NovelToon NovelToon
PICCOLA PERDUTA

PICCOLA PERDUTA

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Misteri / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Dark Romance
Popularitas:32.8k
Nilai: 5
Nama Author: Vebi Gusriyeni

‼️Harap Bijak Dalam Memilih Bacaan‼️

Series #3

Maula Maximillian dan rombongan kedokterannya dibuang ke sebuah desa terpencil di pelosok Spanyol, atas rencana seseorang yang ingin melihatnya hancur.

Desa itu sunyi, terasing, dan tak tersentuh peradaban. Namun di balik keheningan, tersembunyi kengerian yang perlahan bangkit. Warganya tak biasa dan mereka hidup dengan aturan sendiri. Mereka menjamu dengan sopan, lalu mencincang dengan tenang.

Yang datang bukan tamu bagi mereka, melainkan sebuah hidangan lezat.

Bagaimana Maula dan sembilan belas orang lainnya akan bertahan di desa penuh psikopat dan kanibal itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24 : Penerbangan Pulang

...•••Selamat Membaca•••...

Beberapa menit setelah pukul satu siang, kabut mulai mengangkat diri dari landasan darurat. Awan menipis dan hujan berhenti sepenuhnya. Cuaca yang sejak semalam tak bersahabat akhirnya menyerah dan berubah cerah.

Pilot menyampaikan lewat interkom, “Kondisi sudah cukup stabil. Kami siap terbang dalam lima belas menit.”

Rayden menatap wajah Maula yang sedang tertidur di pelukannya. Suhu tubuhnya sudah turun ke angka aman. Napasnya teratur dan tubuhnya masih lemah, tapi tidak lagi menggigil.

Dengan hati-hati, Rayden membaringkannya di ranjang kabin. Ia memberi isyarat ke dokter Lyria agar tetap berjaga sepanjang penerbangan. Dua perawat sudah siap dengan perlengkapan medis. Infus tetap terpasang di tangan Maula, dan masker oksigen diganti dengan tabung portabel.

Mesin jet mulai menyala. Getaran ringan terasa menjalar di lantai kabin. Pilot memberi aba-aba. Dalam dua menit, roda meninggalkan tanah.

Jet perlahan naik, menembus langit yang kini biru pucat. Maula mengerang pelan, terganggu oleh tekanan udara di telinganya. Rayden langsung menggenggam tangan Maula.

“Sudah, Piccola, sudah… kita terbang, sayang. Ke rumah. Ke Madrid.”

Maula membuka mata perlahan. Kelopak matanya berat, tapi ia sadar. Ia menatap Rayden, lalu berbisik, “Akhirnya… aku bisa pulang juga.”

Rayden menunduk, mencium jemari istrinya. “Akhirnya.”

Penerbangan berlangsung hening. Tak ada percakapan panjang. Hanya suara lembut mesin, sesekali bunyi alat monitor yang menunjukkan tekanan darah dan saturasi oksigen Maula.

Rayden tidak meninggalkan sisi ranjang. Ia menyeka keringat yang masih muncul sesekali di pelipis istrinya. Ia mengecek suhu tubuh Maula dengan alat portabel. Masih stabil tapi ia tetap berjaga, tidak ingin lengah sedetik pun.

Di luar jendela, langit Eropa membentang luas. Awan tipis bergerak lamban seperti tirai yang dibuka perlahan. Madrid masih lima jam di depan. Tapi bagi Rayden, ini bukan sekedar penerbangan pulang. Ini perjalanan membawa kembali satu-satunya hal yang paling berarti dalam hidupnya. Istri tercinta yang dia perjuangkan selama ini.

“Terima kasih Tuan Leo, Nyonya Maureen. Kalian sudah memberikan pelita ini padaku, aku tidak tahu harus berkata apa saat ini, yang jelas, aku sangat mencintai anak kalian, selamanya,” ucap Rayden dalam hatinya sambil terus mencium jemari Maula.

Maula sempat tertidur lagi. Sekitar pukul tiga sore, ia terbangun. Rayden menyuapinya sup bening. Ia makan perlahan, suap demi suap. Rayden membersihkan bibirnya dengan lembut.

