NovelToon NovelToon
DEWA PERANG NAGA TERLARANG: Menantu Sampah Yang Mengguncang Langit

DEWA PERANG NAGA TERLARANG: Menantu Sampah Yang Mengguncang Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Balas Dendam / Robot AI / Anak Yang Berpenyakit / Kultivasi Modern
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Zen Feng

Baskara—menantu sampah dengan Sukma hancur—dibuang ke Jurang Larangan untuk mati. Namun darahnya membangunkan Sistem Naga Penelan, warisan terlarang yang membuatnya bisa menyerap kekuatan setiap musuh yang ia bunuh. Kini ia kembali sebagai predator yang menyamar menjadi domba, siap menagih hutang darah dan membuat seluruh kahyangan berlutut. Dari sampah terhina menjadi Dewa Perang—inilah perjalanan balas dendam yang akan mengguncang sembilan langit!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 22: BAYANGAN DI TENGAH MALAM

SEPULUH MENIT SETELAH PERTANDINGAN PERTAMA

Arena masih belum pulih dari guncangan.

Pertandingan babak pertama terus berlanjut. Peserta demi peserta naik ke panggung, memamerkan teknik sihir api, ledakan petir, atau tarian pedang yang indah. Namun, tepuk tangan penonton terasa hambar.

Mata ribuan orang itu tidak tertuju pada petarung di arena.

Mereka mencuri pandang ke arah sudut area peserta. Di sana, duduk sesosok pria berjubah hitam yang tenang bagaikan patung batu.

Baskara.

Nama yang dulu diludahkan seperti racun, kini dibisikkan dengan nada gemetar.

"Kau lihat tadi?" bisik seorang pedagang di tribun, wajahnya pucat. "Satu pukulan. Tanpa kuda-kuda. Tanpa aura. Surya... dia terbang seperti layang-layang putus!"

"Aku dengar dia cacat," sahut temannya. "Tapi cacat macam apa yang bisa menghancurkan tulang kultivator Bintang 6?!"

"Mungkin dia iblis..." bisik seorang wanita tua. "Lihat matanya. Tidak ada rasa bangga. Tidak ada rasa senang. Kosong."

TRIBUN KEHORMATAN - RUANG KACA

Di balik dinding kaca yang kedap suara, Patriark Dharma duduk gelisah. Jari-jarinya mengetuk sandaran kursi dengan ritme cepat yang mengkhianati ketenangannya.

Di hadapannya, lima Tetua Senior duduk melingkar. Suasana ruangan itu berat, seolah udara dipenuhi timah.

"Kita harus menyelidikinya," suara Patriark rendah namun tajam. "Tidak mungkin sampah bisa berubah menjadi emas dalam sebulan. Pasti ada sesuatu di Jurang Larangan."

Tetua Satriya menyesap tehnya dengan santai. "Menarik. Sangat menarik."

"Menarik?!" Tetua Wira, pria gemuk berwajah merah, menggebrak meja. "Ini ancaman, Satriya! Bocah itu baru saja mempermalukan elit muda kita! Jika dia terus menang, dia akan mendapat Pil Inti Emas dan menjadi kandidat pewaris! Apa kau mau dipimpin oleh menantu buangan?!"

"Tenanglah, Wira," Satriya meletakkan cangkirnya. "Kau tidak melihat intinya. Baskara tidak menggunakan teknik. Dia menggunakan fisik murni."

Satriya tersenyum tipis, mata ularnya berkilat.

"Kekuatan fisiknya... setara dengan kultivator Ranah Inti Emas tahap awal."

Hening.

Para Tetua ternganga.

"I-Inti Emas?" Patriark menelan ludah. "Di usia 19 tahun? Itu mustahil. Jenius kota provinsi saja butuh usia 30 tahun!"

"Justru itu," sela Satriya. "Bocah itu adalah tambang emas. Bayangkan jika kita bisa menguasainya. Mengendalikan kekuatannya. Keluarga Cakrawala akan menjadi raja di wilayah ini."

"Mengendalikan?" Patriark tertawa sumbang. "Kau lihat tatapannya? Itu tatapan serigala, Satriya. Bukan anjing peliharaan."

Satriya tidak menjawab. Dalam hatinya, ia menyeringai licik.

'Aku tidak butuh kesetiaannya. Aku hanya perlu membedah rahasianya, mengambil kekuatannya, lalu membuang mayatnya.'

