Dr.Cinta Sang Komando

Sepulang dinas, Reynold selalu lewat rumah sakit tempat Cinta bekerja. Dia berharap bisa bertemu dengan Cinta. Hingga pada saat dia lewat, Reynold melihat Lucy baru saja keluar dari rumah sakit dan masuk ke dalam mobilnya.

"Apa aku ikuti saja Dr.Lucy," gumam Reynold.

Akhirnya Reynold pun mengikuti mobil Lucy. Di pertengahan jalan, Reynold memutuskan untuk menyalip mobil Lucy dan berhenti di depan mobilnya. Lucy sampai kaget dan dengan cepat menginjak remnya.

"Astaga, siapa sih tuh orang?" kesal Lucy.

Reynold cepat-cepat turun dari atas motornya dan membuka helmnya menghampiri Lucy. "Ya, ampun mau apa lagi sih dia?" gumam Lucy kebingungan.

"Dr.Lucy tolong buka kacanya sebentar, aku mau ngomong," ucap Reynold sembari mengetuk kaca mobil Lucy.

Lucy menghembuskan napasnya kasar, lalu membuka kaca mobilnya. "Ada apa, Kapten?" tanya Lucy.

"Dr.Lucy, aku mohon katakan padaku di mana Cinta berada? aku hanya ingin tahu bagaimana kabarnya, itu saja," ucap Reynold dengan nada memohon.

"Kabar Cinta baik-baik saja jadi Kapten tidak usah khawatir," sahut Lucy tanpa menatap Reynold.

"Tapi sekarang dia ada di mana? aku ingin bertemu dengan dia," ucap Reynold kembali.

"Kapten, aku tidak bisa memberitahukan di mana dia berada yang jelas sekarang dia baik-baik saja masih dalam masa pemulihan," sahut Lucy.

Reynold tidak bisa memaksa lagi, walaupun dalam hatinya ingin sekali bertemu tapi mendengar keadaan Cinta baik-baik saja membuat Reynold sedikit lega. "Baiklah, aku lega kalau dia baik-baik saja. Jika Dr.Lucy bertemu dengan Cinta, tolong sampaikan permintaan maaf aku untuknya," ucap Reynold sedih.

"Iya, nanti aku sampaikan," sahut Lucy.

Reynold pun kembali memakai helmnya, lalu kembali naik ke atas motornya. Lucy melihat Reynold dengan tatapan sedih dan kasihan, tapi dia ingat pesan Cinta jika dia jangan dulu memberitahukan keberadaan Cinta kepada Reynold. Reynold merasa kecewa karena tidak bisa bertemu dengan Cinta.

"Kamu di mana Cinta? kenapa perasaanku mengatakan kalau keadaanmu tidak baik-baik saja," batin Reynold sembari melajukan motornya.

Sementara itu di sebuah rumah sakit, Cinta duduk termenung di atas tempat tidur pasien. Ternyata Cinta masih dirawat di rumah sakit, tapi Cinta tidak dirawat di rumah sakit yang ada di Indonesia melainkan rumah sakit di Singapura. Air matanya kembali menetes, sedangkan tangannya meremas seprei.

Pintu ruangan itu terbuka. "Ya, Allah sayang kamu nangis lagi?" ucap Mami Dewi sembari menghapus air mata putrinya itu.

Alan menghampiri Cinta dan mengusap kepala putri satu-satunya itu. "Jangan sedih, Papi sedang mengusahakan yang terbaik untukmu. Kamu akan kembali sehat dan bisa melihat lagi," ucap Papi Akan dengan senyumannya.

"Cinta yakin kalau Cinta bakalan bisa melihat lagi, tapi yang membuat Cinta sedih, Cinta tidak bisa menolong orang lagi untuk sementara waktu," sahut Cinta dengan deraian air matanya.

"Ya, Allah Nak, dalam keadaan seperti ini saja kamu masih memikirkan orang lain padahal keadaan kamu juga sedang tidak baik-baik saja," ucap Mami Dewi dengan mata berkaca-kaca.

Dewi dan Alan pun memeluk putri dengan penuh haru. Cinta dinyatakan buta saat dia dibawa ke rumah sakit karena akibat benturan yang sangat keras dan mengenai syaraf mata Cinta. Beruntung Cinta tidak mengalami buta permanen, namun Cinta butuh waktu yang tidak sebentar untuk menyembuhkan luka matanya.