“Maaf ya, aku repot banget,” gumam Maula.

“Aku berharap aku yang sakit, bukan kamu…” Rayden tak melanjutkan.

Maula tersenyum tipis. Ia memegangi perutnya. “Sekarang aku nggak cuma hidup buat diriku sendiri.”

Rayden menatap tangannya. Lalu menindih tangan Maula dengan tangannya sendiri dengan durasi yang lama, hangat, dan penuh makna.

“Madrid akan aman. Rumah sudah siap menyambut penghuninya. Dokter sudah menunggu dan kita akan lewati semua ini sama-sama,” kata Rayden penuh kasih.

Jet berguncang ringan saat melintasi celah udara dingin. Tapi di dalam, suasana tetap tenang. Dokter memeriksa ulang suhu dan tekanan darah Maula. Semua masih dalam batas stabil. Hanya tubuhnya saja yang terlihat masih lemah, tapi perlahan mulai pulih.

Pukul enam sore, langit di luar mulai berubah jingga. Cahaya matahari tenggelam menyelinap dari balik awan, menciptakan siluet indah yang tampak dari jendela jet. Maula menatap ke luar. Matanya sayu, tapi penuh harap.

Beberapa menit menjelang pendaratan, lampu kabin diredupkan. Pilot memberi instruksi untuk bersiap. Jet menukik perlahan. Di luar jendela, gemerlap kota Madrid sudah terlihat seperti lautan cahaya yang menyambut mereka pulang.

Maula kembali bersandar di bahu Rayden. Ia tak banyak bicara, hanya menggenggam tangannya erat. Napasnya stabil. Wajahnya masih pucat, tapi tidak seputih pagi tadi.

Rayden mengecup ubun-ubunnya. “Kita pulang, Piccola.”

Jet mendarat mulus di bandara militer khusus yang sudah Rayden amankan jauh-jauh hari. Di luar, ambulans dan tim medis khusus sudah menunggu. Pintu kabin dibuka. Udara Madrid menyambut mereka, udara yang dingin, bersih, dan tenang.

Rayden turun pertama, lalu membantu Maula yang dibawa dengan brankar khusus. Ia tidak melepaskan tangan istrinya bahkan sedetik pun. Dari bandara ke rumah sakit hanya lima belas menit. Tapi bagi Rayden, itu adalah langkah terakhir dari malam panjang yang penuh ketakutan.

Begitu mereka tiba di rumah sakit pribadi di jantung kota Madrid, Maula langsung ditangani oleh tim dokter spesialis. Pemeriksaan lanjutan dimulai. Rayden mengikutinya hingga pintu ruang isolasi. Ia tidak bisa masuk, Rayden duduk tenang tapi dadanya penuh gelombang.

Hanya satu hal yang kini ia harapkan, bahwa badai telah lewat, dan Maula bisa bertahan, bukan hanya untuknya… tapi untuk kehidupan kecil yang tumbuh di dalam dirinya.

Reba, Sofia, Rachell, dan Corvin juga diperiksa oleh tim dokter. Beberapa polisi serta pihak kampus menyambut kedatangan mereka. Mavros dan Anna langsung diobati dulu, baru nanti hukuman untuk mereka akan ditetapkan.

Anna menangis di dalam ruang rawatnya, pikirannya jadi kacau karena masalah besar sebentar lagi akan datang. Mavros tidur di brankar samping Anna.

“Apa kau puas? Hanya karena obsesimu pada Maula, kita akan mendapat masalah sebentar lagi. Aku berharap bisa jadi dokter terbaik dan mengalahkan Maula, sekarang lihat. Aku sebentar lagi pasti akan dikeluarkan dari kampus ini secara tidak hormat. Dan kau akan mendekam di penjara dengan obsesimu itu,” cerca Anna pada Mavros yang kini hanya berbaring menatap langit-langit rumah sakit.

“Aku belum kalah, ini belum berakhir,” balas Mavros yang membuat Anna tertawa meremehkan.

