NovelToon NovelToon
HIGANBANA NO FUKUSHU

HIGANBANA NO FUKUSHU

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / CEO / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Dokter / Bullying dan Balas Dendam / Sugar daddy
Popularitas:190
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

Setelah orang tuanya bunuh diri akibat penipuan kejam Agate, pemimpin mafia, hidup siswi SMA dan atlet kendo, Akari Otsuki, hancur. Merasa keadilan tak mungkin, Akari bersumpah membalas dendam. Ia mengambil Katana ayahnya dan meninggalkan shinai-nya. Akari mulai memburu setiap mafia dan yakuza di kota, mengupas jaringan kejahatan selapis demi selapis, demi menemukan Agate. Dendam ini adalah bunga Higanbana yang mematikan, menariknya menjauh dari dirinya yang dulu dan menuju kehancuran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Interrogation and Arrest

Para pria bertopeng dari mobil Hummer bergerak dengan cepat dan brutal. Mereka adalah profesional dalam melumpuhkan.

​Para pria yang keluar dari mobil Hummer mengeluarkan Kevin dengan paksa dari sedan peraknya. Dokter Kevin, yang terbiasa dengan kemewahan, berteriak panik. Mereka segera memukulnya tanpa ampun, bertujuan untuk melumpuhkan tanpa melukai fatal.

​Kevin berusaha melawan dan mengancam mereka dengan nama besar organisasinya.

​"Kalian tahu siapa aku?! Kalian akan berurusan dengan AgateX! Aku akan memastikan kalian mati perlahan!" raung Kevin, meski suaranya teredam oleh pukulan.

​Ancaman itu tidak mempan. Mereka adalah orang-orang Indra, yang tidak takut pada yakuza. Mereka terus memukuli Kevin hingga pingsan.

​Lalu Indra muncul bersama Akari dari balik BMW hitam. Indra mengamati hasil kerja mereka dengan ekspresi puas.

​Beberapa pria mengikat Kevin dengan kabel zip yang kuat, menutup mulutnya dengan lakban, dan memasukkan ke bagasi mobil Indra yang anti peluru.

​Setelah target teramankan, Indra mendekati salah satu pria bertopeng yang tampaknya menjadi pemimpin mereka.

​"Terima kasih banyak atas bantuannya," kata Indra, sambil mengeluarkan beberapa lembar uang.

​Pria itu menolak uangnya. Indra menyampaikan pesannya kepada ketua mereka.

​"Sampaikan salam hormatku pada atasanmu. Dan terima kasih untuk panggungnya."

​Pria itu dan timnya segera memberi hormat.

​"Siap, Senior," jawab pria itu dengan suara serak. "Ini adalah kewajiban membantu Senior yang dari militer. Ketua kami selalu memegang teguh janji. Kami akan membersihkan lokasi ini."

​Indra terkekeh.

​"Aku sudah bilang, seharusnya tidak perlu mengungkit hal itu lagi," sindir Indra. Ia tidak suka masa lalunya di militer diungkit.

​Lalu mereka berpisah. Mobil Hummer dan pria-pria itu segera menghilang ke dalam gelapnya jalanan samping, membawa serta mobil Kevin yang ditinggalkan. Indra dan Akari kini membawa buruan mereka di bagasi.

Indra melajukan BMW-nya, bergerak menjauh dari Distrik Senja. Di bagasi, Dokter Kevin yang pingsan menjadi penumpang diam.

​Akari bergumam, setengah kecewa dan setengah kagum.

​"Terlalu mudah. Aku bahkan tidak sempat beraksi, Goto-san," keluh Akari.

​Indra terkekeh pelan sambil menyetir—suara langka yang jarang Akari dengar.

​"Tentu saja mudah, Akari. Perburuan yang efisien adalah perburuan yang cepat, bersih, dan tidak melibatkan banyak tebasan pedang," menjawab Akari. "Jangan khawatir, kau akan dapat bagianmu. Sekarang, kita harus membuatnya berbicara."

