Galuh yang baru saja diterima di universitas impiannya harus menerima kenyataan bahwa ia akan tinggal di kos campur karena kesalahan administratif. Tidak tanggung-tanggung, ia harus tinggal serumah dengan seorang senior wanita bernama Saras yang terkenal akan sikap misterius dan sulit didekati.
Awalnya, kehidupan serumah terasa canggung dan serba salah bagi Galuh. Saras yang dingin tak banyak bicara, sementara Galuh selalu penasaran dengan sisi lain dari Saras. Namun seiring waktu, perlahan-lahan jarak di antara mereka mulai memudar. Percakapan kecil di dapur, momen-momen kepergok saat bangun kesiangan, hingga kebersamaan dalam perjalanan ke kampus menjadi jembatan emosional yang tak terhindarkan.
Tapi, saat Galuh mulai merasa nyaman dan merasakan sesuatu lebih dari sekadar pertemanan, rahasia masa lalu Saras mulai terungkap satu per satu. Kedekatan mereka pun diuji antara masa lalu Saras yang kelam, rasa takut untuk percaya, dan batasan status mereka sebagai penghuni kos yang sama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 24 Cinta yang Tidak Pernah Sama
Pagi di kosan itu kembali dipenuhi keheningan yang menegangkan. Galuh menatap layar laptopnya kosong. Sudah sejam ia duduk di meja belajarnya, tapi tak satu pun tugas yang berhasil disentuh. Pikirannya terus melayang pada perbincangannya dengan Saras malam sebelumnya.
Malam itu Saras akhirnya menceritakan sebagian dari masa lalunya. Tentang bagaimana ibunya yang keras, ayahnya yang pergi begitu saja, dan alasan kenapa ia membenci komitmen. Galuh tak menyangka, perempuan sekuat Saras menyimpan luka sedalam itu. Dan kini, rasa ingin melindungi Saras tumbuh semakin besar di hatinya.
Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk. Suara lembut Saras terdengar, "Galuh, kamu sudah sarapan? Aku masak roti isi."
Galuh tersenyum kecil. "Belum. Tunggu bentar, aku keluar."
Saat ia membuka pintu, Saras sudah berdiri dengan dua piring roti isi di tangannya. Penampilannya sederhana, hanya mengenakan kaus oversized dan celana pendek, tapi ada ketenangan yang memancar dari wajahnya pagi ini.
"Aku taruh sini, ya," ucap Saras sambil menaruh piring di meja kecil di sudut kamar Galuh. Mata mereka sempat bertemu, dan ada keheningan sesaat yang justru terasa hangat.
"Saras… tentang semalam…" Galuh memulai.
Saras mengangguk pelan. "Aku tahu kamu ingin tahu lebih banyak. Tapi aku belum siap cerita semuanya. Terima kasih karena sudah nggak maksa."
Galuh hanya tersenyum. "Aku di sini aja. Kapan pun kamu butuh."
Hari itu, kampus terasa berbeda. Galuh dan Saras tidak lagi terlihat seperti dua orang asing yang tinggal serumah karena terpaksa. Ada keakraban yang mulai terbentuk. Mereka bahkan pulang bareng setelah kelas, berjalan santai di bawah langit senja yang mulai oranye.
Namun, langkah mereka terhenti saat melihat seseorang berdiri di depan gerbang kosan mereka. Rangga.
"Saras," sapanya dengan senyum sinis. "Kamu nggak berubah, ya? Masih suka main hati?"
Saras terlihat kaget, sementara Galuh langsung memasang wajah waspada.
"Apa maksud kamu, Rangga?" tanya Saras dingin.
"Dia siapa? Cowok baru kamu? Kasihan banget. Dia belum tahu kamu kayak apa, ya?"
Galuh langsung melangkah maju, berdiri di depan Saras. "Mas, saya nggak tahu kamu siapa, tapi tolong jaga kata-kata."
Rangga tertawa. "Santai, bro. Gue mantan dia. Dan gue cuma pengin ngingetin, jangan terlalu percaya sama perempuan kayak dia."
"Udah Rangga, pulang!" bentak Saras, suaranya mulai bergetar.
Rangga menatap mereka bergantian lalu melengos pergi. Saras berdiri kaku, tangan mengepal, napasnya tidak beraturan. Galuh menggenggam tangan Saras dan menuntunnya masuk ke dalam kos.
Di dalam kamar, Saras duduk di ujung tempat tidur. "Aku benci dia. Dia selalu muncul pas aku mulai bahagia."
"Kalau kamu mau cerita…"
"Dia cowok pertama yang aku pikir tulus. Tapi ternyata, dia cuma pakai aku. Dan saat aku tahu, dia nyebarin gosip ke semua orang. Makanya aku pindah ke sini, jauh dari tempat itu."
Galuh duduk di sebelahnya. "Kamu bukan perempuan yang salah. Kamu cuma pernah sayang ke orang yang salah. Tapi itu bukan salahmu."
Air mata Saras menetes pelan. "Aku takut, Galuh. Takut kalau kebahagiaan ini juga cuma sementara."
Galuh menghapus air matanya dengan ibu jari. "Selama aku di sini, aku bakal jaga kamu. Nggak akan aku biarin siapa pun nyakitin kamu lagi."
Saras menatap Galuh, dan untuk pertama kalinya, ada kepercayaan yang mulai tumbuh di matanya. Mungkin ini bukan awal yang sempurna, tapi untuk pertama kalinya Saras merasa... dia punya seseorang yang benar-benar melihat dirinya.
Dan Galuh tahu, apapun yang terjadi ke depannya, ia tidak akan mundur. Karena kini hatinya sudah terikat pada seorang perempuan bernama Saras.