NovelToon NovelToon
SUAMI TAK PERNAH KENYANG

SUAMI TAK PERNAH KENYANG

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Angst / Suami Tak Berguna / Ibu Mertua Kejam / Pihak Ketiga
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Euis Setiawati

Judul: Suamiku Tak Pernah Kenyang
Genre: Drama Rumah Tangga | Realistis | Emosional

Laila Andini tak pernah membayangkan bahwa kehidupan rumah tangganya akan menjadi penjara tanpa pintu keluar. Menikah dengan Arfan Nugraha, pria mapan dan tampak bertanggung jawab di mata orang luar, ternyata justru menyeretnya ke dalam pusaran lelah yang tak berkesudahan.

Arfan bukan suami biasa. Ia memiliki hasrat yang tak terkendali—seakan Laila hanyalah tubuh, bukan hati, bukan jiwa, bukan manusia. Tiap malam adalah medan perang, bukan pelukan cinta. Tiap pagi dimulai dengan luka yang tak terlihat. Laila mencoba bertahan, karena “istri harus melayani suami,” begitu kata orang-orang.

Tapi sampai kapan perempuan harus diam demi mempertahankan rumah tangga yang hanya menguras

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Euis Setiawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

khayalan ranjang bi ratmi

Di dalam rumah megah itu, keheningan mendominasi usai Laila pergi. Tak ada suara selain detik jam dinding dan sesekali denting gelas di dapur yang sedang dibersihkan. Bi Ratmi berjalan pelan ke ruang tengah, menyapu lantai dengan sapu ijuk, namun gerakannya tampak malas, pikirannya melayang entah ke mana.

Pikirannya dipenuhi oleh satu sosok Arfan.

Sudah sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di rumah itu sebagai pembantu dari yayasan yang direkomendasikan, Bi Ratmi merasa ada sesuatu yang aneh saat ia melihat pria itu. Bukan takut. Bukan gugup. Tapi… jantungnya berdetak tak beraturan, seperti disetrum. Ada magnet yang entah kenapa begitu kuat menariknya pada sosok sang majikan.

Arfan Pria mapan, tampan, berwibawa, dan tubuh atletis. Senyum yang jarang muncul tapi mampu membuat Bi Ratmi menggigil saat tak sengaja melihatnya. Caranya berbicara, cara berjalan, bahkan cara duduknya sambil membaca koran di pagi hari semuanya membuat Bi Ratmi tersihir.

Dan sejak saat itu, khayalan Bi Ratmi pun bermekaran liar.

Ia mulai membayangkan jika dirinya adalah istri sah Arfan. Ia yang menyiapkan sarapan, ia yang menyetrika pakaian kerja suaminya, ia yang membuka pintu ketika Arfan pulang kantor, lalu menyambutnya dengan senyum manja dan secangkir teh manis.

Dan tentu saja, ia yang berbagi ranjang dengan Arfan setiap malam.

Wajah Bi Ratmi memerah sendiri saat khayalan itu kembali menari dalam benaknya. Tangan kanannya tanpa sadar menyentuh bibirnya, lalu turun ke lehernya, membelai pelan. Sambil berdiri di depan jendela ruang tengah, ia melihat bayangannya sendiri di kaca. Rambut ikalnya disanggul asal, tubuhnya yang masih montok meski usia mendekati kepala empat, dan kulit sawo matang yang bersih. Ia tahu dirinya menarik. Ia tahu lelaki-laki lain sering kali tergoda hanya dengan senyumnya.

“Banyak yang ngelamar gue, tapi gak ada yang kayak Pak Arfan…” gumamnya lirih.

Bi Ratmi menarik napas panjang. Semua laki-laki yang pernah mendekatinya selalu berakhir sama: mengajak main, menggoda terang-terangan, bahkan ada yang pernah menjanjikan rumah jika mau dinikahi siri. Tapi tak ada satu pun yang menarik hatinya. Mereka terlalu mudah. Terlalu rendah. Tidak seperti Arfan yang dingin, cuek, dan penuh misteri.

Justru sikap dingin Arfan itulah yang membuatnya semakin penasaran. Setiap kali ia mencoba menggoda dengan senyum genit, Arfan tak bergeming. Bahkan pernah suatu pagi, saat Laila masih tidur dan Arfan turun ke dapur, Bi Ratmi sengaja menjatuhkan sendok dan membungkuk tepat di depan mata Arfan, berharap melihat reaksi. Tapi Arfan hanya memalingkan wajahnya sambil berkata,

“Jangan ceroboh.”

