Marissa Lebrina, gadis manis berasal dari satu kota kecil di Bandung. orangtuanya PNS di kota itu. Kehidupan mereka tidak bisa dikatakan miskin juga. Karena untuk ukuran kota kecil, PNS sudah dianggap baik dalam penghasilan.
Icha nama kecilnya. Setelah lulus SMA, Icha berencana untuk melanjutkan kuliahnya di Jakarta. Bukan tanpa alasan dia memilih kota metropolitan itu. Ada rasa yang harus dia lupakan. Ya, perasaan yang berbeda pada salah satu gurunya di sekolah. Dia harus pergi jauh agar melupakan sosok guru dingin nan tampan itu. Marco Guatalla. Lelaki tampan dengan sejuta pesona yang sudah membuat hari-hari Icha berantakan.
Namun, semua tidak sesuai dengan harapan Icha. Justru Icha harus bertemu dengan Marco di Jakarta. Apakah Icha bisa menata hatinya kembali? Padahal Icha sudah bertekad cukup menyimpan rasa itu dalam hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Richie Hirepadja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketahuan kakek
"Cha... si Arin apa kabar ya?" Celetuk Wulan tiba-tiba. Saat ini mereka lagi asyik ngobrol di atas tempat tidur sebelum mengistirahatkan badan setelah seharian beraktifitas.
Icha menoleh ke arah Wulan. Ia sedikit kaget teringat nama itu. Sahabat semasa kuliah dulu.
"Iya, ya... saking sibuknya di kantor, kita jadi lupa sama Arin." Icha menepuk jidatnya sendiri. "Videocall, yuk." ajak Icha.
"Udah jam berapa sekarang? Dianya udah bobo cantik kali." Wulan ragu untuk menelepon Arin.
"iih... si Arin ini. Bukan orang lain." Celetuk Icha. Ia segera mengambil handphone dan mencari nama Arin.
Setelah ditekan nomor Arin, terdengarlah bunyi ring tone dari seberang.
"Hai guys...." Terdengar suara nyaring dari handphone Icha. Terlihat wajah Arin di sana. Icha menutup mulutnya. Matanya sudah berkaca-kaca. Lagi-lagi ia tersentuh melihat salah satu sahabatnya. Sudah lama mereka hilang komunikasi.
"Ariiiiiin... apa kabar?" Seru Wulan senang. "Kangen banget." Lanjutnya.
"Alhamdulillah... aku baik. Kalian gimana?" Sahut Arin tak kalah heboh. "Ichaaaaaa... kamu kok nangis?" Sambung Arin ketika melihat Icha masih menutup mulutnya. Icha takut suara isakan terdengar. Tetapi, Arin menyadarinya.
"Maaf... nggak pernah hubungi kamu." Sesal Icha dengan airmata yang terus mengalir.
"hahahaha... nggak apa-apa, neng. Aku tau kalian sibuk. Aku juga sibuk, cha. Aku dah ngantor sekarang." Pungkas Arin tersenyum lebar. "Jangan nangis lagi. Aku ikutan sedih ni." Arin pun ikut terharu melihat dua sahabatnya.
"Besok ketemuan, yuk. Kita makan siang di kafe langganan kita dulu." Ajak Wulan semangat.
"Boleh... jam berapa?" Tanya Arin.
Wulan menyenggol tangan Icha dan memberi kode dengan menaikkan alisnya. Ia meminta Icha yang menentukan waktunya. Karena di antara mereka bertiga, Ichalah yang paling sibuk.
"hmmmm... pas jam makan siang aja, gimana?" Usul Icha. "Atau setelah pulang kantor aja, supaya lebih banyak waktu untuk ngumpul." Icha memberikan dua alternatif.
"hmmm... kelar ngantor aja deh. Supaya bisa punya banyak waktu untuk cerita." Wulan memberikan usulnya. "Soalnya banyak yang aku mau cerita sama kamu, rin." ujar Wulan sengaja melirik ke arah Icha.
"Wah... wah... wah... kayaknya aku melewati banyak moment ni, cha." Arin ikut menggoda Icha.
"Ih...apaan sih." Icha tersipu malu digoda sahabat-sahabatnya. Ia mencubit lengan Wulan pelan.
"Wah... aku dah ga sabar. Pokoknya besok harus ketemu ya." Rasa penasaran Arin membuat ia ingin cepat- cepat bersua dengan kedua sahabatnya. Mereka asyik bercerita sampai pukul 11.00 malam.
Keesokan harinya, Wulan dan Icha bersiap ke kantor seperti biasa.
Tring... tring... tring...