​Akari kemudian mengganti topik tentang Indra di militer yang baru saja ia dengar.

​"Apakah benar Anda pernah di militer? Pria-pria tadi memanggil Anda 'Senior'."

​Indra menjawab itu hanya kenangan lama saat wajib militer di masa mudanya.

​"Hanya wajib militer. Semua pria di Shirayuki harus menjalaninya," kata Indra dengan nada meremehkan. "Tidak ada yang istimewa."

​"Namun," kata Akari, memandang Indra. "Hal itu membuat Anda mendapatkan koneksi yang luas, bukan? Mereka tampaknya sangat loyal kepada Anda."

​Indra tersenyum tipis, mengakui kebenaran itu.

​"Mungkin ada benarnya. Koneksi yang baik lebih berharga daripada uang, apalagi koneksi yang bersedia membantumu menculik seorang dokter tampan," kata Indra.

​Indra mengurangi kecepatan. Mereka telah meninggalkan keramaian kota dan memasuki kawasan industri yang ditinggalkan.

​Mereka menuju suatu gedung kosong yang tampak bobrok dan terisolasi. Tempat yang sempurna untuk interogasi yang tidak ingin didengar siapa pun.

Indra memarkir mobilnya di dalam gudang kosong yang gelap, Akari mengawasi pintu masuk.

​Mereka mengeluarkan Dokter Kevin yang masih pingsan dari bagasi. Dengan cepat, mereka mendudukkannya di kursi besi yang ada di tengah ruangan, mengikatnya dengan tali tebal, memastikan dia tidak bisa bergerak. Lakban masih menempel kuat di mulutnya.

​Setelah itu, Indra menyiram Kevin dengan seember air dingin.

​Seketika, Kevin tersentak dan terbangun, matanya melebar panik. Ia mencoba berteriak, tetapi hanya menghasilkan suara teredam dari balik lakban. Ia meronta, menyadari dirinya telah diculik.

​Indra duduk di kursi hadapan Kevin dengan santai, menyilangkan kakinya. Akari berdiri di sampingnya, memegang sehelai towel bersih milik Indra.

​Indra menyapa Kevin dengan suara tenang, yang justru terdengar menakutkan di dalam ruangan kosong itu.

​"Selamat pagi, Dokter Satou," sapa Indra, nadanya ramah seperti seorang kenalan lama. "Terima kasih sudah ikut perjalanan malam kami. Kami akan mengembalikanmu ke Rumah Sakit Ougon, setelah kau menjawab beberapa pertanyaan."

​Indra menunjuk lakban di mulut Kevin.

​"Aku akan melepas ini. Tapi jika kau berteriak atau berbohong, aku janji... kau akan sangat merindukan pukulan yang tadi kau terima."

Indra menatap Dokter Kevin yang basah kuyup dan terikat. Dengan gerakan cepat dan tanpa belas kasihan, Indra melepaskan lakban di mulut Kevin dengan keras, merobeknya dari kulit Dokter Kevin.

​Kevin terbatuk, lalu segera kembali ke sikap sombongnya.

​"Siapa kalian?! Kalian tidak akan lolos dari ini! Aku akan pastikan AgateX menemukan kalian dan membuat kalian menyesal dilahirkan!" teriak Kevin, meskipun ada nada ketakutan dalam suaranya.

​Lalu Indra menanyakan apakah terlibat dengan penjualan organ dan penipuan di Shirayuki.

​"Kami hanya ingin tahu," ujar Indra tenang. "Apakah kau terlibat dengan penjualan organ ilegal? Dan bagaimana kau menipu keluarga miskin untuk menandatangani kontrak utang konyol?"

​Kevin terkekeh sinis, mencoba menutupi ketakutannya dengan ejekan.

