NovelToon NovelToon
Obsesi CEO Psikopat

Obsesi CEO Psikopat

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / CEO / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Mantan Perawat

Aluna gadis yatim piatu berusia 21 tahun, menjalani hidupnya dengan damai sebagai karyawan toko buku. Namun hidupnya berubah setelah suatu malam saat hujan deras, ia tanpa sengaja menyaksikan sesuatu yang tidak seharusnya. Di sebuah gang kecil ia melihat sosok pria berpakaian serba hitam bernama Darren seorang CEO berusia 35 tahun yang telah melenyapkan seorang pengkhianat. Bukannya melenyapkan Aluna yang menjadi saksi kekejiannya, Darren justru membiarkannya hidup bahkan mengantarnya pulang.

Tatapan penuh ketakutan Aluna dibalik mata polos yang jernih menyalakan api obsesi dalam diri Darren, baginya sejak malam itu Aluna adalah miliknya. Tak ada yang boleh menyentuh dan menyakitinya. Darren tak ragu melenyapkan semua yang pernah menyakiti Aluna, entah itu saat sekarang ataupun dari masa lalunya.

Ketika Aluna perlahan menyadari siapa Darren, akankah ia lari atau terjatuh dalam pesona gelap Darren ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mantan Perawat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab.19

©DI TAMAN : RAYYAN VS GALANG©

00.45

Rayyan menghela napas, ia meraih kantung belanjaan yang sejak tadi tergeletak di sampingnya. Ia berdiri, menepuk-nepuk celananya, lalu menatap Galang yang bersandar santai di bangku taman.

"Aku pulang dulu. Thanks udah dengerin," katanya lesu.

Galang hanya mendengus, melipat tangan di dada. "Pulanglah. Renungi dosa-dosamu malam ini. Siapa tahu besok bangun jadi manusia yang lebih berotak."

Rayyan memutar bola matanya dengan malas. "Bisa nggak sih ngomong tanpa nyelipin hinaan?"

Galang terdiam , mengusap dagunya seolah berpikir keras. Ia bangkit dari bangku, merapikan jaketnya, dan menatap Rayyan dengan wajah sok serius. "Bisa sih. Tapi rasanya kurang menohok.Jujur aja, aku nggak yakin bakal efektif buat otakmu yang tadi sempat korsleting parah."

Rayyan mendesah, terlalu lelah untuk membalas. Mereka berjalan keluar taman, Rayyan menggantung kantung belanjaan di stang motornya, sementara Galang bersandar di bodi mobilnya.

Rayyan meliriknya. "Kamu pulang ke rumah atau nginep di kos ?"

Galang menguap kecil. "Pulanglah. Aku mau tidur nyenyak tanpa harus denger orang merenungi kebodohannya semalaman." Ia lalu menyeringai. "Selamat menikmati rasa bersalahmu. Itu bakal jadi lullaby terindah buatmu malam ini."

Rayyan tak peduli lagi. Ia hanya mengangkat tangan malas, naik ke motor, menyalakan mesin, lalu melaju pelan sambil membunyikan klakson sekali sebagai perpisahan.

Galang menggelengkan kepala sambil masuk ke dalam mobil. "Sumpah, mulutnya itu… bikin aku pengen masukkan dia ke museum spesimen kegoblokan." Ia menyalakan mesin dan meninggalkan taman.

©DEPAN KOS RETA : 00:55 MALAM©

Rayyan memarkirkan motor di depan kos, turun dengan langkah gontai, dan menenteng kantung belanjaan dengan lesu. Jarak taman ke kos memang dekat, hanya sepuluh menit berkendara, tapi perjalanan terasa lama karena pikirannya yang dipenuhi rasa bersalah.

Sementara itu, di balik tirai jendela kos, dua pasang mata berbinar penuh antisipasi.

"Akhirnya si Upil Semut itu pulang juga," bisik Reta penuh semangat.

Yumna mengangguk cepat. "Yes! Saatnya

Ramuan Iblis dan Ramuan Azab bekerja!"

"Panasnya tembus sampai sumsum tulang belakang!"

"Dan tangannya nempel kayak lem tikus!"

Mereka saling bertatapan, lalu cekikikan tertahan.Tapi Yumna tiba-tiba menyipitkan mata. "Eh… tapi kalau dia kepanasan terus tangannya lengket, dia pasti teriak. Penghuni kos bisa bangun, dong?"