Terdengar nada hp Icha berdering.
"Si ayang tuh.. " Celetuk Wulan sambil menunjuk hp Icha dengan bibirnya. Icha tersenyum senang.
"Iya, sayang... " Jawab Icha setelah menekan tombol hijau pada hp.
"Aku sudah di depan." Terdengar suara Marco. Icha melebarkan mata sedangkan Wulan mengerutkan kening.
"Kenapa?" tanya Wulan tanpa suara. Icha menunjuk ke arah luar. Wulan berlari kecil ke jendela dan membukakan tirai.
"Hah!! Pak Marco di luar." Pekik Wulan tertahan. Icha segera meraih sepatu dan berlari keluar. Ia menuruni anak tangga menuju jalan umum di mana mobil Marco sudah menunggu.
Melihat Icha buru-buru menuruni anak tangga, Marco keluar dari dalam mobil.
"Kenapa harus buru-buru sih? Itu tangga lumayan tinggi, sayang. Kamu bisa jatuh nanti." Omel Marco menyambut kedatangan Icha dengan bertolak pinggang kesal. Gadis manis itu hanya nyengir lucu.
Cup...
Icha memberikan satu kecupan di pipi kiri Marco, agar amarahnya sedikit mereda. Dan benar saja, Laki-laki itu yang awalnya marah karena melihat kecerobohan Icha langsung tersenyum licik dan menoleh sebentar ke dalam mobil.
"Pagi, sayang..." Ucap Icha ceria dengan senyum manisnya. "Tumben ke sini?" Lanjutnya heran.
"Sengaja mau menjemput calon cucu mantu kakek." Bukan Marco yang menjawab melainkan si kakek alias mr. LG yang ternyata ada di dalam mobil Marco. Kakek membuka pintu kaca mobil depan.
Bukan main tersentaknya Icha. Ia langsung bersembunyi di belakang Marco. Marco tertawa lucu melihat tingkah Icha yang kedapatan menciumnya. Kakek ikut tertawa terbahak-bahak.
Kakek senang melihat wajah Marco yang memancarkan kebahagiaan. Berbeda ketika ia bersama Valencia. Ia tidak sebahagia ini. Kakek masih harus menghadapi satu masalah lagi yaitu keluarga Valencia. Tetapi melihat raut kebahagiaan Marco, kakek rela menghadapi tantangan apapun untuk kebahagiaan cucu tercinta.
"Kamu kok nggak bilang ada Mr. LG?" Umpat Icha kesal sambil mencubit lengan Marco. Marco tidak menjawab. Ia hanya tertawa dan segera membuka pintu dan menarik tangan Icha untuk masuk. Icha menggeleng.
"Aku jalan aja, ya... " Tolak Icha malu.
"Masuklah, nak. Kakek sudah bela-belain menjemput kamu lho." Terdengar suara kakek dari dalam mobil.
"Ayo, sayang... nggak apa-apa. Kakek nggak makan orang." Seloroh Marco pada Icha. "Nanti aku yang makan kamu." Lanjutnya berbisik. Icha melototkan mata lalu memukul pelan dada kekasihnya. Marco tertawa geli. Dengan malu-malu Icha masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku belakang diikuti oleh Marco.
Raymond yang sedari tadi hanya jadi penonton, tersenyum geli melihat raut wajah Icha. Icha melototkan mata pada orang kepercayaan Marco itu melalui kaca spion depan. Raymond sengaja membuang muka ke tempat lain tetapi masih dengan senyum mengejek Icha. Ia segera menjalankan mobil menuju perusahaan.
"Sayang... aku malu." Rengek Icha tanpa suara. Marco hanya membaca gerak gerik bibir Icha. Marco tersenyum simpul dan membelai rambutnya.
"Selamat pagi, Marissa... " Sapa Mr. LG dari kursi depan. Icha gelagapan. Ia lupa menyapa orang nomor satu GT Corp.
"Pa-pagi, tuan. Maaf, sudah merepotkan anda." sahut Icha penuh hormat.
Bego. Kenapa nggak memberi salam terlebih dulu. Umpat Icha pada diri sendiri.
"Pantas saja Marco memaksa kakek untuk menjemputmu. Ternyata vitamin semangatnya nyasar di sini." Lontar kakek menggoda Icha. Wajahnya sudah seperti kepiting rebus saja. Ia menyembunyikan kepala di belakang kursi depan. Ia takut kakek melihat wajahnya dari spion depan.
Marco hanya tersenyum ikut menggoda Icha. Begitu pun Raymond. Hari ini mereka sepertinya kompak menganiaya dirinya. Icha merengutkan wajah pada Marco.
