Malam temaram, cahaya siluet datang menyambar. Detak jantung berlarian ke segala arah. Menimpali ubin yang kaku di tanah.
Di sana, seorang anak kecil berdiri seperti ingin buang air. Tapi saat wajah mendekat, Sesosok hitam berhamburan, melayang-layang menatap seorang wanita berbaju zirah, mengayunkan pedang yang mengkilat. Namun ia menebas kekosongan.
Apakah dimensi yang ia huni adalah dunia lain? nantikan terus kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asyiah A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Retakan Tanah
"Kau bisa menahan? sedikit lagi kita akan sampai! " Tabib Zhu memecut dengan keras, mempercepat langkah kuda.
"A-aku masih sanggup menahan." Ucap Stella dengan pelan.
HIKKKK
Sementara Kick dan Lucy sudah tak tenang, melihat keadaan Stella yang terluka, ada rasa kesal dan menyesal.
"Aku akan mempercepat langkah! "
Kemudian Lucy mengeratkan pegangannya. Kick melesat mendahului Kuda Tabib Zhu. Mereka menuju ke pemukiman warga.
Di depan mereka terdapat sebuah toko yang menjual obat-obatan. Pintu sudah tertutup rapat, namun alih-alih pergi, justru pintu diketuk paksa.
Tokk... Tokk... Tokkk
Tokk...Tokkk... Tokkkk
"Haiyaaa, bagaimana ini! " Lucy berencana memanjat.
"Hentikan!" Kick menarik ujung kaki Lucy yang sudah naik ke dalam gerbang.
Sebelah toko terdapat gerbang yang besar, terlihat seseorang yang sedang berjaga, berpakaian seperti prajurit.
"Apa lagi? Aku sedang mengintai! Kita perlu obat untuk menghentikan pendarahan di leher Stella! " Lucy terlihat tak sabar dan gemas.
"Aku tidak ingin membuat kegaduhan. Kita harus waspada. Ikuti aku saja! " Ucap Kick, jelas dia merasakan bahwa bahaya semakin mendekati.
"Buka pintu nya! AKU PEREMPUAN BERBAJU ZIRAH!!! " Pekiknya. Semua orang langsung yang berada di dalam rumah dibalik gerbang seketika terkesiap.
"BAIK, TUNGGU SEBENTAR! " Seru seseorang dari dalam.
CKREKKKK
Pintu terbuka. Seorang laki-laki berumur tanggung terlihat tersenyum namun tak lama setelahnya kepalanya menunduk. Dia memakai hanfu berwarna putih sedikit kehitaman.
"Ya, Dewa! Apa yang terjadi? " Tanya laki-laki itu.
"Kau... Lama sekali kau membuka pintu! " Lucy menunjuk tangannya yang hampir mencongkel mata laki-laki keranjang itu.
"Sudah... Sudah, tahan emosimu! " Kick mengingatkan.
"Haiyaaa, apa yang kau butuhkan?? " Seringainya.
"Bawa aku ke toko mu. Aku membutuhkan ramuan untuk memberhentikan pendarahan! " Lucy sudah beranjak mendahului laki-laki itu.
"Laki-laki tapi terlihat sangat lelet! Lebih cocok di panggil wanita! Apa gunanya dia, berjalan lambat seperti keong! " Gerutu Lucy hingga dia sudah sampai di toko bercat kuning, atap berwarna coklat. Desain klasik sebuah toko yang ada di abadnya.
Laki-laki mata keranjang itu mencari ramuan untuk Lucy. Dia menghidupkan lampu yang bahan bakar nya minyak tanah. Membuat suhu di dalam ruangan terasa lebih hangat.
Setelah mendapatkan ramuan, dia membungkusnya memasukkan ke dalam kain berwarna cream. Memberikannya pada Lucy.
"Ini. Kembaliannya ambil saja padamu! " Lucy pergi meninggalkan laki-laki itu.
"Wah, kau sangat murah hati. Lain kali mampirlah kemari! " Peliknya, saat Lucy dan Kick sudah berjalan menaiki kuda.
Kick melirik sesaat dan melototinya. Laki-laki itu bergidik ngeri dengan tatapannya. Mata kick sebelah kanan tampak mengeluarkan otot mata sehingga menjadi merah, sementara mata sebelah kirinya tampak normal.
Laki-laki itu tak berani lagi menatap. Dia menyuruh pengawalnya menutup gerbang. Takut karena mengerikan harus menyaksikan tatapan dari pria yang tak dia kenal.
...****************...
Tabib Zhu dan Stella sudah tiba di pemukiman warga. Di arah berlawanan, Lucy dan Kick mendekat.
"Ayo bawa dia ke rumah biksu Chou! " Ajak Lucy.
Jalanan tampak lenggang. Warga yang baru saja pulang dari menjual perabotan rumah tangga terlihat hanya beberapa orang saja. Terlihat juga beberapa toko yang akan tutup.
Setelah setengah jam perjalanan, mereka tiba di rumah biksu Chou. Sang biksu dengan kepala yang botak, mempersilahkan mereka masuk.