Bukan marah. Tapi juga bukan kagum.

Sikap itu membuat Bi Ratmi semakin yakin Arfan berbeda. Dia bukan tipe lelaki yang mudah tergoda. Dan mungkin, hanya wanita yang benar-benar istimewa yang bisa menaklukkan hatinya.

“Kalau aja Bu Laila gak bisa ngasih anak… aku ikhlas kok jadi istri keduanya,” bisik Bi Ratmi sambil tersenyum simpul.

Ia tahu rumah tangga Arfan dan Laila belum dikaruniai momongan. Sudah bertahun-tahun menikah, tapi rahim Laila seolah tak pernah membuahkan hasil. Bi Ratmi tahu, sebagai laki-laki, Arfan pasti menginginkan keturunan. Dan jika ia yang mengandung anak itu, bukan hanya akan memikat hati Arfan… tapi juga mengikatnya selamanya.

Wajah Bi Ratmi berubah sendu. Ia kembali duduk di kursi makan, pandangannya menerawang. Di masa mudanya dulu, ia sempat berharap menjadi istri seorang pejabat. Tapi nasib membawanya ke jalan yang berbeda. Ia jatuh cinta pada pria yang salah, ditinggal saat sedang hamil dua bulan, dan keguguran karena stress. Sejak itu, hidupnya hancur. Ia pindah dari satu tempat kerja ke tempat lain, hingga akhirnya masuk ke yayasan dan ditugaskan di rumah Arfan.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidup, ia merasa… ada harapan lagi.

“Pak Arfan… kalau saya yang jadi istri kamu, saya jamin kamu gak bakal nyesel. Saya bisa ngurus rumah, masak, nyetrika, dan urusan ranjang… saya jagonya,” bisik Bi Ratmi dengan nada menggoda, meski hanya ditujukan pada bayangan dirinya sendiri di cermin kecil di dinding.

Ia bangkit, melangkah menuju kamar pembantu yang terletak di belakang rumah. Di sana, ia membuka lemari kecilnya. Ada sepotong daster merah menyala tergantung di dalamnya. Daster itu belum pernah ia kenakan di depan Arfan, hanya di kamar. Ia mengambilnya, memandangi kain itu dengan senyum puas.

“Sebentar lagi… sebentar lagi kamu bakal lihat siapa aku sebenarnya,” gumamnya.

Di luar kamar, suara pintu pagar depan terdengar dibuka. Langkah kaki mendekat, lalu suara Laila terdengar memanggil dari ruang tengah. “Bi Ratmi! Tolong bantuin bawain belanjaan!”

Bi Ratmi buru-buru menyembunyikan daster merah itu, menguncinya kembali di lemari, lalu menata rambutnya dan melangkah cepat ke arah ruang tengah dengan ekspresi datar.

“Iya, Bu! Saya bantuin,” jawabnya sambil mengambil kantong plastik berisi buah dan sayur.

Laila tampak lebih segar dari biasanya. Senyumnya tampak tulus. Entah karena tadi puas curhat dengan Rani atau karena sudah lega setelah meluapkan emosinya. Ia sempat memandangi Bi Ratmi sebentar, seolah ingin berkata sesuatu… tapi urung.

Dalam hati, Laila masih menyimpan kecurigaan. Ada sesuatu pada diri Bi Ratmi yang membuatnya tak nyaman. Tapi ia belum punya bukti apa-apa.

Sementara Bi Ratmi, saat mengambil kantong plastik dari tangan majikannya, menatap Laila dengan senyum tipis yang samar.

Senyum yang menyembunyikan hasrat, ambisi, dan sebuah khayalan yang pelan-pelan berubah menjadi rencana nyata.

1
Vanni Sr
ini laila ny terlalu bodoh sib klo kt aku mah ya, udh tiap mlm d gempur terus apa² d pendem, gada ketegsan jg, laki ny jg seenk ny sndri, crta ny kek yg udh² suami main sm pembatu. tnggl cari org but rawat ibu ny yg skit ini malah lama2 d kampung , mending dah pisah aja. krn g cm sekali berhubungn psti tuh mereka
Zoe Medrano
Aku yakin ceritamu bisa membuat banyak pembaca terhibur, semangat terus author!
Euis Setiawati: terimakasih ka....😍
total 1 replies
Mepica_Elano
Emosinya terasa begitu dalam dan nyata. 😢❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!