NovelToon NovelToon
Detik Yang Membekas

Detik Yang Membekas

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Misteri / Romansa Fantasi / Diam-Diam Cinta / Romansa / Office Romance
Popularitas:30.5k
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Vicky Nihalani Bisri

Di dermaga Pantai Marina, cinta abadi Aira dan Raka menjadi warisan keluarga yang tak ternilai. Namun, ketika Ocean Lux Resorts mengancam mengubah dermaga itu menjadi resort mewah, Laut dan generasi baru, Ombak, Gelombang, Pasang, berjuang mati-matian. Kotak misterius Aira dan Raka mengungkap peta rahasia dan nama “Dian,” sosok dari masa lalu yang bisa menyelamatkan atau menghancurkan. Di tengah badai, tembakan, dan pengkhianatan, mereka berlomba melawan waktu untuk menyelamatkan dermaga cinta leluhur mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Vicky Nihalani Bisri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CH - 24 : Melodi Rinai

Waktu berlalu dengan cepat, dan kini Aira memasuki bulan kedelapan kehamilannya. Perutnya kini membuncit cukup besar, dan gerakan Rinai terasa semakin kuat setiap harinya. Rumah kecil Aira dan Raka di daerah Candi telah bertransformasi menjadi sarang yang penuh cinta, dengan sudut khusus untuk Rinai yang sudah selesai didekorasi.

Dinding di sudut itu kini dihiasi dengan mural ombak dan dermaga kecil karya Raka, sementara ranjang bayi kecil dengan kelambu putih sudah siap menyambut kehadiran putri mereka. Aira sering duduk di kursi goyang di dekat ranjang itu, membaca buku cerita anak-anak dengan suara lembut, seolah Rinai sudah bisa mendengar dan memahami setiap kata.

Pagi itu, Aira duduk di kursi goyang dengan secangkir teh chamomile di tangannya, wajahnya sedikit pucat karena kelelahan. Kehamilan di bulan-bulan akhir membuatnya lebih mudah lelah, dan dia juga sering merasa nyeri di punggungnya. Raka, yang baru saja selesai mandi, masuk ke ruangan dengan ekspresi penuh perhatian saat melihat Aira. Dia mengenakan kaus sederhana dan celana pendek, rambutnya masih sedikit basah, tapi matanya penuh kekhawatiran.

“Aira, kamu baik-baik aja? Wajahmu pucat banget,” tanya Raka, berlutut di depan Aira dan memegang tangannya dengan lembut.

“Aku… aku khawatir, kamu keliatan lelet dari kemarin.” Aira tersenyum lemah, tangannya memegang tangan Raka dengan erat.

“Aku baik-baik aja, Raka. Cuma… agak lelet aja. Dokter bilang ini normal di bulan-bulan akhir, Rinai udah makin besar, jadi aku ngerasa lebih berat. Aku… aku cuma butuh istirahat lebih banyak,” katanya, suaranya lembut tapi penuh keyakinan.

Raka mengangguk, meskipun kekhawatiran di matanya belum hilang sepenuhnya.

“Aku tahu, Aira. Tapi… aku minta kamu bilang kalau kamu ngerasa enggak nyaman, ya. Aku… aku enggak mau kamu maksa diri. Aku bakal ambil cuti dari proyekku minggu ini, biar aku bisa fokus nemenin kamu,” katanya, nadanya tegas tapi penuh kasih.

Aira tersenyum, air mata haru menggenang di matanya.

“Raka… makasih. Aku… aku ngerasa beruntung banget punya kamu. Aku janji bakal bilang kalau aku ngerasa enggak nyaman,” katanya, lalu memeluk Raka dengan lembut.

Hari itu, Raka memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama Aira di rumah. Dia membuatkan makan siang untuk mereka, sup ayam dengan sayuran segar yang kaya nutrisi, sesuai saran dokter untuk Aira. Mereka makan bersama di meja kecil di ruang tamu, Aira tersenyum lebar saat mencicipi sup buatan Raka.

“Raka, ini enak banget. Aku… aku ngerasa lebih segar abis makan ini,” katanya, nadanya penuh rasa syukur.

Raka tersenyum, merasa lega melihat Aira sedikit lebih ceria.

“Aku seneng denger kamu bilang gitu, Aira. Aku… aku mau kamu sehat terus, biar Rinai juga sehat pas lahir nanti,” katanya, tangannya memegang tangan Aira dengan lembut.

