Niara yang sangat percaya dengan cinta dan kesetiaan kekasihnya Reino, sangat terkejut ketika mendapati kabar jika kekasihnya akan menikahi wanita lain. Kata putus yang selalu jadi ucapan Niara ketika keduanya bertengkar, menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Reino yang di paksa nikah, ternyata masih sangat mencintai Niara.
Sedangkan, Niara menerima lamaran seorang Pria yang sudah ia kenal sejak lama untuk melupakan Reino. Namun, sebuah tragedi terjadi ketika Reino datang ke acara pernikahan Niara. Reino menunjukkan beberapa video tak pantas saat menjalin hubungan bersama Niara di masa lalu. Bahkan, mengancam akan bunuh diri di tempat Pernikahan.
Akankah calon suami Niara masih mempertahankan pernikahan ini?
🍁jangan lupa like, coment, vote dan bintang 🌟🌟🌟🌟🌟 ya 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16
Setelah kecupan yang berlangsung hanya beberapa detik, membuat kami tersipu. Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain. Tidak ada pembicaraan setelah itu. Pak Ridwan meneguk Anggur hingga tak tersisa di gelas. Sedang aku berpura-pura sibuk mengirim pesan kepada Vira. Kami berdua seperti pemula yang baru pertama kali saling berciuman. Aku masih tersipu malu, sedikit melirik ke arah Pak Ridwan yang sesekali juga diam-diam melihatku. Kemudian saat aku balik menatapnya, dia langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain. Aku menahan senyum melihat tingkahnya.
BAB 16 ( Rindu )
“Ayo, aku antar pulang!” Pak Ridwan bangkit dan berjalan mendahuluiku.
‘astaga dia yang menciumku duluan, kenapa aku jadi yang kelihatan bersalah,’ gumamku lirih, mengikuti langkahnya ke arah garasi. Langkah kami tidak seperti sebelumnya berdampingan, Pak Ridwan seakan memberi jarak. Aku pun semakin memperkecil langkahku. Menatap punggungnya dari belakang, dengan kaos ketat yang dia kenakan, yang belum pernah aku lihat. Aku bisa menerawang punggung lebar dan otot-otot di punggung dan tangannya. Terlihat menggairahkan. Aku melebarkan telapak tanganku, seakan dari kejauhan aku bisa menyentuh punggungnya.
Aaaaaa..
Aku menggila, teriak dalam batin. ‘Niara, sadar, sadar!’ aku menepuk keningku berulang kali. Baru juga di c*um beberapa detik, pikiran ini sudah melayang kemana-mana. Aku merasa berlebihan mengharapkan sesuatu yang seharusnya tidak terbesit di pikiranku.
“Kamu mau disini atau pulang!” Pak Ridwan berteriak dari kejauhan. Aku bergegas berlari ke arahnya.
“Jadi pulang nggak?” tanya Pak Ridwan, membukakan pintu mobil untukku. Aku mengangguk, menunduk tak berani menatapnya.
Perjalanan menuju ke kosku terasa lama sekali, padahal jaraknya hanya 4 km dari rumah Pak Ridwan. Apalagi hanya ada keheningan saja diantara kami. ‘seharusnya dia minta maafkan, menciumku tanpa bertanya. Kenapa situasinya jadi dingin begini,’ batinku, sesekali melirik ke arahnya.
Tiba di depan Kos ku. Entah kenapa aku tak langsung keluar dari mobil. Aku seperti menunggu sesuatu hal dari Pak Ridwan. Harusnya kata maaf yang aku terima, jadi kami tidak ada rasa canggung lagi. Tapi, sepertinya Pak Ridwan memilih diam, aku jadi bingung sendiri dengan sikapnya.
“Besok aku ada kerjaan di Surabaya 3 hari,” ucap Pak Ridwan memecah keheningan.
“Em, kamu sudah katakan itu dari tadi sore,” balasku.
“Ah, aku lupa sudah bilang. Em..” Pak Ridwan tampak kebingungan memilih kata-kata. Aku merapikan kemejaku dan hendak keluar dari mobil.
“Kamu mau aku carikan sopir buat antar jemput kamu?” tanya Pak Ridwan.
“Nggak usah, aku bisa naik taksi.” jawabku keluar dari mobilnya.
Aku berjalan perlahan menuju tempat kosku. Dan aku mendengar suara mobilnya pergi beberapa menit kemudian. Aku membalikkan badan dan menatap mobil Pak Ridwan dari kejauhan hingga menghilang dari pandanganku.
Aku mendengus kesal, dan langsung mempercepat langkah kakiku masuk ke kamar kos. Melempar tasku di sofa, dan langsung merebahkan diri di atas tempat tidur. Perasaanku campur aduk saat ini. “maksudnya apa coba, dia menc*umku lalu diam seribu bahasa,” gerutuku kesal, meninju gulingku berulang kali. “bukankah biasanya kalau mencium orang yang di cinta itu langsung semakin hangat perilaku, ini malah semakin dingin.” Argggg…
Aku menggigit ujung kain di bantal. Meluapkan kekesalanku padanya. Aku mengecek berulang kali ponselku. Bahkan satu pesan pun tidak ada darinya. “Katanya menyukaiku, bilang selamat istirahat atau apa gitu,” aku mengomeli ponselku seperti orang tidak waras. Seakan aku sekarang mengharapkan lebih darinya. Hanya karena bibir kami telah bersentuhan.
