NovelToon NovelToon
JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN

JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berbaikan / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:457
Nilai: 5
Nama Author: Sarah Siti

JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN

Zhao, putri bangsawan yang terkenal cantik dan keras kepala, kembali membuat kehebohan di kediaman keluarganya. Kali ini, bukan karena pesta atau keributan istana… tapi karena satu hal yang paling ia hindari seumur hidup: perjodohan!

Dirinya dijodohkan dengan Pangeran Wang pangeran kerajaan yang dikenal dingin, tegas, dan katanya... kejam?! Zhao langsung mencari cara kabur, apalagi hatinya telah tertambat pada sosok pria misterius (pangeran yu) yang ia temui di pasar. Tapi semua rencana kacau saat ia malah jatuh secara harfia ke pelukan sang pangeran yang tak pernah ia pilih.

Ketegangan, kekonyolan, dan adu mulut menjadi awal dari kisah mereka. Tapi akankah hubungan cinta-benci ini berubah jadi sesuatu yang lebih hangat dari sekadar perjodohan paksa?

Kisah cinta kerajaan dibalut drama komedi yang manis, dramatis lucu, tegang dan bikin gemas!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarah Siti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CINTA YANG TERBANGUN, BAHAYA YANG MENYUSUP

Pagi itu datang dengan sinar matahari yang lembut menyusup di balik tirai istana, membelai pelan dua hati yang tertidur dalam damai. Meski malam mereka hanya berakhir dengan sebuah pelukan, hangatnya kebersamaan itu terasa lebih dari cukup bagi keduanya.

Zhao membuka mata lebih dulu. Wajah tampan suaminya yang masih terlelap membuat jantungnya berdebar cepat, lagi-lagi.

>Kenapa aku selalu seperti ini… Padahal ini bukan kali pertama aku tidur di sisinya…"gumam Zhao dalam hati, pipinya merona merah muda.

Tak lama kemudian, Pangeran Wang ikut terbangun. Tatapannya langsung bertemu dengan sorot gugup Zhao, yang berusaha mengalihkan pandangan namun gagal menyembunyikan senyuman kecil di bibirnya.

"Entahlah... tapi hatiku selalu merasa bergetar saat berada di sampingmu… padahal ini bukan kali pertama," ucap Zhao, gugup dan malu, suaranya nyaris berbisik.

> ‘Kupikir hanya aku yang merasa begitu…’ batin Pangeran Wang, matanya tak lepas dari wajah istrinya.

Zhao lalu menunduk, menatap jari-jarinya sendiri sebelum berucap pelan, "Kalau begini saja aku sudah seperti mau meledak... bagaimana kalau kita... lebih dari ini?"

Pangeran Wang tertawa kecil, geli melihat kepolosan Zhao yang justru membuatnya semakin manis.

"Kita bisa mencobanya," godanya pelan sambil menarik Zhao ke dalam pelukannya, membuat sang putri hampir melompat dari tempat tidur karena gugup.

"Kau selalu meledekku!" keluh Zhao sambil menutupi wajahnya dengan bantal.

Pangeran Wang merunduk, mendekatkan wajahnya dengan lembut ke arah istrinya yang masih malu-malu. "Aku serius," ucapnya pelan, namun tulus.

Tapi sebelum bibir mereka benar-benar bertemu...

"Pangeran! Kaisar memanggil semua pangeran ke aula utama!" suara lantang dari luar istana memecah keheningan romantis itu. Suara pengawal pribadi Pangeran Wang memaksa mereka kembali ke kenyataan.

Zhao dan Pangeran Wang saling berpandangan, sejenak terdiam.

"Ayah memanggil kami tiba-tiba? Ada apa lagi?" gumam Pangeran Wang sambil bangkit dari tempat tidur.

Zhao meraih tangannya sejenak, menatap dengan cemas. "Apa akan terjadi sesuatu lagi?" bisiknya lembut.

Pangeran Wang tersenyum kecil dan menggeleng pelan. "Tidak akan. Jangan khawatir."

Ia mengenakan jubahnya dengan cepat, lalu hendak melangkah pergi. Namun langkahnya terhenti saat melihat Zhao masih duduk di atas ranjang, memandangnya dalam diam.

Pangeran Wang kembali menghampirinya, menunduk, dan mengecup kening Zhao dengan cepat. "Nanti akan kuceritakan semuanya," bisiknya, lalu pergi dengan langkah ringan… meninggalkan hati Zhao yang kini benar-benar tak menentu arah.

