Kisah yang menceritakan tentang keteguhan hati seorang gadis sederhana, yang bernama Hanindya ningrum (24 tahun) dalam menghadapi kemelut rumah tangga, yang dibinanya bersama sang suami Albert kenan Alfarizi (31 tahun)
Mereka pasangan. Akan tetapi, selalu bersikap seperti orang asing.
Bahkan, pria itu tak segan bermesraan dengan kekasihnya di hadapan sang istri.
Karena, bagi Albert Kenan Alfarizi, pernikahan mereka hanyalah sebuah skenario yang ditulisnya. Namun, tidak bagi Hanin.
Gadis manis itu, selalu ikhlas menjalani perannya sebagai istri. Dan selalu ridho dengan nasib yang dituliskan tuhan untuknya.
Apa yang terjadi dengan rumah tangga mereka?
Dan bagaimana caranya Hanin bisa bertahan dengan sikap dingin dan tak berperasaan suaminya?
***
Di sini juga ada Season lanjutan ya say. Lebih tepatnya ada 3 kisah rumah tangga yang akan aku ceritakan. Dan, cerita ini saling berkaitan.
Selamat menikmati!
Mohon vote, like, dan komennya ya. Makasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shanayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
Hanin mengedipkan mata beberapa kali. Entah kenapa dia merasa sedikit pusing. Gadis itu meraba kepala, meremas rambutnya beberapa kali. Berusaha mengusir rasa pusing yang menyerang.
Merasa sedikit mendingan Hanin membuka mata. Melihat sekeliling. "Astagfirullah, dimana ini?" Hanin terkejut mendapati dirinya berada di kamar asing.
Gadis itu segera duduk. Mencoba mengingat apa yang terjadi. Belum sempat berpikir, lamunannya terhenti saat mendengar decitan suara pintu. Hanin menoleh, terlihat seorang pria yang sangat dikenalnya berdiri disalah. satu sudut ruangan.
Dia adalah Kenan, suami yang baru di gugatnya kekantor pengadilan agama. Pria itu, hanya menggunakan handuk, yang melilit dari pinggang hingga ke lutut.
"Oh, kau sudah bangun?" Kenan berjalan mendekat.
Hanin cepat berpaling. Karena, otot-otot seksi pria itu bisa mengganggu pikiran warasnya.
"Kenapa aku ada disini?" Hanin bertanya, tapi matanya masih tak berani menoleh pada pria itu.
Kenan duduk di tepi ranjang, yang hanya berjarak beberapa jengkal dari tempat Hanin duduk. "Aku yang membawamu kesini. Sekarang sudah hampir siang, pergilah mandi!" Pria itu membelai kepala Hanin.
Hanin menarik sedikit tubuhnya menjauh. Rasa gugupnya kian menjadi-jadi. Saat aroma sampo pria itu mulai menusuk hidung dan jiwanya. "Apa maumu mas, Kenapa aku disini? Dan, dimana kita sekarang?" Hanin menoleh sekeliling, bingung.
"Aku akan menjelaskannya nanti, pergilah mandi. Bajumu ada dilemari itu." Kenan menunjuk ke arah lemari besar yang berukir indah. Pria itu berlalu, menghilang di balik pintu.
Hanin masih terpaku disana. Mencoba mengingat apa yang terjadi. Bayangan asisten Berryl muncul di ingatannya. Dan dia tau, ini pasti ulah sang suami. Marah, geram, menjadi satu di benak gadis itu.
Tak lama, Hanin sudah siap dengan ritual mandinya. Memakai dres panjang dan jilbab yang sudah tersedia di lemari. Gadis itu melangkah keluar kamar. Matanya liar melihat sekeliling, tempat itu terasa sangat asing. Dia yakin tak pernah datang kesana sebelumnya.
Rumah yang bernuansa Klasik itu, sangat besar dan luas. Ada kemewahan yang ditampilkan disetiap sudut ruangan. Membuat siapapun yang memasukinya, pasti akan berdecak kagum. Termasuk juga Hanin. Selama ini, dia belum pernah memasuki rumah semewah itu. Rumah yang di tempatinya bersama Kenan, juga termasuk rumah mewah. Tapi, masih kalah jauh dengan rumah yang ini.
"Nona, tuan Kenan sudah menunggu anda di ruang makan." Suara seorang wanita paruh baya mengagetkan Hanin.
"I.. ya.. buk. Tapi, saya tidak tau, dimana letaknya ruang makan dirumah ini." Hanin menjawab dengan sedikit senyum di bibirnya.
"Mari saya antar nona." Wanita itu, berjalan mendahului Hanin. Melewati beberapa ruangan, dan memasuki sebuah lorong. Setelahnya, barulah sampai ke ruangan yang dituju.
Hanin melihat Kenan sudah duduk di salah satu kursi. Wanita yang tadi menggiring Hanin, membuka satu kursi di samping Kenan. "Silahkan nona!" Dia menunduk hormat.
Hanin mengikuti. "Makasih buk." Hanin tersenyum. Dia melihat berbagai makanan sudah tersaji di meja panjang itu.
"Panggil saja saya bik Ita nona." Wanita yang bernama Ita itu mundur. Memberi kode pada pelayan yang berdiri di samping Kenan.
"Mas, Kenapa mas melakukan ini? Mas bahkan menyuruh asisten Berryl untuk menculikku." Hanin membuka suara, begitu kedua pelayan tadi pergi.
"Aku tidak memerintahkannya untuk menculik. Aku hanya menyuruh mereka, untuk menjemputmu. Tapi, karena kau gadis yang sedikit keras kepala. Makanya Berryl tidak ingin mengambil resiko." Kenan menjawab enteng, sembari mengoleskan selai ke rotinya.
