Bagi Dira pernikahan adalah sebuah mimpi indah. Dira tak menyangka pria yang tiba-tiba mau menikahinya di hari pernikahan, disaat calon suaminya menghilang tanpa jejak, ternyata menyimpan dendam masa lalu yang membara.
Denzo tak menikahinya karena cinta melainkan untuk balas dendam.
Namun, Dira tidak tahu apa dosanya hingga setiap hari yang ia lalui bersama suaminya hanya penuh luka, tanya dan rahasia yang perlahan terungkap.
Dan bagaimana jika dalam kebencian Denzo, perlahan tumbuh perasaan yang tidak ia duga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ars Asta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
"Ada apa?" tanya Dira menoleh pada seseorang yang tiba-tiba menarik tangannya. Ia berhenti melangkah lalu berbalik sambil menunggu pria itu bicara.
"Kamu mau kemana?" tanya pria itu masih memegang pergelangan tangan Dira.
Dira menarik pelan tangannya merasa tidak nyaman. "Aku mau ke kantin." ucapnya.
"Ah maaf," ujar Alan, saat Dira menarik tangannya.
"Tidak apa-apa."
"Aku juga mau ke kantin, bareng aja gimana?" ajak Alan, ia menaikkan alisnya menunggu jawaban wanita di depannya.
"Boleh." Dira mengangguk pelan. Ia tidak enak menolak.
"Tapi aku sama Gina ke kantinnya. Kamu tunggu aja kita di kantin. Aku mau ke ruangan Gina dulu," lanjut Dira.
Ruangan Gina bekerja berbeda dengan Dira dan juga Alan. Gina hanyalah karyawan yang berada di bawa Dira. Sedangkan Dira adalah Manager begitu juga Alan, mereka punya ruangan sendiri.
"Oke, kalau gitu aku duluan ke kantin. Kita ketemu di sana." Kata Alan membuat Dira mengangguk dan segera pergi ke tempat Gina.
Beberapa ruangan Dira lewati, begitu sampai di ruangan Sahabatnya ia langsung menghampirinya. Ia juga menyapa beberapa karyawan di sana.
"Gin." panggil Dira. Ia berdiri disamping meja wanita itu.
Gina langsung mendongak. "Eh Dira, bentar ya." Ia buru-buru membereskan berkas di atas mejanya.
"Ayo." Gina langsung menarik tangan Dira setelahnya.
"Duluan ya guys." ujar Gina pada karyawan yang masih duduk di meja kerjanya.
Dira juga ikut menatap mereka bersikap ramah.
"Iya Gin, Bu Dira, kita juga bentar lagi ke kantin," sahut salah satu karyawan.
Dua wanita itu akhirnya melangkah menuju kantin, sambil bercanda kecil dan menertawakan hal-hal sepele sepanjang lorong.
Saat tiba di kantin aroma makanan menggoda hidung kedua wanita itu. Dira memegang tangan sahabatnya berjalan ke meja yang seorang pria duduki.
"Mau duduk di mana?" tanya Gina heran karena mereka melewati beberapa meja kosong.
"Ikut aja."
Dira berhenti tepat di meja yang Alan duduki.
"Kok di sini Ra?" tanya Gina, menatap tidak suka pada Alan.
"Kita makan bareng sama Alan juga," jawab Dira sambil duduk di kursi depan Alan.
Gina cemberut pada Dira.
"Dira ngapain sih ajak nih orang," ucap Gina dalam hatinya. Matanya menatap tajam Alan.
"Udah kita cuma mau makan, Gin. Ayo duduk." Dira menarik sahabatnya duduk di kursi disampingnya. Ia merasa tidak enak pada Alan karena Gina terlihat menolak untuk makan bersama.
Karena paksaan Dira akhirnya Gina duduk lalu mereka memesan makanan.
Suasana makan siang itu terasa agak canggung. Gina memperlihatkan wajah tidak sukanya. Dan sedari tadi hanya Alan yang berusaha memulai obrolan, Dira menjawab seadanya tapi sesekali Gina menjawab dengan cibiran.