KAMAR LARASATI

Larasati berdiri di depan jendela, menatap langit sore yang mulai memerah. Senyum tulus menghiasi bibirnya—senyum yang telah lama hilang.

"Baskara... kau hebat," bisiknya. "Kau membuktikan mereka salah."

BRAK!

Pintu kamar terbuka tanpa ketukan. Senyum Larasati lenyap saat melihat ibunya, Nyonya Ratih, masuk dengan wajah dingin.

"Ibu..."

"Jangan senang dulu," potong Ratih tajam. Ia melipat tangan di dada. "Kemenangan satu babak tidak mengubah takdir."

"Dia menang mudah, Bu! Dia bahkan tidak tergores!"

"Justru itu masalahnya, Bodoh!" Ratih mendekat, mencengkeram bahu putrinya. "Kau pikir Wibawa akan diam? Kau pikir Tetua akan membiarkan 'ancaman' tumbuh liar? Mereka akan menargetkannya. Dan ancaman bagi keluarga... selalu dimusnahkan."

Wajah Larasati memucat. "Ini turnamen resmi. Ada aturan—"

"Aturan itu hanya berlaku di atas arena," desis Ratih. "Diluar arena apapun bisa terjadi. Jika Baskara terus menang, dia akan mati, bagaimanapun caranya! Dan kau... kau akan hancur bersamanya."

Ratih melepaskan cengkeramannya, lalu berbalik pergi.

"Siapkan hatimu, Larasati. Karena jalan yang dipilih suamimu adalah jalan menuju kuburan."

MALAM HARI - RUANG TERSEMBUNYI WIBAWA

Wibawa duduk di kursi kayu, tubuhnya gemetar hebat. Botol arak di meja sudah kosong, tapi alkohol tidak mampu mengusir rasa takutnya.

Bayangan mata Baskara terus menghantuinya. Tatapan dingin yang menjanjikan kematian.

TOK. TOK. TOK.

"Masuk!" Wibawa terlonjak.

Tetua Satriya masuk, menutup pintu dengan tenang.

"Kau terlihat menyedihkan, Wibawa," ejek Satriya halus.

"Tetua... dia monster," Wibawa meremas rambutnya. "Aku tidak bisa mengalahkannya, kek. Fisiknya terlalu kuat."

"Memang," Satriya duduk santai. "Kekuatan fisiknya melampaui Ranah Pengumpulan Prana. Tapi dia punya kelemahan."

Wibawa mendongak, matanya penuh harap. "Kelemahan?"

"Dia sombong. Dia hanya mengandalkan kekuatan kasar. Tidak ada teknik, tidak ada strategi, tidak ada senjata pusaka. Dia hanyalah banteng yang mengamuk." Satriya tersenyum licik. "Dan banteng sekuat apa pun, akan mati oleh satu tusukan matador yang tepat."

"Maksud Tetua... teknik Surya Pembelah?"

"Benar. Jika kau mengenainya dengan teknik itu, dia akan hancur."

Wibawa mulai tenang. Tapi Satriya belum selesai.

"Namun... jika kau ingin jaminan 100%..." Satriya membungkuk, berbisik seperti iblis. "Pastikan dia tidak pernah naik ke arena besok pagi."

Mata Wibawa membelalak. "Maksud Tetua...?"

"Kecelakaan bisa terjadi kapan saja, bukan? Tergelincir di kamar mandi? Keracunan makanan? Atau... kunjungan tamu tak diundang di malam hari?"

Satriya menepuk bahu Wibawa, lalu pergi. "Pikirkanlah."

TENGAH MALAM - GANG SEMPIT

Bulan tertutup awan hitam. Di lorong gelap antara gudang penyimpanan, Wibawa bertemu seseorang.

Sosok itu tinggi kurus, nyaris seperti tengkorak hidup yang dibalut kulit pucat. Wajahnya tertutup masker hitam. Auranya tidak terdeteksi, seolah ia menyatu dengan bayangan.

Jimbrong.

Pembunuh Bayaran Kelas Kakap. Ranah Inti Emas Bintang 1.

Spesialisasi: Pembunuhan Tanpa Jejak.

"Kau Jimbrong?" tanya Wibawa gemetar.

Sosok itu hanya mengangguk. Matanya yang cekung menatap Wibawa datar.

