Devan Ganendra pergi dari rumah, karena iri dengan saudara kembarnya yang menikah dengan Dara. Karena dia juga menyukai Dara yang cantik.
Ia pergi jauh ke Jogja untuk sekedar menghilangkan penat di rumah budhe Watik.
Namun dalam perjalanan ia kecelakaan dan harus menikahi seorang wanita bernama Ceisya Lafatunnisa atau biasa dipanggil Nisa
Nisa seorang janda tanpa anak. Ia bercerai mati sebelum malam pertama.
Lika-liku kehidupan Devan di uji. Ia harus jadi kuli bangunan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama Nisa.
Bagaimana penyelesaian hubungan keluarga dengan mantan suaminya yang telah meninggal?
Atau bagaimana Devan memperjuangkan Nisa?
Lalu apakah Devan menerima dengan ikhlas kehadiran Dara sebagai iparnya?
ikuti kisah Devan Ganendra
cusss...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon si ciprut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tentang Bu Juanti
Seperti biasa, paginya Evan bekerja dengan mas Hasan untuk proses finishing rumah milik pak Timo. Sementara mbak Jannah mengantar kedua anaknya sekolah.
Sedangkan Nisa kini menggunakan motornya sendiri, meski plat nomer belum jadi. Beruntung pihak dealer memberikan plat nomor khusus selama plat nomer aslinya belum turun.
Sementara di rumah sakit, Bu Juanti yang saat ini menunggu suaminya yang masih di rawat.
"Aku kalau engga di kasih uang juga engga mau mas nungguin kamu begini. Mending kerja buruh, bisa buat makan!" Ucap Juanti saat suaminya masih tertidur pulas.
"Tapi lumayan sih ngasihnya!, anakmu itu!" gerutunya.
Ceklek....!!!
"Wah ternyata pak sabar di rawat di ruangan mewah. Banyak duit ya!!" Seorang wanita tiba-tiba masuk sambil bersedakap memperhatikan ruangan VVIP tempat pak Sabar di rawat.
"Lha ngapain Den Winda kesini?" Tanya Bu Juanti dari tempat duduknya.
Sebenarnya ogah melayani orang yang bernama Winda itu.
"Cuma mau negesin sih!, Gara-gara Sabar ini nih!, bapak mati. Sekarang mas Wondo di penjara, malah kritis lagi!" Ucap Winda, adik kedua Wondo.
"Lho mati juga karena ulahnya sendiri kok!" Sahut bu Juanti.
"Ulah sendiri bagaimana?, orang Nisa yang kasih obat kuat bapak kok!, katanya biar kuat!, karena Nisa masih perawann kan!" ucapnya dengan ketus.
"Mau ngasih bagaimana?, orang pas nikah aja Nisa di ikat begitu! Kayak tahanan. Terus mas Sabar juga di pukuli, di ikat pula!" Sahut Bu Juanti yang tidak terima perlakuan keluarga Sugondo kala itu.
"Huhh!, alasan!, kalian sekongkol yoo!" Ketus Winda.
"Pokoke keluarganya njenengan itu den Winda. Sekarang baru tahu akibatnya kan!"
"Kurang ajarrr...!!
Plaaakkkk....!!!
Ughhh...!!
Hiks....!!
"Kamu kok berani ngeyel ya!, dasar orang tua ga tahu diri. Sudah miskin belagu!, pakai di ruangan VVIP segala!"
Bu Juanti menangis sehabis di tampar oleh Winda. Ia hanya menutupi kedua pipinya yang sakit. Bahkan tidak berani melawan Winda jika sudah main tangan begini.
"Intinya, bapak meninggal karena Nisa sama Sabar!, kalian harus tanggung jawab!" ucapnya.
"Gara-gara bapak meninggal, aku sama mbak Wanda belum kejatah warisan!"
"Hiks, itu urusan kalian, bukan keluargaku!"
plakkk...!!
Kembali Winda menampar Bu Juanti, hingga menangis tersedu .
"Bukannya harusnya njenengan seneng kalau den Wondo masuk rumah sakit, sama masuk penjara?" Ucap Bu Juanti dalam tangisnya.
Winda tidak kepikiran sampai disana. Wondo!, yah Wondo salah satu penghambat dirinya untuk menguasai harta peninggalan bapaknya itu. Dan saat ini Wondo di rumah sakit dalam keadaan kritis. Dan jika sembuh pun dia pasti di penjara karena perlakuannya terhadap pak Sabar.
"Tapi semuanya gara-gara Nisa yu Juanti..!!" Ketus Winda dengan berkacak pinggang. "Pokoknya aku akan perhitungkan ini dengan Nisa!"
Winda keluar dari ruang perawatan pak Sabar.
Brakkkk....!!
Bu Juanti merasa lega, karena Winda sudah keluar. Namun rasa sakit di pipinya, membuat dirinya sakit hati terhadap keluarga suaminya itu.
Terutama dengan Nisa yang jadi penyebabnya, karena setelah nikah dengan pak Sugondo, ternyata pak Sugondo langsung meninggal. Disebabkan karena kebanyakan minum obat. Obat apa itu?, entah, Bu Juanti tidak tahu menahu.