Mata Hanin menyipit, Kesal.
"Tapi, tetap saja ini namanya pemaksaan mas." Gadis itu bersungut.
"Muach (pria itu mencium bibir Hanin sekilas) sarapanlah dulu. Setelahnya baru kita bahas masalah ini." Kenan tersenyum usil. Lalu memasukkan roti kemulutnya.
Hanin terkejut dengan serangan mendadak suaminya itu. "Mas aku.." Kalimatnya terhenti. Karena, Kenan menaruh jari telunjuknya di bibir Hanin.
"Lebih baik, isi dulu perutmu. Kau tau kan, kalau aku tidak suka berbicara ketika sedang makan." Kenan berucap dengan lembut, pria itu juga memandang mata Hanin dengan hangat. Membuat jantung gadis itu berdetak semakin kencang. Hanin menurut, dan sudah tak terdengar lagi percakapan diantara mereka.
"Sekarang katakan, apa maksud mas membawaku ke rumah asing ini." Hanin kembali bertanya, ketika mereka sudah kembali ke kamar yang tadi.
"Ini bukan rumah orang asing. Ini adalah rumah Almarhum orang tuaku. Dan aku membawamu kesini, karena ingin menawarkan sebuah kesepakatan." Kenan duduk di atas sofa.
Hanin menatap Kenan, mencoba menebak kemana arah pembicaraan mereka.
"Baiklah, katakan! Kesepakatan seperti apa yang ingin mas tawarkan?" Hanin berjalan mendekat. Dia ikut duduk di sofa, berhadapan dengan suaminya.
"Sebelum masuk ke masalah kesepakatan, aku ingin kau memandatangani ini dulu!" Kenan melempar sebuah berkas ke atas meja, depan Hanin.
Gadis itu meraihnya, membaca sekilas. Wajah yang tadinya penasaran, sekarang berubah menjadi amarah. "Mas, maksudnya ini apa? Kenapa mas ingin aku membatalkan gugatan perceraian kita dipengadilan?" Hanin menaruh kembali berkas itu ketempat semula.
"Karena, kesepakatan kita hanya bisa terjadi kalau kau sudah menandatangani berkas itu." Kenan menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa.
Hanin terlihat semakin bingung. "Sekarang, katakan saja. Apa maksud semua ini!"
"Baiklah, aku akan langsung mengatakan intinya kepadamu. Sebenarnya, aku ingin menawarkan 2 pilihan kepadamu. Yang pertama, kau teruskan gugatan perceraian kita. Tapi, akan kupastikan kau tidak akan menang di pengadilan. Dan, kau pasti tau, kalau aku cukup mampu untuk melakukan itu." Kenan menegakkan kembali punggungnya. Menatap tajam, untuk memastikan ucapannya.
"Pilihan yang ke 2. Tinggallah disini selama 3 bulan kedepan. Dan, berikan aku kesempatan untuk menjadi suamimu seutuhnya. Setelah itu aku akan memberimu kebebasan." Lanjut pria itu lagi.
"Jadi suami seutuhnya? Kanapa sekarang, mas menginginkanku memberimu kesempatan?" Hanin menyelidik.
"Karena aku ingin memastikan perasaanku padamu. Aku juga akan berusaha untuk membuatmu mencintaiku. Hingga, kau sendiri yang akan bersedia dengan hati yang ikhlas, untuk terus menjadi pendampingku." Ucap Kenan lagi.
"Kalau aku menolak kedua penawaran mas, apa yang akan mas lakukan?" Hanin mulai tersulut emosi, karena mndengar permintaan konyol suaminya itu.
"Maka, aku akan tetap mengurungmu disini. Tanpa alat komunikasi sama sekali, dan akan kupastikan kau menyesali pilihanmu. Coba bayangkan, bagaimana ibu dan adikmu akan panik jika mereka tidak dapat menghubungimu lagi. Kalau mereka mendatangiku, aku tinggal bilang. Bahwa kita sudah bercerai, dan aku tidak tau kau ada dimana." Kenan mengancam.
Hanin semakin emosi, "Mas, apa kau sudah tidak waras? Kenapa membawa keluargaku kedalam masalah kita?" Mata Hanin menatap tajam kearah Kenan.
"Kau yang membuatku melakukan ini semua Hanin. Aku hanya ingin meminta waktumu selama 3 bulan ke depan. Aku akan berusaha menjadi suami yang baik untukmu. Dan, jika waktunya habis, kau masih tidak mencintaiku. Maka, aku akan melepaskanmu dengan ikhlas. Dan aku sendirilah yang akan mengurus surat perceraian kita ke pengadilan." Kenan berdiri.
"Pikirkan baik-baik. Aku hanya memintamu memberi kesempatan kedua untuk hubungan kita." Pria itu melangkahkan kakinya menuju pintu. Karena dia tau, Hanin butuh waktu untuk berfikir.
"Maafkan aku Hanin. Hanya ini yang bisa kulakukan. Sebagai upaya terakhir untuk mempertahankan dirimu. Aku mencintaimu, dan aku belum siap melepasmu saat ini." Kenan menyandarkan dirinya di balik pintu yang baru ditutupnya. Menyesali rasa cintanya yang datang terlambat.
TBC
Mari mampir di karya ke 2 saya yang berjudul RASAKAN DI HATIMU. Di jamin nggak kalah baper say...
Selamat membaca readers.
Mohon bantu Author dengan Vote, like, jadikan favorit dan silahkan tinggalkan komentarnya.
MAKASIH
bejad n laknat 🙏
sorry gwa baca sampe sini