Reta mengangkat bahu santai. "Masa bodoh."

Keduanya kembali cekikikan, lalu mengintip lagi dengan penuh semangat.

©LANTAI DUA KOS : 01:05 MALAM©

Rayyan benar-benar lelah. Ia berdiri di depan kamarnya, mengulurkan tangan ke gagang pintu, tapi gerakannya terhenti di udara. Helaan napasnya terasa berat.

"Sebentar… duduk dulu deh…" gumamnya pelan.

Dan di situlah awal penderitaannya dimulai.

Awalnya, ia hanya merasa ada yang basah di bokongnya. Lalu, sensasi itu berubah menjadi hangat. Lalu…

"…Astaga… anjir… ini panas banget…!"

Rayyan menggigit bibir, berusaha tidak berteriak. Tapi bokongnya seperti baru saja dipanggang di neraka level VIP. Panasnya makin menjadi, merambat ke seluruh kulitnya, menusuk sampai ke tulang.

Refleks, ia meraih gagang pintu, ingin masuk secepatnya. Tapi begitu tangannya menyentuh gagang itu....

"Srek!"

Rayyan membelalakkan mata, mencoba menarik tangannya.Ia mencoba lebih kuat.Tetap tidak bisa."…Ya Tuhan… ini apaan lagi?!"

Kepanikan mulai merayap. Tangannya seperti dilem dengan kekuatan alien, tidak ada celah untuk melepaskan. Dan bokongnya? Jangan tanya. Rasanya seperti dilempar ke kawah lava Gunung Merapi.

Rayyan tidak tahan lagi.

"Tolong! Tangan aku lengket di gagang pintu! Bokong aku kepanasan! ASTAGA! TOLONG!"

Teriakan itu bergema di lorong kos.

©DI DALAM KOS : REAKSI PARA PENGHUNI KOS©

Di kamar sebelah, Erwin, yang sedang tidur nyenyak, mengerjapkan mata dengan kesal.

"Siapa yang teriak tengah malam begini?" gumamnya sambil bangkit.

Dua penghuni kos lain juga keluar kamar dengan tampang ngantuk.

"Aku lagi mimpi indah, tahu nggak?"

"Astaga, siapa yang sekarat?"

Ketiga penghuni kos melihat pemandangan yang sangat… absurd.Rayyan berdiri di depan kamarnya dengan ekspresi setengah mati, satu tangan menempel di gagang pintu, sementara bokongnya terlihat jelas semakin panas dan perih dengan wajah yang menderita.

"TOLONG, WOY!"

Erwin maju, menatap Rayyan dengan takjub. "Bro… ini kenapa tangan kamu lengket di gagang pintu?"

Rayyan hampir menangis. "Mana aku tau?! Tiba-tiba aja lengket!"

Erwin mendekat. Ia menyentuh gagang pintu sebentar, lalu menyeringai. "Bro… ini kayaknya lem super."

Penghuni lain terkejut. "Siapa yang iseng?"

Erwin menggeleng sambil terkikik. "Entahlah, tapi ini legend banget."

Rayyan memutar matanya. "BISA KAGAK KETAWANYA NANTI AJA?!"

Erwin mengangkat tangan, lalu masuk ke kamarnya. Tak lama, ia keluar membawa botol cairan dan menuangkannya ke tangan Rayyan.

"Tunggu beberapa detik… sekarang coba lepasin pelan-pelan."

Rayyan menarik tangannya dengan hati-hati, dan akhirnya....

"Srek!"

TANGANNYA BEBAS!

Rayyan nyaris berteriak bahagia. Ia langsung berlari masuk ke kamarnya, mengabaikan tawa geli para penghuni kos yang kembali ke kamar masing-masing dengan ekspresi puas.

Setelah meletakkan kantung belanjaan di kulkas mini, Rayyan buru-buru masuk kamar mandi, membilas tangannya dengan air hangat. Setelah itu, ia mengganti celananya, masih menggerutu.

"SIAPA YANG ISENG?! Sumpah, ini panasnya nggak manusiawi!"

Ia merebahkan diri di kasur, menatap langit-langit kamar dengan putus asa.

©DI DALAM KOS RETA : 01:30 MALAM©

Di kamar Reta, dua penyihir jahil sedang berguling-guling di lantai, menahan tawa.

"KAMU DENGAR TADI?! Dia sampe teriak ‘bokong aku kepanasan’!" Yumna memegangi perutnya.