Setelah makan, mereka duduk di sofa, Aira bersandar di dada Raka sambil membaca buku cerita anak-anak yang berjudul Kisah Kura-Kura dan Kelinci. Raka mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali ikut membaca beberapa kalimat dengan suara lembut, seolah mereka sedang berlatih untuk membacakan cerita untuk Rinai nanti.

“Aira, aku pikir Rinai bakal suka cerita ini. Aku… aku pengen kita sering bacain cerita buat dia pas dia udah lahir,” kata Raka, nadanya penuh harapan.

Aira tersenyum, tangannya memegang perutnya dengan lembut.

“Aku juga, Raka. Aku… aku pengen Rinai tumbuh dengan cinta buku, sama seperti aku. Aku juga pengen dia tahu cerita kita, tentang hujan, dermaga, sama semua perjalanan kita sampe dia ada di hidup kita,” katanya, suaranya lembut.

Malam itu, Aira tiba-tiba merasa kontraksi kecil yang membuatnya sedikit panik. Dia terbangun dari tidurnya, tangannya memegang perutnya dengan ekspresi cemas.

“Raka… aku… aku ngerasa kontraksi,” katanya, suaranya gemetar.

Raka langsung terbangun, matanya membelalak karena khawatir.

“Aira, tenang, ya. Kita ke rumah sakit sekarang,” katanya, buru-buru bangkit dan membantu Aira berdiri.

Dia mengambil tas yang sudah mereka siapkan untuk persalinan, berisi pakaian bayi, dokumen, dan keperluan lainnya, lalu mengantar Aira ke mobil dengan hati-hati.

Perjalanan ke rumah sakit terasa penuh ketegangan bagi Aira, tapi tangan Raka yang memegang tangannya memberikan rasa tenang. Sampai di rumah sakit, Aira langsung dibawa ke ruang pemeriksaan, sementara Raka menunggu dengan cemas di luar. Setelah beberapa menit, seorang bidan keluar dengan senyum hangat.

“Bapak Raka, Ibu Aira udah masuk tahap awal persalinan. Kontraksinya masih ringan, tapi sepertinya bayi udah siap lahir dalam beberapa jam ke depan. Bapak bisa masuk temenin Ibu,” katanya, nadanya penuh kelembutan.

Raka langsung masuk ke ruang persalinan, melihat Aira yang terbaring di ranjang dengan wajah penuh keringat tapi tetap tersenyum.

“Raka… aku… aku takut, tapi aku seneng. Rinai… Rinai bakal lahir,” katanya, suaranya gemetar.

Raka duduk di samping Aira, memegang tangannya erat.

“Aira, kamu kuat. Aku… aku di sini, ya. Kita sambut Rinai bareng,” katanya, suaranya penuh keyakinan meskipun matanya berkaca-kaca karena haru.

Proses persalinan berlangsung beberapa jam, penuh dengan rasa sakit bagi Aira tapi juga penuh cinta dari kehadiran Raka di sisinya. Raka terus memegang tangan Aira, mengusap keringat di keningnya, dan berbisik lembut untuk memberikan semangat.

“Aira, kamu hebat. Aku sayang kamu. Rinai bakal lahir sebentar lagi,” katanya, suaranya serak karena emosi.

Akhirnya, setelah perjuangan yang panjang, tangis kecil Rinai memecah keheningan ruangan. Dokter Maya, yang memimpin persalinan, tersenyum lebar saat mengangkat bayi kecil itu.

“Selamat, Aira, Raka. Ini putri kalian, sehat dan cantik,” katanya, lalu menyerahkan Rinai ke pelukan Aira.

Aira menangis haru saat memeluk Rinai untuk pertama kalinya, tubuh kecil itu terasa hangat di pelukannya.

“Rinai… kamu akhirnya dateng,” bisiknya, air mata bahagia mengalir di pipinya.

Raka memeluk Aira dan Rinai dengan lembut, air mata kebahagiaan juga terlihat di matanya.

“Rinai… kamu cantik banget,” kata Raka, suaranya gemetar karena haru.

“Makasih, Aira. Makasih udah bawa Rinai ke hidup kita,” tambahnya, mencium kening Aira dengan penuh kasih.

Hari-hari pertama setelah kelahiran Rinai dipenuhi dengan kebahagiaan dan tantangan baru. Aira dan Raka belajar menjadi orang tua, mengganti popok, menyusui, dan menenangkan Rinai saat menangis di malam hari. Meskipun lelah, mereka tidak pernah kehilangan senyum di wajah mereka, karena setiap tangis dan tawa kecil Rinai terasa seperti melodi yang indah dalam hidup mereka.