​"Penipuan? Organ? Kau pikir aku dokter murahan yang beroperasi di gang sempit? Aku adalah Dokter Kevin Satou! Aku beroperasi di Rumah Sakit Internasional Ougon! Semua yang kulakukan adalah prosedur legal! Itu semua adalah 'donasi' yang ditandatangani oleh si bodoh yang tidak bisa membayar tagihannya!"

​Ia mulai bertele-tele, mencoba menggunakan jargon medis dan hukum palsu untuk membela diri.

​Indra yang awalnya mendengarkan dengan tenang, tiba-tiba beranjak dari kursi. Ekspresinya tetap dingin, seolah-olah ceramah Dokter Kevin hanyalah kebisingan latar belakang.

​Ia merogoh tasnya mengambil lilin dan korek api lalu duduk lagi di kursi hadapan Kevin sambil mendengarkan celotehannya yang makin menjadi-jadi.

​Indra menyalakan lilin itu. Cahaya kecil oranye itu menari-nari di wajah Dokter Kevin yang pucat. Indra memegang lilin itu, membiarkan lilin itu meleleh perlahan.

​"Teruslah bicara, Dokter. Aku tertarik," kata Indra, nadanya lembut, tetapi ancaman yang tersirat dari lilin yang menyala itu jauh lebih mengerikan daripada pukulan.

Dokter Kevin, didorong oleh arogansinya, terus mencerca Akari dan Indra, meyakini bahwa mereka tidak akan berani menyentuhnya.

​"Kau pikir dengan mengikatku, aku akan takut? Kalian ini siapa? Detektif murahan? Kalian melanggar hukum, dan aku akan..."

​Namun, saat Indra mendengarkan semua celotehan Kevin yang tidak ada satupun jawaban yang relevan dari pertanyaannya, Indra memutuskan bahwa kesabaran telah habis.

​Dengan gerakan yang sangat tenang dan terkontrol, Indra memiringkan lilin yang menyala di tangannya. Lilin yang meleleh itu pun mulai meneteskan cairan panasnya ke paha Dokter Kevin.

​ZZZZZT!

​Dokter Kevin menjerit keras. Jeritan kesakitan yang tulus, bukan jeritan arogansi. Kulitnya langsung melepuh.

​Indra tidak menunjukkan reaksi apa pun. Ia hanya menarik lilin itu sedikit, mempertahankan api.

​"Aku tidak mau mendengar pembelaan hukum, Dokter Satou," ujar Indra, suaranya sedingin es. "Jawab point-point yang kutanyakan."

​Indra mengulangi pertanyaan sebelumnya, dengan tambahan baru yang lebih spesifik.

​"Pertama, siapa atasanmu? Kedua, bagaimana caramu bekerja sama dengan informan kepolisian? Dan ini yang paling penting..."

​Indra mendekatkan lilin itu lagi, membuat Kevin gemetar.

​"Sudah berapa banyak korbannya? Tepatnya, berapa banyak orang yang kau bunuh atas nama utang?"

​"Sudah berapa lama kau beroperasi di Rumah Sakit Ougon sebagai pembunuh bayaran AgateX?"

​Wajah Dokter Kevin yang tampan kini dibanjiri air mata dan keringat. Lilin itu telah memecahkan lapisan arogansinya.

Meskipun kesakitan dan ketakutan, Dokter Kevin tidak segera menjawab pertanyaan spesifik Indra. Sebaliknya, ia meluapkan kemarahan dan penyesalan pribadinya.

​"A-aku tidak seharusnya di sini! Ini semua karena Haruna!" teriak Kevin, suaranya parau karena rasa sakit dan air mata.

​Kevin menggerutu menyalahkan Haruna sepenuhnya.

​"Dia yang membawa proposal itu! Dia menjanjikanku ketenaran! Dia bilang dengan organ baru, aku akan menjadi dokter bedah paling dicari di Shirayuki! Aku tidak seharusnya terlibat sejauh ini!"

