di mana mobil Arga sudah dipanaskan oleh Pak Ujang, Intan berhenti.

Di sebelah mobil sedan hitam mewah Arga, terparkir sebuah taksi online yang mesinnya menyala.

Arga mengerutkan kening. Ia menoleh pada Intan. "Itu taksi siapa?"

"Taksi saya," jawab Intan santai sambil membenarkan tali tasnya.

Rahang Arga mengeras. "Maksud kamu apa? Kita berangkat dari rumah yang sama. Tujuan kita sama. Kenapa kamu pesan taksi?"

Intan menatap Arga datar. Ia memastikan tidak ada orang tua atau pelayan di sekitar mereka sebelum menjawab dengan suara pelan namun tajam.

"Mas lupa? Kita ini backstreet," ucap Intan, menggunakan kata yang terdengar ironis. "Kalau saya turun dari mobil Mas di depan lobi kampus, satu fakultas bakal heboh. Mas mau gosip nyebar? Mas mau Clarissa curiga?"

Nama Clarissa disebut lagi. Arga memejamkan mata sejenak, menahan kesal.

"Saya bisa turunkan kamu di halte depan kampus. Atau di jalan belakang. Nggak perlu buang uang naik taksi sampai Jakarta," debat Arga. Ia tidak suka ide mereka terpisah. Ia ingin Intan duduk di sampingnya selama perjalanan satu jam ke Jakarta.

"Nggak usah, Pak," tolak Intan formal. "Saya lebih nyaman tidur di taksi. Nggak perlu canggung, nggak perlu pura-pura ngobrol. Lagipula, Mas kan dosen terhormat. Nggak level jadi sopir mahasiswi."

Kata-kata itu adalah bumerang dari ucapan Arga di masa lalu yang kini dilemparkan balik oleh Intan.

"Intan, please..." Arga mencoba meraih lengan istrinya. "Jangan keras kepala."

Intan mundur selangkah. "Saya nggak keras kepala. Saya cuma realistis. Di dalam rumah ini, saya istri Mas demi Kakek. Tapi begitu saya melangkah keluar gerbang itu..." Intan menunjuk gerbang besi tinggi. "...saya cuma Intan, mahasiswi biasa. Dan Mas cuma Pak Arga, dosen pembimbing saya."

Tanpa menunggu jawaban Arga, Intan berjalan menuju taksi online itu. Ia membuka pintu belakang.

"Sampai ketemu di kampus, Pak," ucap Intan singkat, lalu masuk dan menutup pintu.

Arga berdiri terpaku di samping mobil mewahnya. Ia melihat taksi itu melaju pelan keluar dari pekarangan rumah, meninggalkannya sendirian.

Rasa sesak kembali menghimpit dada Arga. Padahal mereka menuju tempat yang sama, tapi Intan memilih membayar orang asing daripada duduk bersamanya.

"Sial," umpat Arga, memukul atap mobilnya.

Perjalanan ke Jakarta terasa sepi dan menyiksa bagi Arga. Kursi penumpang di sebelahnya kosong. Biasanya, saat berangkat bersama (dulu, sebelum konflik memuncak), Arga akan diam-diam melirik Intan yang tertidur atau sibuk menghafal materi.

Sekarang, hanya ada tas kerjanya yang bisu.

Sesampainya di Universitas Pelita Bangsa, Arga memarkir mobilnya di slot khusus dosen. Mood-nya hancur berantakan.

Ia berjalan menuju gedung fakultas dengan wajah kaku dan aura mendung yang membuat mahasiswa minggir ketakutan.

Saat ia hendak menaiki tangga lobi, langkahnya terhenti.

Di area drop-off mahasiswa, taksi yang tadi ditumpangi Intan baru saja berhenti.

Arga bersembunyi di balik pilar besar—kebiasaan baru yang menyedihkan bagi seorang dosen berwibawa. Ia mengamati.

Intan turun dari taksi. Wajahnya terlihat segar. Tidak ada beban.

Dan detik berikutnya, seseorang mendekat.

"Pagi, Tan! Tumben naik taksi?"

Rangga Pangestu. Ketua BEM itu entah muncul dari mana, langsung menyambut Intan dengan senyum lebar.

"Pagi, Kak. Iya, lagi pengen aja," jawab Intan ramah. Senyum yang ia berikan pada Rangga sangat manis—berbeda jauh dengan wajah tembok yang ia tunjukkan pada Arga tadi pagi.

"Udah sarapan belum? Ke kantin yuk, gue traktir bubur ayam," ajak Rangga, natural sekali mengambil tas laptop Intan untuk dibawakan.

"Boleh deh. Kebetulan tadi pagi cuma makan roti dikit," Intan mengangguk setuju.

Mereka berjalan beriringan menuju kantin. Tertawa. Mengobrol. Terlihat serasi. Seperti pasangan mahasiswa normal yang bahagia.

Arga mencengkeram tas kerjanya erat-erat hingga kulit tas itu mengerut.

Di rumah Puncak, Intan adalah istrinya yang merawat kakeknya.

Tapi di sini, di dunia nyata, Intan seolah milik Rangga.

Arga ingin sekali berlari ke sana, menarik Intan, dan berteriak bahwa gadis itu sudah sarapan bersamanya tadi pagi. Tapi ia tidak bisa.

Ponsel di sakunya bergetar. Pesan masuk dari Kakek Fauzi.

Kakek Fauzi:

Ga, Intan sudah sampai kampus? Tolong jagain istri kamu ya. Jangan biarkan dia capek.

Arga membaca pesan itu dengan hati perih.

Jagain gimana, Kek? batin Arga menjerit. Dia bahkan nggak mau satu mobil sama Arga. Dia lebih bahagia sama orang lain.

Arga menarik napas panjang, mencoba menetralkan emosinya sebelum masuk ke ruang dosen. Ia harus kembali memakai topengnya. Topeng "Pak Arga" yang dingin dan tak tersentuh.

Namun, saat ia melangkah masuk ke koridor, ia berpapasan dengan Intan dan Rangga yang hendak berbelok ke kantin.

Mereka bertiga berhenti. Segitiga yang canggung.

"Pagi, Pak Arga," sapa Rangga sopan, meski matanya menyiratkan kewaspadaan.

Intan menunduk sedikit. "Pagi, Pak."

Suara Intan formal. Asing. Seolah mereka tidak tidur di kasur yang sama semalam.

Arga menatap mereka berdua. Ia menatap tangan Rangga yang memegang tas Intan.

"Pagi," jawab Arga singkat, suaranya sedingin es.

Ia berjalan melewati mereka tanpa menoleh lagi. Tapi di dalam hati, Argantara sadar satu hal yang menakutkan:

Saat Kakek Fauzi sembuh total nanti, dan alasan mereka untuk bersama hilang, Intan mungkin akan benar-benar pergi. Dan saat itu terjadi, Arga tidak akan punya alasan apa-apa lagi untuk menahannya.

Hari ini, perpisahan mobil itu terasa seperti latihan untuk perpisahan yang sesungguhnya. Dan Arga belum siap. Sama sekali belum siap.

1
Miramira Kalapung
Suka banget sama cerita nya Thor, semoga cepat update yah🥰🥰
sarinah najwa
miris sekali hudupnu pak dosen 😅silahkan menikmati buah dari perbuatAnmu ..
Rian Moontero
lanjuuuttt👍👍😍
Sri Wahyuni
Luar biasa
☠ᵏᵋᶜᶟ𝕸y💞Putri𖣤​᭄
sukurin Arga....
makan tuh gengsi Segede gaban😄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!