Mengisahkan Keyla Ayunda seorang janda yang baru saja kehilangan saja kehilangan suaminya namun harus menghadapi kenyataan bahwa sang adik ipar rupanya menyimpan perasaan padanya. Drama pun terjadi dengan penuh air mata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sekutu Untuk Perang
Rezi meletakkan flash drive di atas meja. Di dalamnya berisi semua bukti forensik yang mengarah langsung ke IP Address Nazlian.
“Saya datang untuk menghentikan Anda, Nyonya Inci,” kata Rezi, suaranya tenang, mengendalikan kemarahannya. “Anda telah memalsukan bukti, menyerang reputasi Keyla Ayunda, dan merusak citra Jenama Safira. Saya punya semua bukti digital yang mengarah pada Anda, bahkan screenshot rencana Anda.”
Nazlian tertawa pelan, tawa yang tidak menyenangkan. “Di dunia ini, Tuan Deja, bukti digital sangat mudah dipalsukan. Sama seperti Keyla Ayunda yang memalsukan senyumnya. Saya bisa saja mengatakan, Anda yang mengatur semua ini untuk menjatuhkan pesaing Keyla. Toh, Anda punya motif yang sangat emosional sampai bercerai dengan mantan istri anda.”
"Jangan memutarbalikkan fakta. Saya tahu apa yang saya lakukan, dan saya tahu apa yang Anda lakukan,” Rezi membalas. “Anda iri pada Keyla karena ia menolak Anda. Anda menghancurkan kariernya karena ego. Saya punya satu tawaran: Tarik somasi dari Safira, dan Anda akan saya biarkan. Lanjutkan, dan saya jamin, reputasi Anda di industri global akan hancur sebelum matahari terbenam besok.”
Nazlian bersandar di kursinya, menyilangkan tangan, matanya menyala. “Anda mengancam saya, Tuan Deja? Anda tidak tahu siapa saya. Saya bisa melakukan apa pun yang saya mau di pasar ini. Saya bisa menghapus Keyla Ayunda dari media sosial. Saya bisa membuat semua orang percaya bahwa postingan itu asli. Jangan bermain api dengan saya, Tuan.”
“Saya tidak bermain api, Nyonya Inci. Saya datang untuk memadamkan api yang Anda sulut,” balas Rezi, tak gentar sedikit pun. Ia telah kehilangan begitu banyak; ancaman wanita ini tidak berarti apa-apa baginya. Satu-satunya yang penting adalah Keyla.
“Saya tidak akan menarik somasi itu,” tegas Nazlian. “Jika Keyla Ayunda ingin selamat, biarkan dia datang sendiri dan mohon ampun di hadapan saya. Katakan padanya, inilah harga karena menolak Nazlian Inci.”
Rezi menatapnya sejenak, wajahnya menunjukkan kekecewaan yang dingin. Ia berdiri. “Pilihan Anda sudah jelas, Nyonya Inci. Sampai bertemu di pengadilan internasional.”
Rezi meninggalkan ruangan itu, merasa frustrasi tetapi tidak menyerah. Nazlian terlalu sombong untuk mundur. Rezi tahu ia harus melancarkan serangan balasan yang lebih besar daripada sekadar bukti forensik.
****
Saat Rezi berjalan menuju mobil yang menunggunya, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari nomor tak dikenal.
Tuan Rezi Deja, saya tahu Anda sedang menghadapi Nazlian Inci. Saya juga tahu Anda membutuhkan lebih dari sekadar data digital untuk menghancurkannya. Temui saya di kafe tua di Taksim Square dalam satu jam. Saya punya informasi yang Anda butuhkan.
Rezi ragu, tetapi instingnya mengatakan untuk mengambil risiko. Ia membatalkan penerbangannya dan meminta pengawalnya mengantarnya ke Taksim Square.
Satu jam kemudian, Rezi duduk di sudut kafe yang ramai, menikmati secangkir kopi Turki yang kental. Seorang wanita mendekatinya. Ia memiliki rambut hitam panjang, mata hijau tajam, dan aksen Eropa yang kuat.
“Tuan Deja?” tanyanya, suaranya berkarakter.
“Ya. Anda yang mengirim pesan?”
Wanita itu duduk di hadapannya. “Nama saya Lucia Rodriguez. Saya dari Barcelona. Dan saya punya dendam yang sangat pribadi pada Nazlian Inci.”
Rezi menatapnya skeptis. “Dendam? Apa urusan Anda dengan masalah kosmetik Indonesia?”