Reta menepuk lantai. "Tangan lengket! Bokong panas! KURSI NERAKA! BWAHAHA!"

Mereka tertawa hingga kehabisan napas.

Yumna mengusap air matanya. "Malam ini pasti Rayyan nggak bisa tidur. Dia bakal menikmati HOT-nya Ramuan Iblis sepanjang malam!"

Reta mengangguk puas. "Dan Ramuan Azab buatanku juga bekerja. Kulit dia kayak mau lepas! Mwahaha!"

Mereka berdua beradu tos, lalu akhirnya bangkit dari lantai.

"Misi balas dendam sukses!"

"Sempurna!"

Mereka akhirnya naik ke kasur, tidur di samping Aluna yang masih terlelap.

© DALAM KOS RAYYAN : 01:35 MALAM ©

Rayyan masih berbaring menatap langit-langit kamar dengan ekspresi penuh penderitaan. Matanya mengantuk, tubuhnya lelah, pikirannya kusut, tapi setiap kali mencoba tidur, rasa panas di bokongnya mengirimkan sengatan neraka yang membuatnya tersentak lagi.

"Siapa yang lakukan semua ini sih ?" gerutunya lirih, mengusap wajah dengan frustasi. "Sumpah, kalau ketahuan, bakal aku rendam di air cabai..."

Tapi bukan cuma itu masalahnya. Rasa bersalah yang mencekik membuat pikirannya semakin liar. Wajah Aluna terbayang jelas di kepalanya, sorot matanya yang terluka, bibirnya yang gemetar ketika Rayyan mengucapkan kata-kata brengsek itu...

"Matre."

Rayyan memejamkan mata, mengutuk dirinya sendiri. Aluna baru saja mengalami kejadian traumatis, hampir dibunuh, lalu dia malah menambah beban dengan ucapan tolol itu.

"Luna pasti nggak akan gampang memaafkanku. Dia bukan cuma kecewa... tapi juga sakit hati."

Rayyan menarik napas dalam. Dia sudah menyiapkan cemilan favorit Aluna untuk besok, tapi... apa cuma itu cukup? Apa dia bisa menatap mata Aluna dan berkata, "Maafkan aku." begitu saja?

Atau dia malah bakal jadi pria menyedihkan yang berdiri canggung di depan Aluna, menggaruk-garuk kepala, lalu berakhir dengan omongan asal yang malah memperburuk keadaan?

"Anjir, aku goblok banget..." desahnya, menutup wajah dengan bantal.

Tapi bantal itu malah menekan bokongnya yang masih terasa seperti dipanggang. Rayyan langsung terduduk lagi, menggeram kesal.

Dan sialnya, dalam keheningan malam itu, suara Galang masih terngiang di telinganya.

"Renungi dosa-dosamu malam ini. Siapa tahu besok bangun jadi manusia yang lebih berotak."

Rayyan memutar mata.

"Selamat menikmati rasa bersalahmu. Itu bakal jadi lullaby terindah buatmu malam ini."

Rayyan menggerutu, meninju kasurnya pelan.

"Kata matre hanya keluar dari mulut pria dengan banyak omong kosong tapi dompet kosong."

Ucapan Darren Arvanindra terngiang begitu jelas, seolah CEO itu berdiri di sudut kamarnya sekarang, menatapnya dengan tatapan penuh penghinaan.

Rayyan menutup wajah dengan tangan. "Sial... sial... SIAL!"

Dia bangkit dari kasur, berjalan mondar-mandir di kamar kecilnya seperti orang stres. Matanya melirik jam. 01:40.

Tidur? Gimana mau tidur kalau dia seperti ini? Pikiran kacau, bokong masih terbakar, dan bayangan Darren mencengkram kerah bajunya tadi  seakan diputar ulang di kepalanya seperti film horor.

"Aku tidak keberatan kalau Aluna mau menghabiskan uangku. Aku punya banyak. Aku punya segalanya."

Rayyan berhenti berjalan, menggigit bibir.

Darren mengatakannya dengan begitu santai, seolah Aluna memang pantas mendapatkan perlakuan terbaik. Seolah pria itu benar-benar mau melakukan itu untuk Aluna.

Dan Rayyan? Dia malah membuat gadis itu menangis.Dia mengusap wajahnya dengan frustasi.

"Sialan... kalau bisa, aku ingin menenggelamkan diri di palung laut terdalam sekarang."