Sore itu, Aira duduk di kursi goyang dengan Rinai di pelukannya, menyanyikan lagu “Bunda” dengan suara lembut. Rinai tertidur dengan damai, wajah kecilnya tampak tenang. Raka duduk di samping mereka, memandang istri dan putrinya dengan mata penuh cinta.

“Aira… aku ngerasa hidupku lengkap banget sekarang,” katanya, suaranya lembut.

Aira tersenyum, menoleh ke arah Raka.

“Aku juga, Raka. Rinai… dia melodi terindah dalam hidup kita. Aku… aku pengen kita terus bikin melodi indah bareng dia,” katanya, suaranya penuh rasa syukur.

Malam itu, mereka duduk bersama di ruang tamu, Rinai tertidur di ranjang bayinya, sementara Aira dan Raka saling berpelukan di sofa. Aira memandang gelang di pergelangannya, gelang yang menjadi simbol perjalanan cinta mereka, dan tersenyum kecil.

“Raka… semua dimulai dari hujan, dari dermaga, dan sekarang kita punya Rinai. Aku… aku bersyukur banget bisa bareng kamu,” katanya, suaranya lembut.Raka tersenyum, memeluk Aira erat.

“Aku juga, Aira. Rinai… dia melodi baru kita, dan aku pengen kita terus ciptain melodi indah bareng dia, bareng keluarga kecil kita. Aku sayang kamu, selamanya,” katanya, nadanya penuh cinta.

Di bawah langit Semarang yang gelap, Aira dan Raka saling berpelukan, merasa bahwa melodi Rinai adalah nada paling indah yang pernah mereka dengar, nada yang akan terus mereka mainkan bersama, dengan cinta sebagai iramanya.

1
Miu Nih.
maasyaa Allaah, kisahnya indah ☺☺
tuan angkasa: terima kasih🙏
total 1 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
siapa itu Rinai? koq kayak merk kom...r yaa thor🙏🏻
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ: melodi tuh bagus bt nama
tuan angkasa: wkwkw iya kah? tpi bagus ih
total 4 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
melodi cinta 🤩🤩🤩
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
selamat yaa Aira dn Raka.....samawa
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ: siyaapp
tuan angkasa: yu ikuti terus cerita mereka hehe
total 2 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
yesss i do......🥰🥰
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
aamiin
Delbar
aku mampir kak 💪💪💪💪
tuan angkasa: terima kasih kak🙏
total 1 replies
Bee Sa Maa
novelnya bagus, menarik, ceritanya ringan, lucu dan menghibur, lanjutkan thor!
Dante
kok bisa sih, selucuuu ini 🐣
tuan angkasa: bisa dong, kek yang bacanya juga lucu
total 1 replies
Miu Nih.
arg! nusuk banget ini 🥲
tuan angkasa: bener kak😢 semangat yaa
total 1 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
LDRan ceritanya yaa
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ: siyaapp
tuan angkasa: hehe, pasti relate nih kakak nanti ngebaca nya dari hari ke hari, tenang aja, kita up setiap pukul 5 sore setiap harinya, stay tuned yaa:)
total 4 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
saling melengkapi....
Miu Nih.
untuk bisa masuk ke dalam cerita gitu emang butuh detail yang 'sangat' ,,tapi beda di novel digital itu emang perlu jalan cerita yang cepat tak tak tak gitu biar langsung ngena pembaca...

padahal niatnya ya itu author bikin cerita yang bisa nyentuh, memaknai setiap paragraf, enggak sekedar cerita dan bikin plot... kamu tahu, aku bikin jalan cerita 3 hari itu menghabiskan 15 bab 🤣🤣
tuan angkasa: wah 3 hari 15 BAB termasuk cepet loh kak
total 1 replies
Miu Nih.
cocok nih raka sama Aira... raka bisa bantu bikin sketsa gitu, nanti bisa jadi komik atau lightnovel 🤗
Miu Nih.
betul, aku juga merasa begitu? menurutmu apa tantangan dalam menulis novel digital gitu?
Miu Nih.
Halo Aira, nama kita sama 🤗
mampir bentar dulu yaa... lanjut nanti sekalian nunggu up 👍

jgn lupa mampir juga di 'aku akan mencintaimu suamiku' 😉
tuan angkasa: hai kak aira, terima kasih sudah mampir, ditunggu kedatangannya kembali😊

baik
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!