Mengangkat derajat seseorang, dan menjadikanya suami, tidak menjamin Bunga akan di hargai.
Rangga, suami dari Bunga, merupakan anak dari sopir, yang bekerja di rumah orang tua angkatnya.
Dan kini, setelah hubungan rumah tangga mereka memasuki tujuh tahun, Rangga memutuskan untuk menceraikan Bunga, dengan alasan rindu akan tangisan seorang anak.
Tak hanya itu, tepat satu bulan, perceraian itu terjadi. Bunga mulai di teror dengan fitnat-fitnah kejam di balik alasan kenapa dia di ceraikan ...
Bagi kalian yang penasaran, yuk, ikuti kisah Bunga dan Rangga ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemecatan
Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba. Rangga, berdiri di depan beberapa para petinggi perusahaan. Kecuali Andrian. Karena lelaki itu sudah jengah, walaupun hanya sekedar menatapnya.
"Tapi, aku tidak melakukannya pak, bu ..." ujar Rangga dengan wajah pias.
Rangga, di duga membocorkan data perusahaan yang berupa desain-desain untuk perusahaan lawan.
Tak hanya itu, Rangga juga di duga melakukan korupsi uang perusahaan.
"Terus, kenapa buktinya menunjuk ke arah anda?" tanya salah satu atasan Rangga.
"A-aku pasti di jebak, dia ,,, dia pasti melakukannya," Rangga menunjuk ke arah Bunga.
Bunga yang sejak tadi menunduk, menenggakkan kepalanya, kala namanya di sebut.
"Aku," Bunga menunjuk dirinya sendiri.
"Di-dia wanita gila, dia akan melakukan apa aja, agar aku bisa kembali ke pelukannya," cetus Rangga.
Bunga hanya menatap sekeliling, dia tidak menjawab sepatah kata pun, dari tuduhan yang di lontarkan oleh Rangga.
"Bagaimana bisa, bu Bunga menjebak anda. Sedangkan, anda telah melakukan korupsi beberapa bulan yang lalu, sebelum bu Bunga kembali kesini," bela atasan Rangga.
Rangga terperangah, bukti-bukti di tangannya, cukup membuatnya terjerat.
Dua miliyar, mungkin itu jumlah uang yang sedikit jika ia masih bersama dengan Bunga.
Dan jika di ingat-ingat, dia memang mempunyai uang dengan jumlah yang sama di rekening pribadinya. Dan itu, bukan hasil dari korupsi. Melainkan, tabungannya selama menikah dengan Bunga.
Mengingat, dia hanya memberi nafkah ke Bunga dalam jumlah kecil.
"Anda di haruskan untuk membayar sejumlah uang yang anda ambil. Dan setelah itu, anda juga di berhentikan di perusahaan ini," ujar Bunga, sebagai perwakilan dari direktur utama.
"Bunga, tolong. Tolong jelaskan pada mereka, jika aku tidak melakukan semua tuduhan itu. Kamu tahu kan? Uang itu hasil tabunganku, aku menabungnya bertahun-tahun," mohon Rangga mendekati Bunga.
"Berhenti," Bunga mengangkat tangannya. "Aku tidak tahu menahu tentang uangmu itu. Bukankah, selama menikah, kamu tidak pernah sekalipun jujur tentang keuangan?" tanya Bunga membuat Rangga menelan ludah.
"Bagaimana ini? Kenapa semuanya begini? Dan bagaimana jika dia, mengatakan jika nafkah yang aku beri, hanya sedikit," monolog Rangga.
Rangga hanya bisa mengepal kedua tangannya. Rasanya, semua percuma. Dan pada akhirnya, dia memilih mengalah. Keluar secara tidak terhormat dari perusahaan mabel yang telah memberinya banyak perubahan.
...****************...
"Terima kasih, aku gak menyangka, jika idemu sangat gila," ujar Bunga pada wanita, yang sebelumnya menjadi atasan dari Rangga.
"Sama-sama, aku hanya ingin lelaki sepertinya merasakan apa itu karma," balas perempuan itu, menerima sebuah gelang sebagai hadiah dari Bunga.
Dan sekarang, Bunga bisa bernapas lega. Setidaknya, dia tidak lagi, bisa satu kantor dengan Rangga. Karena baginya, Rangga merupakan sampah yang harus dibuang sejauh mungkin.
Dan kini, sudah saatnya Bunga kembali menata hidupnya sebaik mungkin.
...****************...
Di kampung halaman, ataupun lebih tepatnya di kampung tempat keluarga kandung Bunga tinggal.
Dan sekarang disana, Rangga berserta Citra, sedang berada di rumah Bambang.
"Jadi, kalian sudah bercerai sejak beberapa bulan yang lalu?" tanya Bambang memastikan.
Hatinya perih, karena tidak ada bahkan terlibat pada saat sang anak mengalami luka.
"Iya, dan sekarang dia malah memfitnah anakku, sehingga Rangga di pecat di kantor," ujar Citra dengan tatapan sendu. Seolah-olah minta dukungan pada mereka yang hadir di ruang tamu semua.
"Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku menceraikannya bukan tanpa alasan. Aku gak kuat, dia yang selalu melakukan kekerasan fisik padaku," terang Rangga.
"Bukankah, kamu sebagai lelaki bisa mencegahnya?" tanya Deni, karena merasa janggal. Kenapa, seorang perempuan seperti adiknya, bisa memukuli lelaki yang bahkan tubuhnya dua kali lebih besar.
"Eh, anu ... A-aku, aku hanya tidak ingin dia terluka, lagi pula, dia memukuliku bukan dengan kesadaran penuh. Kala itu, dia gila ..." terang Rangga.
"Kenapa adikku, bisa gila sejak menikah denganmu?" tanya Deni, dengan tatapan tajam.
"Abang, jangan hanya menyalahkannya. Bisa jadi, disini, memang Bunga yang bermasalah," ujar Yuyun, membela Rangga.
Sebenarnya, Yuyun amat sangat geram dengan Bunga. Bulan ini, dia hanya mengirimkan uang pada Deni untuk keperluan Bambang. Alhasil, mereka tidak bisa foya-foya seperti sebelumnya.
Mendengar ada yang membela. Rangga tersenyum penuh kemenangan.
Setidaknya ada anggota keluarga yang mempercayai ucapannya. Dan Rangga yakin, jika masalah ini akan lebih mudah menyebar. Apalagi, tatapan dari Yuyun mengisyaratkan jika ia memang kurang menyukai Bunga.
"Apa maksudmu, Yun? Dia adik kita. Dan sebaiknya kita harus melindunginya. Bukan malah mempercayai orang yang bahkan belum kita kenal baik," peringat Deni menatap tajam ke arah Yuyun.
"Dan kita juga belum mengenal Bunga dengan baik, jadi gak salah kan, kita membela mana yang benar menurut kita," sambung Julia, secara tak langsung membela Yuyun.
Deni menggeleng kepala, tak habis pikir dengan kedua saudaranya.
Sedangkan Bambang, hanya bisa menunduk lesu. Dia gak bisa melakukan apapun, apalagi semakin hari, kesehatannya semakin memburuk.
Namun satu hal yang pasti, hatinya sakit. Anaknya di lantarkan begitu saja. Dan dia ingin disana, bersama Bunga, dan memeluknya.
Dengan langkah tertatih, Bambang masuk ke kamarnya. Dia tidak lagi, menghiraukan apa yang dikatakan oleh Rangga serta ibunya.
Di kamar, Bambang mengambil selembar foto yang telah di cucinya.
Disana, terpampang fotonya berdua dengan Bunga. Di hari, ijab kabul anak bungsunya.
"Maafkan ayah, yang tidak pernah bisa hadir disetiap tumbuh kembangmu. Bahkan sekarang, ayah juga tidak ada di saat-saat kamu rapuh," lirih Bambang, mengelus lembut, wajah Bunga. Seakan-akan, sosok itu nyata di depannya.
Kembali ke ruang tamu. Sekarang, Rangga dan Citra sudah pamit undur diri. Tinggal lah, Deni berserta kedua adiknya. Sedangkan, istri Deni, kini dia sedang mengajat sebagai guru les di rumahnya sendiri.
"Kalian keterlaluan. Bagaimana pun, Bunga itu adik kita. Dia yang seharusnya kita bela. Lagipula kita hanya mendengar dari sebelah pihak saja," cetus Deni menatap Julia dan Yuyun secara bergantian.
"Kami tahu kok, abang mati-matian membelanya, di karenakan dia memberi abang banyak uang kan?" tuduh Julia menyipitkan matanya.
"Uang, uang, uang ... Kalian punya malu gak sih? Kenapa harus selalu mengharapkan uang dari Bunga? Kalian bukan tanggungjawabnya. Tapi tanggung jawab suami masing-masing," tutur Deni memperingati adik-adiknya.
"Bang, udah lah ... Bagaimana pun, Bunga adik kita. Dan seharusnya dia yang mempunyai uang lebih, bisa membantu saudara-saudara yang kekurangan. Bukan malah menikmati uangnya sendiri," tambah Yuyun semakin membuat Deni emosi.
Karena di kandung emosi. Deni langsung menampar kedua adiknya. Dan yang pasti dia tidak menyesali perbuatannya itu.
pasti papa andrian udh menilai dari sikap dan tutur bahasanya si rangga kurang
semoga bahagia buat Arlan sama bunga,,,
semoga Cpet² dikasih momongan ya, biar PD mingkem tuh para org² julidnya,,, 🙏🙏🙏🤭
𝑺𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒎𝒂𝒘𝒂𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒌𝒂𝒓 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒅𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒎, 𝒔𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒔𝒆𝒕𝒊𝒂𝒑 𝒌𝒂𝒓𝒚𝒂𝒎𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒋𝒆𝒋𝒂𝒌 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒌𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒏𝒈𝒈𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏𝒕𝒂𝒓𝒌𝒂𝒏𝒎𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒖𝒋𝒖 𝒑𝒖𝒏𝒄𝒂𝒌 𝒌𝒆𝒔𝒖𝒌𝒔𝒆𝒔𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒋𝒂𝒕𝒊.✿⚈‿‿⚈✿