“Belum berakhir? Kita sudah berakhir ketika menginjakkan kaki di tanah Madrid.” Mavros menatap tajam Anna.

“Kau bisa diam atau tidak? Kepalaku sangat pusing.”

Mavros memutar tubuhnya, kini menghadap Anna. “Kau pikir aku peduli pada reputasimu? Dari awal kau hanya ingin mengalahkan Maula, bukan jadi dokter terbaik.”

Anna mencibir. “Dan kau hanya ingin memilikinya. Seperti barang. Kau hancurkan semua hanya demi itu.”

“Aku mencintainya.”

Anna tertawa getir. “Itu bukan cinta, Mavros. Itu penyakit.”

“Lebih baik sakit karena cinta daripada hidup tanpa arah seperti kau.”

Anna bangkit dari ranjangnya, menahan nyeri di tulang rusuk. “Setidaknya aku masih punya mimpi. Kau? Hanya obsesi kosong yang menyeret kita ke neraka. Teman-temanku bahkan menjadi korbannya.”

Mavros menyipitkan mata. “Kalau aku jatuh, kau ikut. Jangan berpura-pura bersih. Kau juga setuju dengan rencana ini, keparat.”

Anna mendekat. “Aku akan pastikan, ketika semuanya terbongkar, namamu yang pertama tenggelam, Mavros.”

Mavros tersenyum miring. “Silakan. Tapi jangan lupakan siapa yang punya semua rekaman tentang malam itu. Semua ini akan merusak reputasimu.”

Wajah Anna menegang. Hening mendadak turun di antara mereka. Detik berikutnya, hanya suara mesin infus yang terdengar.

Pertarungan belum selesai. Tapi keduanya tahu bahwa waktu mereka hampir habis.

...•••Bersambung•••...

1
Latoya
hebat
Frizzy Danuella
Wow amazing thor
Frizzy Danuella
Angkat aku jadi cucumu juga nena
Blade Haruna
Akhirnya hukuman mereka ditetapkan juga, ini nih yg gue suka. Satu masalah selesai baru datang masalah baru, bukan malah belibet yg bikin pala gue makin pusing
Zenia Kamari
Confess sekarang apa gue cepuin lo
Zenia Kamari
gue nonis, tpi gue suka banget sama karya religi kakak ini
Zayana Qyu Calista
sungkem gue ama lo kak
Zayana Qyu Calista
Gue kebagian cucu angkat juga gpp deh, asal neneknya kayak eliza ini
Rihana👒
Saya support kalau memang sofia sama advait
Rihana👒
Begini kalau dapat cinta yang setara, mereka saling jaga
Rihana👒
Thor, bikin novel religi versi kamu lagi dong, saya mau baca dan jangan lupa untuk ilmu pengetahuannya. Ditunggu ya thor (sangat berharap)
Pesillia Lilian
asik tuh klau advait sama Sofia, bakalan besty selamanya Maula
Pesillia Lilian
Author terniat
Miyoji Sweetes
Ngomong jgn dlam hati Advait, ngomong langsung elaahh
Miyoji Sweetes
Seniat itu ya thor🔥🔥🔥
Cherry Berry
Advait kalo gak gercep ya alamat bakalan patah hati
Pedri Alfonso
ini keren banget
Putri vanesa
Kk berapa lama smpe bisa bikin cerita ini sereal mungkin, entah ini memang real life or imagination aku pribadi bukan kyak ngebaca dosng tpi kyak udah nnton ceritanya langsung dalam byang2an fikiran aku, karena emang sedetail itu ceritanyaaa, ini mah kudu di jdiin film sih rame bnget soalnya
Sadohil: setuju banget
Zenia Kamari: Terbaik ini karya
total 5 replies
🐱Pushi Cat🐱
Keren, gak pernah gagal kakak ini masalah detail, baik kedokteran, agama maupun hukum. Pantesan penulis pada bilang kalau menulis bukan hanya tentang merangkai kata
Putri vanesa
SemangatAdvait kita dukung dirinu dan Sofia menuju jannah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!