Sendok di tangan Gina hanya dimainkan, matanya sesekali melirik tajam ke arah Alan. Jelas sekali ia tak nyaman. Bagi Gina Alan adalah pria yang paling keras kepala yang pernah dia temui. Ia jadi kesal saat bertemu dengannya.
***
Sementara itu di sebuah Restoran bergaya American Classic, Denzo bertemu dengan client perusahaan nya. Setelah perbincangan panjang dengan sang client keputusan kerjasama akhirnya terjalin.
Mereka berjabat tangan menandai kesepakatan kerja sama.
"Terima kasih Pak Denzo, saya harap kerjasama kita terjalin dengan baik kedepannya," ucap Client itu tersenyum.
"Terima kasih juga Pak Wen," balas Denzo.
Sang client itu pun pergi meninggalkan ruangan VIP Restoran yang mereka tempati.
Denzo kembali duduk, menyandarkan punggungnya di kursi.
"Rei," panggil Denzo pada sekretaris nya yang duduk di depannya.
"Iya Tuan."
"Pesan makanan," perintah Denzo, ia memutuskan akan makan siang di restoran ini saja.
Sekretaris Rei langsung memanggil pelayan restoran. Ia memesan beberapa makanan dan minuman yang Tuannya sukai. Ia tidak lagi bertanya karena tahu apa saja makanan yang Denzo suka dan tidak.
Sambil menunggu pesanan, pria yang dingin yang berstatus Ceo itu mengambil rokok di sakunya.
"Tuan?" Sekretaris Rei merasa heran, Tuannya itu jarang sekali merokok bahkan menghindari nya. Pria itu hanya merokok saat pikiran nya benar-benar kacau.
Denzo mengambil satu batang rokok lalu membakarnya. Ia menghisap rokok itu tanpa peduli pada panggilan sekretarisnya.
Sekretaris Rei meneguk ludahnya kasar, merasa takut. Ia takut jika Denzo marah karena ia lambat mencari bukti kecelakaan ibunya.
"Apa yang sedang Tuan pikirkan? Aku harap bukan karena aku." ucap Sekretaris Rei dalam hati. Ia menggelengkan kepalanya pelan.
Asap rokok mengepul, matanya makin dingin setiap hembusan. Pria itu terus menghisap rokok di tangannya hingga tinggal setengah.
Seorang pelayan tiba membawa makanan pesanan mereka.
"Silahkan di nikmati." ucap Pelayan itu sambil tersenyum ramah.
Denzo mematikan rokoknya, lalu minum kopi pahit yang tadi dipesannya.
Mereka mulai makan tanpa bicara. Hawa pria itu terasa panas membuat Rei tak bicara ataupun bertanya.
Pria yang selalu setia pada Tuannya itu, mencoba bersikap santai. Ia menyuapkan daging steak ke mulutnya.
Ditengah makan siang mereka. Suara ponsel terdengar di atas meja.
Denzo memberhentikan kegiatan makannya. Ia melirik ke ponselnya.
Nasya.
Nama itu muncul di layarnya.
Pria itu menekan tombol hijau lalu meletakkan ponselnya di samping telinganya.
"Ada apa?" Denzo langsung bertanya ke intinya pada si penelpon.
"Jadi?" Ia bertanya singkat.
"Oke. Saya tunggu." Setelah mengucapkan itu pria itu langsung mematikan sambungan telepon.
Denzo melanjutkan makannya.
Sedangkan Sekretaris Rei mengerutkan alisnya. Ia tadi melihat nama orang yang menelpon Tuannya.
Wanita itu, ada apa dia menelpon Tuan Denzo? Aku harap dia tidak merepotkan Tuan Denzo lagi.
Sekretaris Rei tidak suka pada wanita yang bernama Nasya itu. Sikap wanita itu merepotkan menurutnya. Dan selalu mengganggu Denzo dulu, kini wanita itu menghubungi Denzo setelah beberapa tahun tidak bertemu.