NovelToon NovelToon
Siapa Aku Di Sisimu?

Siapa Aku Di Sisimu?

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Selingkuh / Nikah Kontrak / Cinta pada Pandangan Pertama / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:10.1k
Nilai: 5
Nama Author: Shalema

Sepuluh tahun ingatan Kirana terhapus. Saat membuka mata, Kirana mendapati dirinya sudah menikah dengan pria asing yang menyebutnya istri.

Namun, berbeda dengan kisah cinta yang diharapkan, pria itu tampak dingin. Tatapannya kosong, sikapnya kaku, seolah ia hanya beban yang harus dipikul.

Jika benar, Kirana istrinya, mengapa pria itu terlihat begitu jauh? Apakah ada cinta yang hilang bersama ingatannya, atau sejak awal cintanya memang tidak pernah ada.

Di antara kepingan kenangan yang terhapus, Kirana berusaha menemukan kebenaran--- tentang dirinya, tentang pernikahan itu, dan tentang cinta yang mungkin hanya semu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shalema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Percayai hatimu

Kirana masih merasa kesal dengan kejadian di rumah bu Tanti. Selama tiga hari ini, ia sengaja tidak mau dekat-dekat dengan Barra. Untungnya, Barra sudah kembali ke kantor, sehingga Kirana tidak perlu bersusah payah menjauhinya.

Yang semakin membuat Kirana kesal, Barra seolah tidak punya niat menjelaskan hubungannya dengan Raisa. Atau, kenapa Raisa menangis hingga akhirnya mengecup bibir Barra.

Sikap Barra masih seperti biasanya. Meskipun aura Kirana tidak bersahabat, setiap malam, Barra akan tidur sambil memeluk Kirana dan mengajaknya bicara. Seolah tidak ada yang terjadi.

Huuuh, sebetulnya apa sih hubungan Mas Barra dengan si Raisa itu? Apa bu Wulan berkata jujur, kalau mereka hanya kenalan? Tapi, malam itu, dari omongan bu Tanti dan sikap Mas Barra yang gak mau jelasin apa-apa, mereka lebih dari itu. Arrgh, pusing aku!

"Mba... Jangan bengong! Itu air mendidih didiemin aja dari tadi," Bu Wulan menepuk punggung Kirana.

"Eh, iya Bu," Kirana mematikan kompor lalu menyeduh segelas coklat hangat.

"Segera siap-siap, Mba. Hari ini kita terapi ke RS."

Hari ini merupakan jadwal terakhir Kirana menjalani fisioterapi. Dr. Nurman melihat perkembangan Kirana jauh membaik setelah hampir tiga bulan di rumah. Hingga memutuskan Kirana tidak perlu lagi menjalani fisioterapi, dan hanya perlu banyak latihan sendiri di rumah.

Jika mengingat perjalanan panjang sejak terbangun dari koma enam bulan lalu, Kirana sangat bersyukur bisa sampai di tempatnya sekarang. Walaupun ingatannya belum kembali, dan ada kemungkinan tidak kembali, namun Kirana sudah bisa berjalan dan mandiri kembali. Ia sangat lega saat ini sudah tidak memerlukan banyak bantuan dari orang lain.

"Mba, ayo!" ajak bu Wulan lagi.

"Iya, Bu."

Albarraka Hutomo

Kira, aku tidak bisa mengantarmu ke RS. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Berangkat dengan bu Wulan dulu, nanti sore aku jemput.

Isi pesan Barra beberapa saat lalu.

Dalam perjalanan ke RS, Kirana teringat pada seseorang. Saat ini, ia butuh berbicara dengan orang lain. Kirana pun menghubungi orang itu, kemudian tersenyum.

"Bu, nanti kita mampir dulu ke kantin RS ya."

"Kenapa? Mba Kirana mau makan? Bukannya barusan sudah makan."

"Engga, Bu. Aku mau ketemu sama suster Dian dulu."

**********

"Hai, Na!" Suster Dian memeluk dan mengecup pipi Kirana.

"Hai, Kak," balas Kirana.