Stella dibaringkan di dalam kamar. Bantal terkena percikan darah yang menembus sapu tangan yang sudah basah.
Tabib membersihkan darah, memberikan ramuan dan mengoleskan di tempat yang terkena goresan.
Setelah beberapa detik, darah berhenti bercucuran.
"Akhirnya! " Tabib Zhu menjadi tenang kembali.
Lucy berjaga di dalam kamar. Dia merasa sedikit pusing. Entah apa yang terjadi, namun saat melihat Stella terluka, leher nya juga ikut berdenyut. Seperti merasakan kesakitan yang Stella rasakan.
"Ah, rasanya sakit sekali. " Lucy meraba leher, namun tidak ada luka sedikit pun.
"Apa kita benar-benar ditakdirkan bertemu? Atau kita memiliki hubungan? " Banyak pertanyaan yang muncul dibenaknya.
Hingga akhirnya Lucy mengantuk dan memilih tertidur di samping Stella, tanpa memakai bantal dan selimut. Hanya beralaskan lantai dari kayu.
...****************...
Tabib Zhu, Biksu Chou dan Kick berkumpul, tampak merundingkan sesuatu. Hal yang teramat besar sedang dibagikan di meja bundar. Sesekali menyesap teh hijau atau sering disebut Cha. Untuk memberi tamu minum atau sekedar menghangatkan tenggorokan.
Pembahasan panjang mereka sangat mendalam, membahas hal-hal yang sudah terjadi dan akan terjadi.
Tabib Zhou menceritakan apa yang mereka alami. Hingga kembalinya kekuatan. Biksu Chou mendengarkan dengan tenang. Sang Biksu yang sudah beberapa hari ini bertapa di dalam goa, merasakan sesuatu yang tak biasa.
"Aku merasakan ada sebuah kekuatan yang berputar-putar. Aku tak menyangka, ternyata itu kekuatan kalian! " Biksu menyesap air teh sedikit.
Keheningan tampil sesaat. Mereka menikmati cha yang hangat.
"Aku masih penasaran, siapa yang mengutus para bandit? "
"Aku juga penasaran, siapa sebenarnya laki-laki misterius itu! "
Pertanyaan demi pertanyaan menyeruak, seperti sudah lama tertahankan. Malam ini mereka tumpahkan di meja bundar.
Kelelawar berdesis memanggil sekawanan untuk memakan buah persik. Beberapa mengarungi buah, memeriksa apakah ulat sudah bernaung atau belum. Saat buah persik masih mulus, mereka menyantap nya dengan menggigit menggunakan gigi yang kecil dan runcing.
Burung hantu mendekat. Dia mencengkram dahan yang berada di sebelah kelelawar. Mematuk satu kelelawar, menyuruh mereka setidaknya untuk diam atau pergi. Lelah ditubuh membuat matanya terlihat bersinar, diterpa oleh bulan.
Jangkrik dan kunang-kunang berlomba menyaksikan bintang-bintang. Jangkrik melompati kunang-kunang yang membawa lampu, mencoba untuk menggapai lampu yang menggantung di perut itu, lalu terpeleset karena kunang-kunang terasa hangat, seperti memiliki aliran arus listrik. Kemudian jangkrik berlari terbirit-birit.
Kunang-kunang tertawa, melihat kecerobohan dari jangkrik. Kunang-kunang melanjutkan misi mereka. Menuju pohon dan semak-semak agar mereka bisa menyimpan kembali lampu yang menjaga mereka ketika gelap datang.
Salah satu dari kunang-kunang sedang menjaga telur, melihat dari kejauhan atau mengecek untuk telur dalam keadaan lembab. Membiarkan suhu dingin membuat telur lama kelamaan akan menetas.
...****************...
"Aku ingin menunjukkan pada Lucy tempat kerajaan yang semua orang sudah lupa! "
Biksu Chou sedikit terkejut, namun kembali tenang saat memikirkan kemungkinan yang akan terjadi.
"Apa kau yakin?" Tanya nya.
"Aku sangat yakin! " Jawab Tabib Zhu.
"Ketika sesuatu sudah dimulai, akan ada resiko dibaliknya. Kau pun tau, tempat itu sudah lama tidak dikunjungi siapapun. Bahkan semua orang sudah lupa. "
Tabib Zhu sedikit gusar. Dia memandang Kick yang sedikit cemas dan takut.
Ketakutan terbesar yang akhirnya akan dia alami. Mengenang kenangan masa lalu yang menyakitkan hanya akan membangkitkan luka, menggores kembali dan mengalirkan darah baru. Darah segar. Darah kesengsaraan.
Kick menghela nafas. Hanya ada kabut di dalam pikiran. Dia tak berani berkata, hanya akan membuat energinya semakin menipis.
Sedangkan Tabib Zhu dan Biksu Chou sedang membicarakan ramalan dan takdir yang sudah mereka pelajari dari buku masa lalu. Buku kehidupan yang sudah tertulis sejak ada nya nenek moyang.
...----------------...