​Dia meronta di kursinya, mencoba melarikan diri dari kesalahannya sendiri dan dari lilin panas di tangan Indra.

​Indra hanya mendengarkan teriakan frustrasi Kevin dengan sabar. Keluhan pribadi ini tidak relevan dengan penyelidikan, tetapi Indra tahu bahwa membiarkan Kevin melampiaskan emosinya akan menghancurkan pertahanannya lebih cepat.

​Sementara Akari terdiam, berdiri di samping Indra. Mendengar nama Haruna—wanita yang menyebabkan kehancuran keluarganya—disebut sebagai pemicu keserakahan Kevin, menambah lapisan baru pada kemarahannya. Akari mengepalkan tangannya, menantikan saatnya tiba.

​Indra menunggu celotehan itu selesai, siap untuk meneteskan lilin lagi jika Kevin kembali mencoba mengalihkan pembicaraan.

Indra membiarkan Kevin meratap sejenak, kemudian memutuskan untuk mengarahkan kembali fokus interogasi.

​"Aku tidak peduli pada ambisimu, Dokter. Aku peduli pada korban," ucap Indra dingin. "Lanjutkan dan keluarkan semuanya. Jujurlah, atau kau akan berharap aku membawakan obor."

​Dokter Kevin gemetar, matanya tertuju pada lilin yang menari.

​"Aku... aku tidak kenal Bos Besar itu! Hanya Haruna! Aku bersumpah!" isaknya. "Aku dipekerjakan oleh Haruna! Dia datang ke rumah sakit, dia tahu aku punya utang perjudian besar, dan dia menawarkan jalan keluar. Dia memberiku uang untuk utang dan menuntut 'jasa' sebagai gantinya."

​"Jasa apa?" desak Indra.

​"Membantu mengorek organ korban yang ditipu olehnya!" teriak Kevin. "Aku yang melakukan operasi itu di gudang, memastikan organnya bersih sebelum dijual ke pasar gelap! Haruna yang menjerat, aku yang memanen! Itulah perjanjiannya!"

​Indra secara iseng meneteskan lilin lagi ke paha Kevin, tepat di sebelah luka yang sudah ada.

​Dokter Kevin menjerit lagi.

​"Jadi, kau hanya dokter bedah yang tamak," simpul Indra, tanpa emosi. "Kau hanya pion, bukan pemimpin. Sekarang, siapa informan di kepolisian? Dan sudah berapa lama kau beroperasi?"

Dokter Kevin, kini benar-benar hancur, bersedia memuntahkan semua yang ia tahu demi menghentikan rasa sakit.

​"Informan! Aku tidak tahu! Aku bersumpah!" isak Kevin, sambil menggelengkan kepalanya keras. "Yang mengetahuinya hanya Haruna si jalang itu! Dia yang mengontrol semuanya! Dia ular sebenarnya!"

​"Dia yang mengatur agar aku bisa menggunakan fasilitas di rumah sakit! Dia yang tahu siapa yang harus dihubungi di kantor polisi! Aku hanya bawahan medisnya!"

​Kevin kemudian menjawab sisa pertanyaan Indra dengan suara yang tercekik:

​"Aku mulai bekerja untuk AgateX sejak sembilan bulan yang lalu! Tepat saat aku kalah besar dalam judi dan hampir bangkrut. Haruna menyelamatkanku, sialan!"

​"Total korban yang organnya sudah 'dipanen' olehku... sekitar dua belas orang! Itu tidak termasuk yang kami coba jebak tapi gagal!"

​Indra menyimak informasi dari Kevin dengan tenang. Haruna kini menjadi target utama, kunci untuk membongkar seluruh jaringan: informan internal, Bos Besar, dan lokasi Distrik Senja. Indra menatap Akari, yang wajahnya kini dipenuhi kesedihan sekaligus tekad membara.