Setelah kepergian Pangeran Wang, Zhao duduk diam di dalam kamarnya, menatap kosong ke arah pintu yang tertutup. Pikirannya masih dipenuhi oleh sosok suaminya dan panggilan mendadak dari Kaisar pagi ini.

Tak lama, Meilan masuk membawa nampan teh. Wajahnya seperti menyimpan sesuatu.

“Kau juga tahu soal pertemuan di aula utama, ya?” tanya Zhao pelan, menatap sahabat sekaligus dayangnya itu.

Meilan mengangguk. “Semua pangeran dipanggil. Pasti bukan urusan biasa.”

Zhao menghela napas, penasaran namun tak ingin terlihat mencampuri urusan dalam istana secara terang-terangan. “Aku tak bisa menyuruhmu memata-matai...”

“Tapi aku bisa melakukannya tanpa disuruh,” sahut Meilan cepat, menatap Zhao penuh semangat. “Tenang saja, bahkan mata-mata profesional akan kalah dariku.”

Zhao tertawa kecil, lalu menghela napas lagi. “Baiklah… tapi dengan satu syarat. Kau harus cari tahu juga siapa saja mata-mata yang masih aktif di istana selain dirimu.”

Meilan memberi hormat dengan gaya jenaka. “Siap, Yang Mulia.”

---

Di Aula Utama Istana

Semua pangeran telah hadir bersama para dewan dan bangsawan tinggi. Kaisar duduk di singgasananya, matanya tajam mengamati satu per satu.

Pangeran Wang baru saja masuk, bersamaan dengan Pangeran Jaemin yang juga datang sedikit terlambat. Pangeran Yu dan Pangeran Chun sudah berada di tempat.

Kaisar membuka pertemuan dengan nada serius. “Hari ini, aku ingin mengumumkan kandidat resmi untuk posisi Putra Mahkota.”

Semua mata langsung menoleh ke arah Kaisar.

“Kandidatnya adalah... Pangeran Wang.”

Ruangan langsung menjadi panas. Beberapa dewan tampak terkejut, namun ada pula yang seperti sudah menduganya. Di sisi lain, para pendukung Pangeran Chun langsung menunjukkan ketidaksenangan mereka.

Pangeran Chun mengepalkan tangannya. Ia berdiri dengan nada suara penuh protes.

“Ayah, ini tidak adil. Aku juga putra Permaisuri Agung. Bahkan kelahiran kita hanya berselisih beberapa menit saja! Mengapa bukan aku?”

Kaisar menatap anaknya dengan tenang namun tajam. “Ini baru pengumuman kandidat, belum penetapan resmi. Namun aku memilih berdasarkan banyak pertimbangan, bukan semata urutan lahir.”

Pangeran Wang sendiri tetap tenang, tidak menanggapi sepatah kata pun.

Pangeran Yu mencoba menenangkan kakaknya. “Kakak, aku yakin Ayah memiliki alasannya sendiri. Ini mungkin akan membawa kebaikan bagi kita semua.”

Pangeran Jaemin menimpali, “Ya, Kak. Jangan membuat keputusan terburu-buru. Ini belum final.”

Namun usaha mereka justru membuat Pangeran Chun semakin marah.

“Kalian terlalu pasrah! Bahkan jika aku dilahirkan dari selir sekalipun, aku tetap akan menentang keputusan ini!”

Kaisar akhirnya bicara tegas. “Keputusanku tidak bisa diganggu gugat. Jika kau tak puas, temui aku secara pribadi. Jangan membuat keributan di hadapan semua orang.”

Pangeran Chun menatap semua orang dengan marah, lalu berbalik meninggalkan aula. Pangeran Yu segera menyusulnya.

---

Di Lorong Istana

“Kakak!” Pangeran Yu menyamakan langkah. “Seharusnya kita mendukung Kakak Wang. Itu akan jauh lebih baik untuk kita semua.”

Pangeran Chun menoleh tajam. “Kau bicara seperti ini karena kau terlalu menerima segalanya. Bahkan jika aku adalah anak dari selir seperti ibumu, aku akan tetap menentang keputusan ini!”

Pangeran Yu terdiam sejenak. “Tapi Ayah pasti sudah mempertimbangkan dengan hati-hati. Beliau tidak pernah salah dalam mengambil keputusan penting seperti ini.”