"Aku punya pekerjaan." Wibawa melempar kantong berat berisi sepuluh ribu Batu Roh. "Bunuh Baskara Atmaja Dirgantara. Malam ini."

Jimbrong menangkap kantong itu. "Target di Sayap Timur. Kamar pojok. Aku sudah mengamatinya sejak sore."

Suaranya serak, seperti gesekan pasir.

"Buat seolah kecelakaan," perintah Wibawa. "Jangan sampai ada yang melacak ke aku."

"Dia akan mati dalam tidurnya. Jantung berhenti. Alami."

WUSH!

Jimbrong menghilang. Benar-benar lenyap di depan mata, meninggalkan Wibawa sendirian dengan detak jantungnya yang memburu.

"Mati kau, Baskara," desis Wibawa. "Besok pagi, kau hanya akan jadi mayat dingin."

KAMAR BASKARA

Di dalam kamar yang gelap gulita, Baskara duduk bersila di tengah ruangan. Matanya terpejam.

[Tuan,] suara Sistem terdengar waspada. [Ada tamu. Ranah Inti Emas Bintang 1. Spesialisasi Stealth.]

Baskara membuka matanya perlahan.

Dalam kegelapan, sepasang pupil merah menyala.

"Aku tahu," jawabnya tenang. "Aku sudah menunggunya."

[Ingin saya aktifkan mode deteksi termal?]

"Tidak perlu. Biarkan dia masuk. Biarkan dia berpikir aku sedang tidur."

Baskara berdiri, berjalan pelan ke arah jendela, memunggungi pintu masuk. Ia menatap bulan yang samar di balik awan.

"Datanglah, Serangga Kecil," batinnya. "Masuklah ke jaring laba-laba."

ATAP KAMAR

Jimbrong mendarat tanpa suara di atap genteng. Gerakannya sempurna. Tidak ada debu yang bergeser. Tidak ada angin yang terusik.

Ia melompat ringan, tanpa suara. Tangannya mencukil perlahan jendela terkunci dengan jari diselimuti prana tipis.

Jimbrong melangkah masuk, begitu ringan hampir seperti melayang.

Kamar itu gelap gulita. Hanya siluet perabotan yang terlihat samar. Di atas ranjang, gundukan selimut menunjukkan posisi target yang sedang terlelap.

Jimbrong menyeringai di balik masker. Ia mencabut pedang pendeknya. Bilah logam itu berkilau hijau suram—dilapisi Racun Jiwa Beku, racun yang membekukan darah dalam hitungan detik.

Ia mendekat.

Pedangnya terangkat, membidik tepat ke arah leher di balik selimut.

"Mati."

Pedang itu menghunjam deras.

JLEB!

[BERSAMBUNG KE BAB 23]

1
Meliana Azalia
Hahahaha 🤣
Ronny
Alamak ngerinyoo, lanjut thor🔥
Heavenly Demon
anjayy manteb manteb keren ni Baskara
Zen Feng
Feel free untuk kritik dan saran dari kalian gais 🙏
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁
Ren
mantab saya suke saya suke /Drool/
Ren
kedelai tidak jatuh di lubang yang sama dua kali👍
Ren
nasib orang lemah dimana mana selalu diremehin 😭
apang
toorrrrr si wibawa harus dimatiin ya
Ronny
Nekat si mc nekat banget
Heavenly Demon
suka banget pembalasan dendamnya, mntabss
Heavenly Demon
pembalasan dendam yang satisfying
Heavenly Demon
mantab dari cupu jadi suhu
Abdul Aziz
anjay seru banget figtnya ga cuma ngandelin otot tapi otak juga, brutal parah 😭 jangan sampe berhenti di tengah jalan thor, harus sampe tamat ya!!!
oya untuk tingat ranah bisa kamu jelasin lebih detail thor di komen agak bingung soalnya hehe
Abdul Aziz
gila gila bener bener brutal! mantab👍
Abdul Aziz
hoho balas dendam pertama
Abdul Aziz
lanjut lanjut thor gila fightnya brutal banget keren👍👍👍
Abdul Aziz
anjai modyar kan lo hampir aja
Abdul Aziz
kena batunya lo bas, keras kepala si lo
Abdul Aziz
huahahaa🤣 otaknya uda sengklek
Abdul Aziz
blak blakan banget ini mesin 🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!