"Marissa... di mana orang tua kamu?" Tanya kakek pelan.
"Di kota x, tuan."Jawab Icha.
"Apa pekerjaan mereka?"tanya kakek lagi.
"keduanya PNS, tuan."
Kakek manggut-manggut mengerti.
"Kamu anak tunggal?" Tanya kakek penasaran. Ia melihat Icha dari spion depan.
"Iya, tuan." Sahut Icha pelan.
"Waaaah... kamu dan Marco harus bekerja lebih keras lagi. Kamu anak tunggal, Marco juga anak tunggal. Tapi, kakek berharap kalian bisa memberikan kakek banyak cicit." Ujar kakek lalu tertawa senang.
Marco menoleh ke arah Icha. Ia mengedipkan mata menggoda Icha. Gadis itu benar-benar menahan emosi pada Marco. Ia menatap Marco sengit.
Tak lama mobil yang mereka tumpangi memasuki kawasan perusahaan. Raymond memarkirkan mobil di tempat parkir khusus petinggi perusahaan. Icha sedikit heran karena Mr. LG membuka pintu mobil sendiri. Tidak sama seperti pengusaha-pengusaha kaya yang harus dilayani demikian rupa. Begitu juga Marco.
Kakek dan Raymond masih disalami oleh beberapa petinggi perusahaan yang juga baru tiba. Icha tidak membuang kesempatan itu. Ia dan Marco masih di dalam mobil.
Icha memukul dan mencubit Marco membabi buta. Ia mengeluarkan semua emosi jiwanya. Walau pun pukulannya tidak berasa menurut Marco.
"Eh... eh.. eh... awww sayang... sakit. Kok dicubit sih?" Pekik Marco ketika tangan Icha dengan gemas memukul dan mencubit lengannya.
"Kamu tuh mau bikin aku malu, ya? Kenapa nggak bilang kalau mr. LG ada dalam mobil? Aku kan malu kedapatan nyium kamu." Gerutu Icha kesal. Marco tertawa terbahak-bahak membuat Icha semakin kesal. Icha merengut kesal.
"Iya... maaf, sayang. Aku juga kaget tiba-tiba kamu nyium aku," Ujar Marco lembut. "Sekarang kita keluar mobil dulu. Kamu mau diledekin kakek lagi karena masih berdua di dalam mobil?" Tanya Marco sambil menaikturunkan alisnya.
"Ck... Kamu nyebelin." Sungut Icha kesal sambil membuka pintu mobil dan keluar. Marco tertawa geli. Ia pun segera keluar dari dalam mobil menyusul Icha yang sudah berdiri di belakang kakek. Kakek masih asyik berbincang dengan 2 dewan direksi perusahaan.
Tak lama pun mereka masuk dalam lift dan menuju ke ruangan masing-masing. Tentunya Mr. LG, Marco, Icha, dan Raymond memakai lift khusus CEO.
Sampai di ruangan Marco, Icha menyiapkan minum untuk Marco dan kakek.
"Duduklah, nak. Kakek mau bicara." Perintah kakek lembut. Icha langsung duduk di sofa kosong. Ia menatap kakek.
"Dengar... yang pertama berhenti memanggilku Mr. LG, karena panggilan itu hanya untuk rekan bisnis dan juga musuh dalam Bisnisku. Panggil aku kakek sama seperti Marco memanggilku. Yang kedua, kakek senang kamu bisa hadir dalam kehidupan Marco dan memberi warna baru bagi cucuku ini. Yang ketiga pertahankan cinta kalian disaat ada badai menghantam nantinya." Terang kakek panjang lebar.
"Kakek berharap kamu bisa mendampingi Marco selamanya." Lanjut kakek. "Secepatnya kakek akan bertemu orang tua kamu." Tandas kakek lagi. Icha mengangguk. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia tidak menyangka pria tua yang paling disegani di dunia bisnis ini memiliki hati yang lembut.
Melihat airmata Icha, kakek segera memeluknya. Ia membelai sayang rambut Icha. Marco hanya melihat dan menyimak interaksi kakek dan Icha.
"Kalau kamu keberatan dengan kata-kata kakek dan tidak mau mendampingi Marco, katakan saja. Kakek tidak akan memaksa. Maka kakek jamin hidupnya akan hancur jika kamu menolaknya." Canda kakek membuat Icha tertawa kecil. Kakek pun ikut tertawa.
"Berbahagialah, nak." pungkas kakek tulus.
"Terimakasih, kek... "
sehat slalu....🤲🤲🤲 up yg banyak...🙏👍👍