Namun Pangeran Chun mendekatkan wajahnya, bicara pelan namun menusuk. “Kau hanya berpihak padanya sekarang. Hatimu terlalu lembut. Tapi bagaimana jika suatu saat kau tahu... kebenaran tentang ibumu di masa lalu?”

Pangeran Yu menatap kakaknya, bingung dan penasaran. “Ibuku? Apa maksudmu? Ada apa dengannya?”

Pangeran Chun tersenyum sinis, lalu pergi meninggalkannya.

Pangeran Yu terdiam, pikirannya mulai berputar. Wajah ibunya, kenangan lama, luka yang pernah ia pendam semuanya muncul kembali. Ia berjalan tanpa arah, mengikuti langkah pikirannya sendiri... sampai akhirnya ia tiba di depan kediaman Zhao.

---

Di Depan Kediaman Zhao

Zhao sedang mondar-mandir di halaman, menunggu kabar dari Pangeran Wang atau Meilan. Matanya terus melirik ke arah gerbang.

Tiba-tiba langkah kaki membuatnya menoleh. Pangeran Yu berdiri tak jauh dari sana.

“Kenapa aku malah sampai ke sini...” gumam Pangeran Yu pelan.

Ia lalu mendekati Zhao. “Zhao, kau kenapa mondar-mandir seperti itu?”

“Pangeran Yu? Eh... bukankah kalian sedang rapat di aula utama?” tanya Zhao heran.

“Entahlah... setelah selesai, aku berjalan tanpa sadar dan malah sampai di sini,” sahut Pangeran Yu jujur.

Zhao mengamati wajahnya. “Wajahmu kusam sekali... biasanya kau tampan.”

Pangeran Yu tersenyum kecil.

> ‘Mungkin... memang hanya dia yang bisa menenangkan luka di hatiku.’

“Aku hanya sedang memikirkan ucapan Pangeran Chun soal ibuku... sepertinya dia tahu sesuatu yang aku tidak tahu,” ucap Pangeran Yu pelan.

Zhao terdiam.

> “Apa Pangeran Chun juga tahu tentang masa lalu Selir Yi dan Permaisuri...?” batinnya khawatir.

“Kalau pun itu benar, aku percaya kau cukup kuat untuk menghadapi semuanya,” kata Zhao lembut, menepuk bahu Pangeran Yu dengan penuh empati.

Pangeran Yu menatap tangan Zhao, lalu tersenyum. “Kau sudah bicara dengan Hwa Jin?”

“Belum. Dia masih menghindariku. Aku pun belum siap untuk menemuinya lagi. Entah... sampai kapan akan begini.”

Saat Zhao hendak merespons, Pangeran Wang tiba-tiba muncul dari balik tiang istana. Ia menatap pemandangan di depannya Zhao dan Pangeran Yu berdiri cukup dekat.

Ia melangkah menghampiri mereka dengan senyum sinis namun jenaka.

“Pangeran Yu? Rupanya kau di sini?” sapa Pangeran Wang.

Zhao dan Pangeran Yu menoleh.

“Kakak... aku tidak tahu kenapa kakiku membawaku ke sini...” jawab Pangeran Yu jujur.

Pangeran Wang menatap Zhao sejenak, lalu menoleh kembali pada adiknya. “Mungkin kau sedang banyak pikiran. Jika lelah, beristirahatlah... atau lakukan hal yang bisa menenangkan hatimu. Masalahmu dengan Hwa Jin tampaknya cukup mengganggumu.”

Pangeran Yu mengangguk pelan. “Terima kasih, Kak.”

Namun mata Pangeran Wang sempat menyipit melihat kedekatan mereka. Ia tiba-tiba meraih Zhao, menariknya ke samping dan meletakkan tangan di bahu istrinya.

Zhao melirik gugup. “Eh... ada apa?”

“Ayo masuk. Aku lapar. Kita belum makan,” kata Pangeran Wang datar sambil menariknya ke dalam.

Pangeran Yu menatap punggung mereka.

> “Aku tidak tahu… aku tidak mengerti dengan hatiku, Zhao…” gumamnya lirih.

Di dalam kediaman, Zhao memandangi Pangeran Wang dengan bingung.

“Kenapa kau buru-buru menarikku masuk tadi? Padahal Pangeran Yu sedang butuh tempat bersandar…” ucap Zhao heran.

Pangeran Wang menatap istrinya sebentar lalu menjawab jujur, “Yah… aku juga tahu dia sedang punya masalah. Tapi aku… tidak suka kalian terlalu akrab seperti itu.”