​"Baik," kata Indra, mematikan lilinnya. "Dua belas korban. Sembilan bulan. Haruna. Kau sudah menjawab dengan jujur."

Setelah mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan, Indra mengakhiri sesi interogasi tentang AgateX.

​Setelah itu, Indra mengeluarkan handphone-nya dan memberikan kepada Akari.

​"Akari, telepon Araya. Suruh dia datang menjemput buruannya dengan timnya," perintah Indra.

​Saat Indra menyerahkan ponsel, tangannya sengaja dimiringkan, dan lilin cair yang lebih banyak menetes ke paha Kevin, tepat di atas luka tetesan sebelumnya.

​Kevin menjerit parau lagi. Luka barunya pasti jauh lebih menyakitkan.

​Indra menarik lilin itu, lalu pura-pura merasa bersalah.

​"Astaga, maafkan aku, Dokter. Aku sungguh ceroboh. Aku harap kau mengerti, aku benci ketidakprofesionalan," kata Indra, nadanya sama sekali tidak menunjukkan penyesalan.

​Saat Kevin masih meringis kesakitan, dan berteriak memaki, Indra mengalihkan topik dengan cepat, matanya menatap tajam ke mata Kevin.

​"Satu hal terakhir sebelum kau bertemu Kepala Detektif," kata Indra, sambil membersihkan tangannya dari lelehan lilin.

​"Kami mendengar desas-desus. Tentang pelecehan yang kau lakukan kepada perawat lainnya dan perawat magang yang masih muda di Rumah Sakit Ougon."

​Indra mencondongkan tubuhnya ke depan.

​"Dua belas korban penjualan organ. Itu sudah jelas. Sekarang, berapa total korban pelecehan yang kau perkirakan, Dokter Satou?"

​Wajah Kevin pucat pasi. Ia menyadari bahwa penculikannya bukan hanya tentang kejahatan AgateX, tetapi juga tentang dosa-dosa pribadinya.

Indra menuntut jawaban, dan ketakutan Dokter Kevin telah mencapai puncaknya. Ia tidak lagi peduli pada AgateX atau martabatnya; ia hanya ingin penderitaannya berakhir.

​Kevin mencoba mengatakannya dengan suara yang gemetar, air mata mengalir dari matanya. Kini ia hanya manusia tidak berdaya terikat, basah, dan kesakitan.

​"A-aku... mereka hanya salah paham! Aku tidak..." Kevin mencoba berbohong, tetapi tatapan dingin Indra membuatnya menyerah. "Oke! Empat! Empat perawat magang. Dan dua perawat yang lebih tua. Total enam! Tapi aku janji, itu tidak ada hubungannya dengan AgateX! Itu urusan pribadi!"

​Indra mendengarkan total dari korban pelecehan Kevin dengan ekspresi jijik.

​"Enam korban pelecehan," ulang Indra datar. "Kotor."

​Indra kemudian mengambil pena dan mencatat di telapak tangannya.

​"Mari kita totalkan semuanya," ujar Indra, suaranya seperti hakim yang menjatuhkan hukuman.

​"Kau mulai bekerja 9 bulan yang lalu. Kau telah membunuh 12 korban penjualan organ."

​"Dan kau telah melecehkan 6 korban pelecehan."

​"Total 18 orang yang hidupnya kau hancurkan dalam waktu kurang dari setahun, Dokter Satou. Sekarang kau bisa beristirahat."

​Indra menoleh ke Akari.

​"Telepon Araya. Target sudah selesai diproses."

Akari menjauh beberapa langkah untuk mendapatkan sinyal yang lebih baik dan menghubungi Araya, meninggalkan Indra sendirian dengan Dokter Kevin.

​Saat Akari jauh dari Indra dan Kevin, Indra kembali menatap Dokter Kevin yang basah dan kesakitan.

​Indra tersenyum, senyum yang kejam dan puas. Namun, ia berpikir—dan suaranya kini kembali tenang dan dingin.