Tapi dia tidak bisa. Dia masih harus meminta maaf. Dan besok adalah kesempatan terakhirnya.

© Markas Ruang Kerja Darren: Rencana Menghancurkan  Rayyan © 

Pukul 01.57 dini hari.

Darren duduk di kursinya yang megah, satu tangannya memegang rokok yang baru saja dinyalakan, sementara tangan lainnya dengan santai memutar layar laptop. Di hadapannya, data lengkap tentang Rayyan terpampang jelas, seolah bocah itu sudah menyerahkan hidupnya sendiri ke tangan Darren.

Darren mengisap rokoknya dalam-dalam, lalu mengembuskan asapnya dengan perlahan. Mata gelapnya menatap layar, penuh ketenangan yang mencekam.

"Rayyan Athariza... Bocah tolol yang bahkan tak tahu cara menjaga mulutnya sendiri," gumamnya pelan.

Darren memiringkan kepalanya sedikit, membaca ulang informasi yang baru saja ia dapatkan.Orang tua Rayyan, Haris dan Winda Athariza, dulunya pemilik PT. Athariza Kencana, perusahaan konstruksi yang bangkrut enam tahun lalu karena kasus korupsi salah satu mitra bisnis mereka. Sekarang? Mereka hanya sepasang manusia menyedihkan yang masih terlilit utang 63,8 miliar rupiah di bank, hidup terseok-seok di kota kecil, berharap bisa melunasi sedikit demi sedikit dengan uang seadanya.

Darren menyeringai. "Seharusnya mereka tahu, utang seperti itu tidak bisa dilunasi hanya dengan berdoa, bukan?"

Matanya beralih ke data pekerjaan Rayyan. Staff divisi keuangan di PT. Aruna Sentosa, perusahaan kecil yang baru berdiri dua tahun lalu. Tak ada apa-apanya dibandingkan kerajaan bisnis Darren.

Darren mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. "Jadi, bocah miskin ini berani menyebut Baby Chubby-ku matre?"

Darren terkekeh kecil, tapi tatapannya penuh bahaya. Ia memutar kursinya, menatap dinding yang dipenuhi foto-foto Aluna. Wajah manis gadis itu, pipi chubby-nya, senyum polosnya... semua miliknya.

Ia bangkit dari kursi, berjalan pelan mendekati dinding penuh obsesinya. Jemarinya menyentuh salah satu foto Aluna yang sedang tersenyum manis.

"Kau tahu, Baby Chubby?" suaranya lirih, nyaris seperti bisikan. "Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu. Tidak Rayyan, tidak siapa pun."

Darren tertawa kecil. Ia tahu Aluna sedang tidur nyenyak saat ini, tak sadar bahwa hidup seseorang akan berakhir hanya karena satu kalimat bodoh.

"Aku akan membuat bocah itu tersiksa sampai ia berlutut dan memohon untuk mati."

Darren menyentuh bibir Aluna di dalam foto itu dengan jemarinya, lalu menatapnya dalam-dalam.

"Kau tidak perlu tahu bagaimana aku melakukannya, sayang."

Darren berbalik, mengembuskan asap rokoknya ke udara. "Aku akan menghancurkan keluarganya terlebih dahulu.Perusahaan kecil tempat Rayyan bekerja? PT. Aruna Sentosa akan bangkrut sebelum bocah itu sempat menerima gaji berikutnya.Keluarganya? Orang tuanya akan kehilangan rumah terakhir mereka. Tidak ada tempat untuk kembali, tidak ada harapan tersisa.Dan Rayyan sendiri? Aku akan membuatnya kehilangan segalanya, termasuk akal sehatnya, sebelum aku menghabisinya perlahan-lahan."

Darren menekan tombol tersembunyi di dinding, membuka akses ke kamar pribadinya. Ia berjalan masuk dengan tenang, masih menikmati rokoknya.

Ia duduk di ujung tempat tidurnya, menghadap foto besar Aluna yang terpasang di dinding.

"Kau hanya perlu tetap menjadi gadis manis yang polos, Baby Chubby," bisiknya. "Aku akan mengajari cara menikmati semua yang kuberikan padamu. Aku akan mengajarimu cara menghabiskan uangku, karena aku punya segalanya untukmu."

Darren menyandarkan kepalanya ke dinding, matanya masih menatap foto Aluna. Ia menyeringai tipis.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!