Yang kedua adalah, ketika Nisa di usir oleh bapaknya dulu setelah cerai mati dengan pak Sugondo. Justru Nisa menuduh dirinya penyebab bapaknya kehabisan harta serta kadang miliknya.
Bu Juanti di tuduh sering foya-foya dan menghambur-hamburkan uang milik ayahnya, hingga sampai bangkrut dan harus punya utang dengan pak Sugondo.
Yang ketiga adalah masalah hutang di bank kemarin. Sertifikat harusnya di pegang Bu Juanti, tapi malah dibawa oleh Nisa.
Semua itu berkecamuk dalam pikiran Bu Juanti. Bahkan sampai sekarang ini, Bu Juanti tidak pernah bicara dengan Nisa. Hanya kadang bicara dengan Mas Hasan atau mbak Jannah, istrinya.
Dan hanya dia yang selalu perhatian terhadapnya. Tapi tidak dengan Nisa.
Nisa sama sekali engga mau ke rumah ayahnya, kalau tidak terpaksa seperti kejadian kemarin. Itu semua karena adanya Bu Juanti.
.
.
.
Sementara saat ini Winda menemui kakaknya Wanda yang berada di sebuah bar di kota terdekat.
"Mbak!, itu mas Wondo bagaimana kok bisa seperti itu?" Tanya Winda kepada Wanda yang sedang bermesraan dengan seorang lelaki muda, entah siapa lelaki muda itu.
"Aku juga ga tahu kalau bisa seperti itu!, padahal tinggal ambil berkas yang di simpan mas Wondo lho!" Sahutnya.
Lelaki muda disebelahnya ijin untuk keluar lebih dulu, sebab Wanda sedang ada tamu. Yaitu adiknya.
"Tapi entar kesini lagi ya?, kan belum di goyang aku!" Sahut Wanda, membuat Winda memutar bola matanya. Malas melihat kakaknya ini suka sekali dengan berondong.
Katanya lebih mantap, dari pada lelaki yang berumur.
"Makanya aku juga jagain Bu Trimah, karena aku butuh tanda tangannya. Kan harta semua atas nama Bu Trimah!" lanjut Wanda.
"Asal Wildan engga bisa bicara saja!"
"Wildan sudah tidak bisa bicara, lumpuh dan kesehariannya harus di layani oleh Bu Trimah. Makanya aku sering suplai buat kehidupan kesehariannya."
"Mbak pinter memanfaatkan sesuatu!" sahut Winda sambil mengacungkan kedua jempolnya.
Keduanya pun membicarakan tentang harta peninggalan ayahnya, yang tak lain adalah milik Bu Sutrimah, istri pertama pak Sugondo.
Keduanya minum sampai mabuk, meski hari masih siang. Bahkan Winda ingin menambah lagi.
"Doni....!!!" Panggil Wanda kepada pemuda yang tadi keluar dari ruangan.
Sang pemuda pun masuk, "Iya mbak!" sahutnya kemudian duduk di sebelah Wanda.
"Aku mau sekarang!, disini yuk!, biar Winda melihat permainanmu!" Ucap Wanda yang langsung menyambar bibir Doni. Bahkan keduanya pun langsung membuka pakaiannya di hadapan Winda.
"Sialan...!!, jadi pingin aku!" gerutu Winda yang tak mau kalah.
Kemudian ia pun membuka pakaiannya. Turut serta bergabung dengan Doni dan kakaknya itu.
.
.
.
"Van !, ini sudah selesai. Dan ini upahmu ya!" Ucap pak Timo kepada Devan. Begitu juga dengan mas Hasan serta Amir.
"Makasih pak!" Ucap Devan sambil menerima upah selama bekerja bersama mas Hasan.
Meski waktu baru pukul dua siang, namun pekerjaannya telah selesai. Mereka pun pulang.
Devan mengajak Amir ke rumah untuk mulai memperbaiki motornya. Amir mengikuti saran dari Devan.
Sementara mas Hasan akan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk ayahnya yang saat ini di tunggu oleh Bu Juanti.
"Van!, alatnya kan belum lengkap?" Ucap Amir yang kini sudah berada di rumah mas Hasan untuk membongkar motor Devan.
"Beli dulu yuk!, kurangnya apa saja!, mumpung habis gajian ini!" ucap Devan.
"Emang cukup?"
"Udah pikir aja, yang di butuhkan apa?" Sahut Devan.
"Ya udah yuk!"
Keduanya pun berboncengan untuk mencari peralatan bengkel yang di butuhkan. Amir mengajaknya ke kota terdekat. Dimana di sana ada toko teknik yang menjual berbagai peralatan bengkel sesuai yang di inginkan Amir.
.
.
.
BERSAMBUNG
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
ibu tirinya, Nisa???
lanjut thor ceritanya
lanjutkan
jadi semangat bacanya deh
kog bisa2nya kek gitu
kan mayan ada devan yg jadi jaminan
cwek tuh perlu bukti ucapan juga lhooo
pokoknya yg bilang habiskan semua nya 😅😅😅😅