Kirana sudah cukup akrab dengan suster Dian. Mengingat sekarang ini, dialah satu-satunya teman yang dimiliki Kirana. Mereka cukup intens berhubungan. Biasanya, mereka akan saling menyapa jika Kirana ada jadwal kontrol atau terapi.

"Apa kabar, Bu Wulan?" suster Dian menyapa Bu Wulan.

"Baik!" Bu Wulan menjawab dengan singkat.

"Mba, aku ke kamar mandi dulu sebentar," Bu Wulan meminta izin pada Kirana.

Kirana mengangguk.

"Pak Barra gimana, Na? Sudah sehat?"

"Sudah, Kak. Sudah mulai ngantor lagi."

"Ka, aku boleh minta saran tidak?" sesaat setelah bu Wulan menghilang di balik tembok kantin.

"Ada apa, Na? Masalah Raisa?"

Beberapa hari lalu, Kirana sempat bercerita pada suster Dian. Tidak secara detail. Hanya bagian kehadiran Raisa pada acara makan malam ulang tahun Alam, dan bagaimana bu Tanti sangat menyukainya.

"Mas Barra tidak menjelaskan apa-apa," keluh Kirana.

"Ya, mungkin karena Pak Barra tidak menganggap itu penting untuk dijelaskan."

"Tapi...,"

"Kamu jadi ragu lagi?"

Kirana menunduk.

"Na, bolehkah aku bercerita saat kamu pertama kali di bawa ke sini. Saat kamu di ICU sedang koma?" lanjut suster Dian.

Kirana mengangkat wajahnya.

"Saat itu, kami para perawat sangat iri padamu. Kamu tahu kenapa? Karena pak Barra tidak pernah beranjak dari sisimu."

Deg.

"Beberapa kali kamu sempat kritis. Aku dan para perawat lain melihat Pak Barra tidak berhenti berdoa. Menangis memegangi tanganmu, memintamu tidak berhenti berjuang. Dan, saat akhirnya kamu koma, setiap hari Pak Barra mengajakmu berbicara, membacakanmu buku, membawakan bunga untukkmu. Tidak ada dalam waktu tiga bulan itu Pak Barra pergi meninggalkanmu."

"Tapi, dia tidak di sini saat aku sadar?" Kirana berkelit.

"Saat itu kami juga bingung, kenapa tiba-tiba pak Barra pergi. Kami tanya bu Wulan. Jawaban bu Wulan, pak Barra terpaksa pergi karena ada sesuatu yang mengancam perusahaannya. Kalau dia tidak pergi, maka ratusan karyawan di perusahaannya bisa terkena PHK," jelas suster Dian.

"Menurutku, lebih baik kamu fokus pada hubungan kalian berdua. Jangan melihat orang lain. Bukankah kamu bilang sudah mencintai pak Barra?" lanjutnya.

"Tapi, Raisa...," Kirana masih merasa ada yang mengganjal di hatinya.

"Apakah mereka punya atau tidak punya hubungan di masa lalu, itu sudah tidak penting, Na. Kamu yang sekarang ada di sisinya pak Barra! Tidak peduli apa yang dipikirkan atau diinginkan ibu mertuamu dan wanita itu."

"Tapi, bagaimana kalau mas Barra berpikiran sama dengan mereka. Bagaimana kalau dia meninggalkanku sesuai keinganan mereka," sengit Kirana. Titik air mulai terlihat di sudut matanya.

"Kalau begitu, perjuangkan suamimu. Jangan pasrah pada keadaan. Kamu diberi kesempatan kedua, Na. Hidup kedua. Jangan terpaku pada masa lalu yang bahkan tidak kamu ingat. Berjuanglah untuk orang yang memang kamu cintai."

Kirana terdiam. Ucapan suster Dian menohok hatinya.

"Na, aku tahu kamu bimbang. Tapi, menata masa depan akan lebih baik daripada berdiam di masa lalu. Percayai hatimu."

Kirana tidak bisa menatap suster Dian.

"Mba, sudah selesai ngobrolnya. Udah waktunya ke lantai 5," Bu Wulan kembali dengan tergopoh-gopoh.

"Aku tahu kamu bisa menghadapi ini, Na. Kamu kuat," ucap suster Dian mengakhiri pembicaraan.