Zhao tersenyum geli. “Kau terlihat seperti serigala yang sedang cemburu.”

Pangeran Wang ikut tersenyum, malu-malu. “Aku lapar.”

Zhao langsung bangkit dan menyiapkan makanan. Sambil sesekali melirik ke luar, ia bergumam, “Meilan ke mana, ya? Sudah lama belum kembali. Apa dia sedang menyelidiki banyak hal sekaligus?”

Sambil menunggu, mereka tetap berbincang.

“Ayo makan,” ucap Pangeran Wang.

Zhao mengangguk sambil menuangkan sup hangat ke mangkuknya. “Aku mencemaskan Pangeran Yu. Wajahnya sangat muram tadi. Sepertinya Pangeran Chun menyebut sesuatu tentang ibunya…”

“Pangeran Chun memang tahu sesuatu soal mendiang Selir Yi,” ujar Pangeran Wang sambil mengunyah pelan.

Zhao menatapnya. “Kau juga tahu?”

Pangeran Wang terdiam sejenak, kemudian berkata dengan nada dalam, “Aku tahu. Tapi seperti biasa… aku tidak pernah bisa menanganinya. Aku mungkin ahli dalam strategi dan perang. Tapi dalam urusan keluargaku sendiri, aku seperti prajurit tanpa senjata.”

Ia melanjutkan, “Mulai dari ibuku, Selir Yi… lalu Pangeran Yu… dan sekarang Pangeran Chun yang mulai memberontak, hanya karena keputusan Ayah yang belum final.”

“Kalau keputusan itu menjadi resmi… apa kau pikir akan terjadi sesuatu?” tanya Zhao hati-hati.

Pangeran Wang mengangguk pelan. “Aku rasa… akan ada pemberontakan dalam istana. Terutama karena mertua Pangeran Chun adalah Menteri Perang. Dia memiliki pasukan sendiri. Sebelum hal itu terjadi, aku harus mengamankan dukungan dan pasukan yang cukup.”

Zhao menggenggam tangannya erat.

“Bebanmu sangat berat… dan kau menanggungnya sendirian. Tapi sekarang kau tidak sendiri. Aku ada di sini. Aku ingin ikut mendukung dan membantu, jadi… jangan halangi aku untuk masuk ke dalam hidupmu.”

Pangeran Wang menatapnya, matanya melembut.

“Aku hanya ingin membahagiakanmu… bukan menyeretmu ke dalam luka dan konflikku.”

Zhao tersenyum, menggeleng pelan. “Selama bersamamu… aku sudah bahagia.”

Pangeran Wang menarik tangannya dan mengecup punggungnya.

“Terima kasih, istriku.”

---

Sementara itu, Pangeran Chun duduk di ruang pribadinya, pikirannya penuh dengan kemarahan. Ia mengingat kembali pengumuman sang Kaisar tadi, dan bagaimana semua orang seakan hanya menerima begitu saja.

Dari balik tirai, Nona Lee mengintip dengan tatapan tajam.

> “Jadi dia tidak terima juga… mungkin ini akan jadi peluang bagiku,” batinnya sambil menyipitkan mata.

Pangeran Chun bangkit dan berjalan pergi dengan penuh emosi.

---

Ia tiba di kediaman Permaisuri, ibunya, yang menyambutnya dengan senyum lembut. Tak seperti ketika Pangeran Wang datang berkunjung.

“Kau kenapa, Nak?” tanya Permaisuri dengan hangat.

Pangeran Chun duduk dengan napas berat. “Ibu… aku ini juga putramu, kan?”

Permaisuri mulai tegang, tapi tetap menjawab tenang. “Tentu saja. Kenapa kau bertanya seperti itu? Apa kau meragukanku?”

“Bahkan… kau lebih menyayangiku dibandingkan Kakak Wang, kan?”

Permaisuri menatapnya lembut. “Pangeran Chun… kau sedang membicarakan keputusan Ayahmu tadi, ya?”

Pangeran Chun mengangguk. “Ya, Ibu. Kenapa Ayah hanya menunjuk Pangeran Wang sebagai kandidat? Padahal jelas tidak ada lawan lain.”

Permaisuri tersenyum tipis, mencoba menenangkan. “Nak, dia adalah kakakmu. Dan dalam tradisi istana… anak sulung Kaisar selalu jadi calon pewaris.”

“Tapi kami lahir di hari yang sama! Dan aku tidak bisa menerima ini begitu saja!”