Lucia tersenyum dingin. “Nazlian tidak hanya menghancurkan Keyla Ayunda. Setahun yang lalu, dia menghancurkan perusahaan kosmetik keluarga saya di Spanyol dengan metode yang sama persis: peretasan dan penyebaran informasi palsu. Dia ingin menyingkirkan semua pesaingnya. Dia adalah serigala berbulu domba.”
Lucia menarik napas, matanya memancarkan api balas dendam. “Saya telah mengumpulkan bukti offline—bukti fisik, dokumen internal, dan saksi kunci dari mantan karyawan Nazlian—selama enam bulan. Saya hanya menunggu momen yang tepat untuk menghancurkannya. Dan Anda, Tuan Deja, adalah momen yang tepat itu.”
“Apa yang Anda tawarkan?” tanya Rezi, mulai merasakan adanya peluang besar.
"Saya tawarkan bukti yang akan mengikat Nazlian Inci, bukan hanya pada kasus Keyla, tetapi pada seluruh kasusnya di Eropa. Bukti yang akan membuatnya dituntut pidana di berbagai negara. Sebagai imbalannya, saya ingin Anda memastikan bahwa perusahaan saya mendapatkan ganti rugi maksimal, dan Anda harus memastikan bahwa Nazlian tidak akan pernah bisa kembali ke industri ini lagi.”
Rezi menatap Lucia. Wanita ini sama kejamnya, tetapi memiliki tujuan yang sama: menghancurkan Nazlian Inci. Ini adalah sekutu tak terduga yang ia butuhkan untuk memastikan Keyla aman, dan nama baiknya bersih.
“Kesepakatan,” kata Rezi, mengulurkan tangan. “Kita akan menghancurkannya, Lucia. Bersama-sama.”
Lucia menjabat tangannya dengan genggaman yang kuat dan tegas. “Selamat datang di medan perang, Tuan Deja.”
Rezi kini berada di tengah permainan yang jauh lebih besar. Ia berjuang untuk cinta terlarang, tetapi kini ia juga berjuang demi keadilan bagi Keyla, dengan sekutu yang memiliki dendam. Ia harus berhasil, demi Keyla, dan demi membuktikan bahwa ia bisa menjadi pahlawan, bukan sekadar bajingan yang dicampakkan.
****
Di Jakarta, kehidupan Keyla Ayunda berubah menjadi neraka. Serangan Nazlian Inci yang dilancarkan dari balik layar terasa brutal dan tak terbendung. Nazlian tidak hanya mengandalkan somasi; ia menggunakan kekuatan uang dan koneksi media untuk menyebarkan berita bohong secara masif.
Media sosial dipenuhi postingan anonim yang menuduh Keyla sebagai "penipu berhati dua," "selebriti palsu yang merusak pesaing," dan bahkan "wanita yang merebut suami adiknya." Meskipun tuduhan pribadi itu masih berupa gosip samar, tuduhan profesionalnya—bahwa ia dengan sengaja menjatuhkan Jenama Safira—terasa nyata dan merusak.
Keyla duduk di studionya yang kini terasa dingin. Lampu ring light yang dulu menunjang kecantikannya kini terasa seperti lampu interogasi. Komentar buruk membanjiri setiap unggahannya. Jenama Aurora, yang baru saja memberinya kontrak besar, mulai menunjukkan keraguan.
Risa, manajernya, panik. “Key, kita harus mengambil tindakan! Jenama Aurora meminta klarifikasi. Mereka mengancam akan membatalkan kontrak jika reputasimu tidak segera pulih!”
“Klarifikasi apa, Ris? Bagaimana aku bisa mengklarifikasi sesuatu yang tidak pernah aku lakukan?” Keyla memijat pelipisnya. Ia merasa terdesak, seolah Nazlian Inci sedang mencekik napasnya dari jarak ribuan kilometer.
Uang Nazlian, yang entah seberapa besar, berhasil membeli kebisuan dan kebohongan. Seluruh pasar kosmetik Indonesia kini bergetar, takut menjadi target Nazlian berikutnya jika mereka bersekutu dengan Keyla. Keyla Ayunda, vlogger papan atas, kini terasa seperti barang dagangan yang beracun.
“Rezi belum memberi kabar?” tanya Keyla, suaranya sedikit gemetar. Ia membenci fakta bahwa ia bergantung pada Rezi, tetapi saat ini, hanya mantan iparnya yang memiliki sumber daya untuk melawan kekuatan tak terlihat ini.
“Belum, Key. Ponselnya tidak aktif sejak ia bilang dia akan ke Eropa,” jawab Risa.
Keyla mendengus frustrasi. Ia ditinggalkan di tengah badai yang diciptakan Rezi.