Bu Wulan memandang keduanya dengan tatapan menelisik.

**********

Memenuhi janji, sore harinya, Barra menjemput Kirana di RS. Ucapan suster Dian masih terngiang di telinganya, Kirana beberapa kali, melirik melihat Barra.

Betulkah Barra menangis saat dirinya sedang berjuang antara hidup dan mati? Apakah tangisannya menandakan jika Barra takut kehilangan dirinya? Apakah Barra betul mencintai dirinya seperti yang Alma katakan?

"Ada apa? Kamu terpesona dengan ketampananku?" Barra menyadari jika dari tadi Kirana kerap melirik ke arahnya.

Kirana membuang wajahnya ke luar jendela. Barra tergelak melihat reaksi Kirana. Ia mengambil tangan kirana lalu menciumnya.

"Ehem, ehem," Bu Wulan terbatuk kecil dari kursi belakang mobil.

Barra segera melepaskan tangan istrinya, lalu berkata melalui kaca spion, "Bu Wulan lapar enggak? Kita makan dulu. Ibu mau makan apa?"

"Lapar sedikit, Mas. Saya terserah Mas Barra dan Mba Kirana saja," jawab bu Wulan lugas.

"Kamu mau makan apa, Kira?"

"Terserah aja," jawab Kirana pendek.

"Lho, kok terserah semua. Betul ya terserah aku," Barra melirik dua wanita di samping dan di belakangnya.

Kirana dan bu Wulan terdiam.

Akhirnya Barra membelokkan mobilnya ke sebuah warung bakso yang cukup ramai. Mata Kirana membesar, ini adalah warung bakso langganannya sejak sekolah dulu.

"Kita makan bakso dulu!" seru Barra, tersenyum penuh arti pada Kirana.

Kirana balas tersenyum. Ia tidak menyangka Barra tahu warung bakso favoritnya.

Kirana baru akan menutup pintu mobil, saat seseorang berkata di belakangnya, "Kirana? Kamu Kirana Salsabila 'kan?"

Kirana menengok ke arah suara, "Dina?!" Kirana terkejut melihat wajah yang sangat diingatnya.

1
Drezzlle
Ayo gas Kirana
Drezzlle
udah siap2 malah pulang telat /Facepalm/
Jemiiima__
alex siapa lg dah Kirana kata guemah masa lalu lo tuh kek mana dah 😭
kayanya dulu bara cinta sendiri gak sih? kayanyaaa
Jemiiima__
bjirr atm berjalan? mksdnya Kirana dibully dulu?
Jemiiima__
ah kecewaaaaa gak jadiii
Jemiiima__
mas udh mas, aku salting hahaha
Jemiiima__
gabisa mas akumah jgn digituin , suka meleyot kek pensil inull 😭
Cut syifa
satu iklan buat penyemangat, poinku tipis ka🙏😄
Cut syifa
hebat apa berat ya ka🤔
Xlyzy
wah Kirana usaha mu membuah kan hasil
Xlyzy
cie Kirana hati nya lagi ada bunga bunga nya itu
📚ᴀᴜᴛʜᴏʀ_ʀᴀʙʙɪᴛ¹⁸🐇
kadang aku bingung, ibu wulan ini baik atau jahat? 🗿
📚ᴀᴜᴛʜᴏʀ_ʀᴀʙʙɪᴛ¹⁸🐇
kamu yang sabar yaa kirana
Avalee
Wiii cantiik, Ini keknya kira waktu sblm kecelakaan? Soalnya dia dandan thor?
Avalee
Sayaang wkkk
Avalee
Gitu dong bar, sekali2 bikin hati si kira seneng, drpd dibuat pusing trs ama km wkk🤣
Drezzlle
aku jadi kecap2 sendiri mulutnya/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Drezzlle
jatuh cinta pada pandangan pertama 😅😅 Kirana ya
Drezzlle
pria itu Barra kah?
☠🦋⃟‌⃟𝔸𝕥𝕙𝕖𝕟𝕒 ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ
Omo meleleh gk tuh gunung esnya barra 😍😍😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!