Permaisuri terdiam. Dalam hatinya, ucapan Pangeran Wang kembali terngiang… tentang adiknya yang mulai terbakar ambisi.

“Pangeran Chun… walaupun kau tidak naik takhta, Ibu tetap menyayangimu. Aku hanya ingin melindungimu… aku tidak ingin kau terseret ke dalam pertarungan istana.”

Pangeran Chun menatapnya tajam. “Artinya… Ibu menganggapku lemah. Ibu tidak percaya aku bisa menjadi penerus.”

“Tidak, Nak. Ibu tidak pernah berpikir seperti itu.”

Namun tatapan Pangeran Chun berubah dingin.

“Lihat saja… aku akan mengambil semuanya darinya.”

Permaisuri terdiam, matanya membesar. Luka itu seperti menampar dirinya sendiri. Ia dulu berharap cinta dan kelembutan bisa meluluhkan putranya… tapi yang tumbuh malah ambisi dan kemarahan.

Pangeran Chun pergi begitu saja, meninggalkan ibunya yang terduduk lemas, matanya berkaca-kaca.

“Pangeran Chun…” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar.

Senja mulai merayap, menyelimuti langit istana dengan warna jingga yang pucat. Di dalam kediaman Zhao, ketegangan belum sepenuhnya reda.

Tiba-tiba, pintu terbuka pelan. Meilan masuk dengan langkah cepat dan ekspresi serius.

“Nona,” panggilnya dengan napas sedikit terburu.

Zhao dan Pangeran Wang menoleh bersamaan.

“Bicara saja, Meilan. Biarkan Pangeran Wang mendengarnya juga,” ucap Zhao mantap.

Pangeran Wang memutar tubuhnya, menatap Meilan dengan sinis namun penuh ketertarikan. “Ada apa, Meilan?”

Meilan berdiri tegak, suaranya terdengar tenang namun tegas. “Saya sudah menyelidiki semuanya. Tentang pengumuman di aula utama… mungkin Nona sudah mendengarnya langsung dari Pangeran Wang. Tapi ada hal yang jauh lebih penting yang harus kalian ketahui.”

Zhao dan Pangeran Wang langsung saling pandang, lalu menatap Meilan dengan serius.

“Apa itu?” tanya Zhao pelan.

Meilan menarik napas dalam-dalam. “Saya menemukan banyak mata-mata di istana. Mereka tersebar di hampir seluruh pelosok di setiap kediaman utama para pangeran, termasuk kediaman Permaisuri dan bahkan tempat para dayang.”

Zhao membulatkan mata. “Semua kediaman?”

Meilan mengangguk. “Kecuali kediaman ini. Karena seluruh pergerakan di sini bisa saya awasi langsung. Tapi di luar sana… bisa jadi, setiap langkah Pangeran dan Nona Zhao sedang diawasi.”

Pangeran Wang mengepal tangannya. “Sudah kuduga… Tapi kenapa gerakan mereka begitu terstruktur dan sistematis? Apa kau sudah menemukan pusat kekuatannya?”

Meilan menggeleng pelan. “Belum, Pangeran. Saya belum bisa menelusuri siapa dalang utama di balik jaringan ini. Tapi saya akan terus menyelidiki. Untuk saat ini… kita harus lebih berhati-hati dalam segala hal. Sekecil apa pun.”

Zhao menghela napas, mencoba menenangkan jantungnya yang berdetak tak menentu.

“Aku tidak menyangka… akan separah ini,” bisiknya.

Lalu Zhao mengangkat kepalanya menatap Meilan. “Tentang Hwa Jin… apakah benar itu ulah Nona Lee?”

Meilan menatapnya serius, lalu mengangguk. “Bisa dipastikan. Tapi dia tidak bertindak sendirian. Untuk saat ini, dia masih menggunakan Nona Hwa Jin sebagai alat… mungkin sebagai bidak catur untuk memecah belah.”

Pangeran Wang berdiri, matanya tajam dan penuh keputusan.

“Aku harus segera membereskan semua ini… Sebelum istana menjadi ladang pengkhianatan.”

Zhao mengangguk tegas, berdiri di sampingnya.

Keduanya saling bertatapan sejenak. Kini, bukan hanya cinta yang menyatukan mereka… tapi juga tekad untuk melindungi kebenaran dan membersihkan istana dari bayang-bayang gelap yang mulai merayap dari dalam.

Senja pun meredup… dan babak baru mulai terbuka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!