Aku uring-uringan di atas tempat tidur, mengguling kesana kemari, seperti orang bodoh yang mengharapkan sesuatu yang bahkan logikaku menolak.
Setelah hampir satu jam an, bersikap sint*ng dan lelah. Aku akhirnya memilih mandi dengan air hangat. Aku berendam di dalam bathtub, memejamkan mataku sejenak sambil mengelus tanganku dengan sabun. Namun, wajah Pak Ridwan lagi, lagi terbesit. Wajahnya, bibirnya, punggungnya seakan menghantui pikiranku. Mandiku jadi tak tenang, aku bergegas membilas lalu memakai handuk.
Aku menatap diriku di depan cermin, bayangan Pak Ridwan seakan hadir dan memelukku dari belakang. Aku menepuk pipiku dengan keras berulang kali hingga kesakitan sendiri. Rasanya jari-jariku tak sabaran untuk mengirim pesan dan memaki sikap Pak Ridwan. Namun, lagi dan lagi niatku aku urungkan. Aku merasa tidak percaya diri. Akhirnya aku menelan kekecewaan itu sendirian.
Aku tak bisa tidur, insomnia meradang hanya karena c*uman yang tidak jelas itu.
Pagi ini dunia terasa sepi. Entahlah, mungkin aku mengkiaskan hal itu secara berlebihan. Padahal terik mataharinya sama seperti pagi-pagi sebelumnya.
Aku pergi naik taksi menuju ke Pabrik. Melamun selama perjalanan, menatap wajahku dari kaca jendela mobil.
Sampai di Pabrik pun, mataku berkeliaran mencari hal yang tidak jelas. Mendongak, menatap jendela ruang Pak Ridwan yang gelap dari kejauhan. Mondar-mandir tak jelas melewati ruangannya yang jelas-jelas kosong.
Berulang kali mengecek ponsel, juga masih sama. Tidak ada notifikasi pesan satupun dari Pak Ridwan. Padahal dia sudah izin pergi luar kota selama 3 hari, tetapi rasanya aku masih tidak percaya saja.
Hati yang sebelumnya beberapa hari lalu terisi, kini kosong dan hampa lagi. Aku mendesah kesal, tidak bersemangat bekerja. ‘aku tidak merindukannya, kan?’ aku masih mencoba mengelak.
Satu hari, dua hari. Langkahku menjadi sangat berat berangkat bekerja. Biasanya akulah yang paling bersemangat. Berteriak-teriak di line produksi, agar mencapai target produksi harian.
“Kamu sakit, Ra?” tanya Vira yang datang mendekat. Aku hanya diam dan menggelengkan kepala.
“Aneh sekali,” gumam Vira, menyentuh keningku. Memastikan suhu tubuhku normal.
‘Apa aku harus menelponnya dulu?’
‘Ah, bagaimana kalau dia sibuk,’
Hati dan logika ku bertengkar hebat untuk pertama kalinya.
“Eh, eh duren udah pulang,” celetuk temanku. Duren singkatan dari duda keren.
Aku yang berada di bawah ruang produksi melihat kehadiran Pak Ridwan yang sedang berjalan berdampingan dengan beberapa buyer. Baru 2 hari, tapi sudah menampakkan diri.
“Tambah cakep banget, duren kita. Astaga, kenapa ya kalau dia baru pulang luar kota tuh auranya beda. Kaya fresh gitu,” celetuk temanku yang lainnya.
“Mungkin di Surabaya ada pacarnya kali, jadi tiap luar kota bersemangat, pulang fresh,” jawab yang lainnya. Aku hanya diam, menggigit jari.
‘Apa benar?’ aku bertanya dalam hati tentang ucapan yang di lontarkan teman-temanku. ‘pantas dia tidak mengirim pesan,’ gumamku lirih.
Aku yang mendengar pernyataan yang belum pasti kebenarannya itu merasa sangat patah hati. Aku berjalan pergi, menuju ruang kerjaku di atas. Kakiku seakan lemas untuk menaiki tangga.
Aku duduk di kursi ruang kerja dengan semangat yang pupus. Pak Ridwan dan buyer lainnya melewati ruang kerjaku. Aku menatapnya dari kaca jendela ruanganku yang tembus pandang. Dia tampak sibuk.
Aku mengotak-atik pena di meja, menatap tumpukan kertas yang membosankan di depanku.
Pintu ruangan kerjaku terbuka, aku terkejut dan langsung mendongak.
“Nanti pulang tunggu di mobil dulu,” ucap Pak Ridwan yang melempar kunci mobil ke arahku. Aku kelabakan menangkapnya. Setelah itu dia menutup pintu ruanganku dan pergi lagi.
Aku tersenyum tipis menatap kunci mobil yang ada di tangan.
mana main!!!!
tarik atuh!
nanti giliran di tinggal istri baru sesak nafas.
Kau yang lebih terluka.
gak bisa diginiin:(
bunga for you nael
btw bikin Reno mati atuh Thor
Thor...bawa reoni kesini!!
gak bisa gak bisa!
apaan baru baca udah ada yang mati:>
ihh pengen cubit ginjal nya
thor cerita mu tak bisa d tebak.
kerenn bangeettt 👍👍👍