Cinta mengalami kerusakan dibagian kornea matanya, dan minggu depan dijadwalkan Cinta akan menjalani operasi. Pukulan yang James lakukan ke kepala Cinta sangat keras, dan merusak bagian saraf mata Cinta. Cinta memang sedih dan terpukul, tapi Cinta tidak mau menyalahkan siapa pun atas kejadian itu.

"Kamu harus semangat, sayang. Mami dan Papi hanya punya kamu, kami tidak mau kehilangan kamu maka dari itu jangan patah semangat, apalagi sebentar lagi kamu mau menjalani operasi. Kami yakin, kamu kuat dan akan segera sembuh," ucap Mami Dewi.

Cinta tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Dewi dan Alan sangat beruntung mempunyai putri yang kuat seperti Cinta. Cinta bukan anak manja seperti yang lainnya, tapi dia selalu menutupi kesedihannya supaya orang yang berada di sekitarnya tidak mengkhawatirkan keadaan dia.

Reynold sampai di rumahnya. Dia duduk di sofa termenung memikirkan Cinta, akhir-akhir ini otaknya dipenuhi dengan Cinta. Padahal kondisi dia pun masih belum pulih sepenuhnya, bahkan luka di wajah tampannya pun masih terlihat ada.

"Kamu kenapa, Nak? Ibu lihat, dari tadi kamu melamun saja?" tanya Ibu Amira sembari membawakan air minum untuk putranya itu.

"Tidak apa-apa Bu, Rey hanya capek saja," sahut Reynold berusaha tersenyum di hadapan ibunya.

"Ibu selalu berdo'a semoga kamu segera menemukan jodoh. Mungkin kalau kamu capek seperti ini bisa terobati jika ada istri yang menyambut kepulangan kamu," ucap Ibu Amira sembari mengusap punggung Reynold.

"Aamiin, terima kasih, Bu," sahut Reynold.

***

Malam pun tiba....

Patricia tampak terkejut di dalam kamar mandi yang berada di dalam kamarnya sendiri. Tangannya bergetar sembari memegang benda panjang dan kecil itu. Air matanya mengalir dengan deras di pipinya.

"Tidak, ini tidak mungkin," gumam Patricia dengan deraian air matanya.

Patricia tidak menyangka jika dirinya saat ini sedang hamil anak dari Roy. Selama pacaran dengan Roy, dia memang sering melakukan hubungan terlarang itu.

"Kenapa aku hamil, padahal selama ini kita selalu memakai pengaman," gumam Patricia masih tidak percaya dengan apa yang menimpanya.

Patricia menghapus air matanya dengan kasar, lalu dia keluar dari dalam kamar mandi. "Aku harus segera menghubungi Roy," gumamnya kembali.

Patricia segera mengotak-atik ponselnya dan menghubungi Roy. Roy yang mendengar ponselnya berdering dan tertera nama Patricia di sana, langsung mematikannya dan menonaktifkan ponselnya.

"Maaf Patricia, aku tidak bisa mengangkat telepon kamu dulu," batin Roy.

Saat ini Roy sedang berada di rumah sakit karena istrinya akan melahirkan. Selama ini Roy memang tidak pernah mencintai istrinya dan memilih selingkuh dengan Patricia, tapi malam ini sangat berbeda. Melihat istrinya sedang berjuang melahirkan anaknya membuat Roy mulai terenyuh dan sedih.

Anak itu hadir karena kesalahan Roy yang pada saat itu mabuk berat dan ditolong oleh wanita dan justru Roy malah merenggut kesuciannya. Dikarenakan wanita itu hamil, maka Roy harus tanggung jawab dan menikahi wanita itu. Selama menikah, Roy tidak memperlakukan istrinya dengan baik tapi sebaliknya, istrinya selalu sabar menghadapi sikap Roy.

"Kenapa aku sedih melihat dia," batin Roy.

Melihat istrinya sedang berjuang, perlahan Roy menghampirinya dan menggenggam erat tangan istrinya. Istrinya kaget sekaligus bahagia, dia semakin semangat dan akhirnya berhasil melahirkan bayi yang berjenis kelamin perempuan itu.

"Selamat Dr.Roy, anak anda berjenis kelamin perempuan," ucap Dr.Gilang.

Gilang menyerahkan bayi mungil itu kepada Roy, entah kenapa air mata Roy langsung menetes. Rasa haru, bahagia, dan sedih jadi satu, apa mungkin setelah kelahiran anaknya Roy akan menerima istrinya dan menyayanginya. Lalu bagaimana dengan nasib Patricia yang saat ini sedang mengandung anaknya.