​"Kau tahu, Dokter," ujar Indra. "Korban pelecehan yang kau lakukan tidak pernah istirahat setelah mendapatkan pelecehan itu. Mereka harus hidup dengan trauma itu setiap hari. Mereka tidak punya tempat untuk lari."

​Kevin membela dirinya dengan panik, mencoba mengalihkan tanggung jawab.

​"Tidak! Mereka yang menginginkannya! Mereka yang merayu—"

​"Aku tidak percaya pada pelaku kriminal di hadapanku," potong Indra tajam. "Kau tahu betul, kau yang menyalahgunakan kekuasaanmu."

​Indra kembali menatap telapak tangannya.

​Ia mengulangi total korban serta jumlah bekerja dengan AgateX.

​"Total korbamu, 18 orang," kata Indra. "12 korban panen organ, 6 korban pelecehan. Sembilan bulan bekerja untuk Haruna."

​Namun, Indra mengubahnya menjadi genap.

​"20," ucap Indra, sambil menatap Kevin.

​Kevin terheran, matanya dipenuhi kebingungan.

​"Dua puluh? T-tapi... seharusnya 18!"

​"Tepat," balas Indra, seringainya semakin lebar dan mengerikan. "Dua angka itu adalah jumlah orang yang ada dihadapanmu sekarang," jelas Indra, menunjuk ke dirinya sendiri dan kemudian ke arah Akari yang sedang berbicara di telepon, "yaitu aku dan Akari."

​Indra mengambil lilin itu lagi. Perlahan, ia mulai meneteskan cairan lilin ke kemaluan Kevin—sebuah hukuman yang sangat spesifik untuk kejahatan pelecehan yang tidak akan pernah diampuni oleh Indra.

​Jeritan Dokter Kevin kali ini jauh lebih tinggi dan lebih mengerikan daripada sebelumnya.

Indra berdiri, mengabaikan ratapan Dokter Kevin yang kini bercampur dengan rasa sakit yang tak terbayangkan. Ia telah selesai.

​Setelah itu, Indra dan Akari pergi meninggalkan Kevin di sana. Pria itu terduduk lemas, terikat di kursi besi, merasakan rasa sakit yang amat dalam. Kemaluannya dilumuri cairan lilin panas yang sudah mengering—sebuah tanda yang jelas bahwa ini bukan interogasi polisi biasa.

​Indra dan Akari dengan cepat masuk ke BMW hitam mereka, meninggalkan gudang itu sebelum Araya tiba. Mereka tidak perlu terlihat di lokasi penangkapan resmi.

​Beberapa saat kemudian, Araya tiba bersama tim penangkapnya. Mereka masuk ke gudang kosong dengan hati-hati. Begitu melihat kondisi Dokter Kevin Satou yang terikat, basah kuyup, dan dengan luka bakar lilin yang mengerikan, tim penangkap terkejut.

​Araya melihat hasil dari Indra. Ia segera mengenali metode hukuman pribadi itu.

​Ia hanya menghela napas, menahan komentar. Araya tahu ini adalah harga yang harus dibayar untuk mendapatkan kebenaran dengan cepat di luar hukum. Meskipun melanggar protokol, Kevin tetap hidup dan sudah berbicara.

​"Astaga, Indra," gumam Araya pelan. "Kau selalu berlebihan."

​Araya segera memberikan perintah.

​"Cepat! Amankan Kevin dan bawa dia ke markas untuk perawatan medis segera sebelum dia kehilangan kesadaran. Jangan sentuh apapun di sini, biarkan tim forensik yang mengurusnya! Kita punya pengakuan lisan yang harus segera dicatat!"

​Araya tahu, dengan pengakuan Kevin, mereka kini memiliki dasar untuk bergerak melawan Haruna dan akhirnya, informan internal yang bersembunyi di Shirayuki.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!