Saat semua mahasiswi mencari muka di hadapan Revan, si dosen tampan tapi dingin. Ayunda justru sudah kehilangan mukanya. Setiap kali bertemu Revan, Ayunda selalu dalam masalah yang membuatnya malu di hadapan dosennya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gadis Scorpio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Ayunda merutuki diri sendiri. Mengapa dia harus jujur dan mengatakan ingin pergi ke percetakan. Seharusnya dia langsung pulang saja saat pak Revan bertanya tadi.
"Sudah sampai."
Suara Revan mengalihkan pikiran Ayunda. Ayunda kemudian melihat bangunan di depannya. Yang tak lain adalah tempat percetakan.
Ya, dia memang ingin pergi ke percetakan. Tapi bukan percetakan yang besar seperti ini. Di sini biayanya pasti akan lebih mahal dari tempat langganan Ayunda biasanya.
Tapi tak apa-apa. Ayunda akan pura-pura masuk ke dalam dan setelah pak Revan pergi dia akan keluar. Kemudian pergi ke percetakan langganannya.
Kamu memang pintar Ayu kalau soal berhemat. Batin Ayunda memuji diri sendiri.
"Terima kasih, pak." kata Ayunda sebelum keluar dari mobil.
Ayunda sengaja berjalan dengan pelan menuju ke pintu masuk. Menunggu sampai Pak Revan pergi. Tapi sayang seribu sayang. Kenyataan yang terjadi tidak sesuai espektasi. Dosennya itu malah ikut turun dari mobil dan menarik Ayunda masuk kedalam.
Di seberang jalan sana seseorang mengepal tangannya, melihat Ayunda dan Pak Revan.
"Dasar munafik. Awas kau Ayunda!" gumam Raya dari dalam mobilnya.
Kemudian Raya langsung pergi karena ada hal yang harus dia lakukan untuk membalas sakit hatinya pada Ayunda.
"Hanya ini?" tanya Revan sambil melihat berkas Ayunda yang sudah selesai di cetak.
Ayunda hanya mengangguk karena perasaannya masih kesal pada dosennya itu. Sebenarnya masih banyak lagi yang ingin dia cetak. Tapi karena Ayunda takut uangnya tidak cukup, jadi dia hanya mencetak sebagian.
"Berapa mas?" tanya Ayunda.
"Tiga puluh ribu mbak." jawab karyawan percetakan itu.
Baru saja Ayunda ingin mengambil uang di dompetnya tapi Revan sudah membayar.
"Ambil kembaliannya."
Revan kemudian mengambil berkas Ayunda dan menarik gadis itu untuk segera keluar dari sana.
"Ayo, pulang." kata Revan yang tiba-tiba tampak tidak senang.
Entah karena Ayunda bicara dengan mas di percetakan atau karena dia memang ingin buru- buru pulang. Entahlah.
"Pak, saya pulang sendiri saja." kata Ayunda menghentikan langkahnya.
Revan menghentikan gerakan tangannya yang ingin membuka pintu mobil ketika mendengar ucapan Ayunda.
"Sebentar lagi akan turun hujan, tugas ini akan basah jika kamu pulang dengan ojek." kata Revan menujuk berkas Ayunda yang masih di tangannya.
Benar saja, langit terlihat sangat mendung dan rintik hujan mulai turun. Memaksa Ayunda untuk ikut dengan mobil dosennya itu.
Hari semakin sore dan hujan turun semakin deras ketika mereka tiba di apartemen.
Lagi-lagi Ayunda terkejut melihat dosennya ikut turun dari mobil.
Apa pak Revan mau ke apartemennya? batin Ayunda bertanya-tanya.
Jika benar, lalu bagai mana dengannya? mereka tidak mungkin berdua-duan di dalam apartemen. Takut yang ke tiganya adalah setan.
"Hujannya sangat deras. Terlalu bahaya bila berkendara. Bisa-bisa terjadi kecelakaan." kata Revan memberi alasan yang masuk akal mengapa dia harus mampir.
"Saya akan pulang setelah hujan reda." lanjut Revan lagi yang menyadari wajah tidak nyaman Ayunda.
Sementara itu di sebuah rumah mewah, Raya sedang bicara dengan papanya.
"Tampan saja tidak akan membuat hidup mu bahagia sayang." kata Reno, papanya Raya.
Dari hasil penyelidikan orang suruhan Reno, Revan hanyalah seorang pemuda biasa. Bukan dari kalangan keluarga yang kaya raya. Bekerja sebagai dosen dan memiliki beberapa persen saham di sebuah hotel bintang tiga. Sangat jauh dengan derajat keluarga mereka. Sehingga Reno jadi enggan untuk mendukung Raya menjalin hubungan dengan Revan.
Revan pasti mau melanjutkan pengobatan kakinya apabila Ayunda sudah bersamanya...
ko pindah kota macam mana cerita ma dosennya