Shaqila Ardhani Vriskha, mahasiswi tingkat akhir yang sedang berada di ujung kewarasan.
Enam belas kali skripsinya ditolak oleh satu-satunya makhluk di kampus yang menurutnya tidak punya hati yaitu Reyhan Adiyasa, M.M.
Dosen killer berumur 34 tahun yang selalu tampil dingin, tegas, dan… menyebalkan.
Di saat Shaqila nyaris menyerah dan orang tuanya terus menekan agar ia lulus tahun ini,
pria dingin itu justru mengajukan sebuah ide gila yang tak pernah Shaqila bayangkan sebelumnya.
Kontrak pernikahan selama satu tahun.
Antara skripsi yang tak kunjung selesai, tekanan keluarga, dan ide gila yang bisa mengubah hidupnya…
Mampukah Shaqila menolak? Atau justru terjebak semakin dalam pada sosok dosen yang paling ingin ia hindari?
Semuanya akan dijawab dalam cerita ini.
Jangan lupa like, vote, komen dan bintang limanya ya guys.
Agar author semakin semangat berkarya 🤗🤗💐
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rezqhi Amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salting
Malam itu udara terasa lebih dingin dari biasanya, entah karena angin, atau karena kecemasan yang terus menggelayut di dada Shaqila.
Setelah makan malam selesai...yang mayoritas diwarnai suara Melati bercerita dan Reyhan hanya menjawab seperlunya...Shaqila dan Reyhan berpamitan.
Gadis itu sengaja keluar duluan, begitu pintu terbuka ia langsung mengambil napas lega.
Ia butuh udara.
Ia butuh tiga menit untuk menenangkan diri sebelum Reyhan muncul.
Lampu teras menerangi wajahnya yang lesu. Gadis itu berdiri di depan pagar, tangan menggenggam bagian besi yang dingin.
Tiba-tiba terdengar suara motor mendekat dari ujung jalan.
Motor itu melambat, lalu berhenti tepat di depan pagar rumah orang tua Reyhan. Helm full face itu sedikit miring, lalu visornya terangkat.
Mata Shaqila membelalak.
"Kak Arga?"
Arga menatapnya dengan ekspresi bingung setengah kaget.
Rambutnya sedikit berantakan karena helm, tetapi matanya fokus penuh ke Shaqila.
"Shaqila?lo tadi yang nabrak gue di kampus kan?" tanyanya.
Ia mematikan mesin motor. "Ini… rumahnya Pak Reyhan, kan?"
Tatapan laki-laki itu berpindah dari wajah Shaqila ke rumah, lalu kembali lagi ke wajah Shaqila.
Shaqila panik.
Se-panik-paniknya.
"O-oh… a-anu… Gue cuma… eh…" ia gelagapan parah. "Bimbingan, tadi siang dia nggak sempat ngelihat revisi pendahuluan gue. Gue nggak bisa nunggu besok, soalnya gak tenang. Ya gue samperin dirumahnya hehehe," jawab Shaqila.
'Semoga saja dia percaya,' batin Shaqila yang panik.
Arga turun dari motor, berdiri sedikit lebih dekat.
Ia menyandarkan helm ke pinggangnya, matanya menatap lebih dalam.
"Oh gitu… tapi udah jam sembilan lewat, Shaq."
Ia mencondongkan badan sedikit.
"Gue antar aja, ya?"
Deg.
Shaqila buru-buru menggeleng, tangan terangkat seperti menolak godaan hidup paling enak. "Eh, nggak usah, Kak. Gue bisa pulang sendiri kok."
‘Sebenarnya mau banget. Ini kesempatan emas, kapan lagi bisa berdua dengan kak Arga. Di atas motor lagi,' batinnya.
Dan tepat saat itu klakson mobil terdengar dari belakang.
Mobil Reyhan berhenti pelan di depan pagar. Lampu depannya menyorot Arga dan Shaqila, menciptakan bayangan tajam yang membuat suasana semakin tegang.
Jendela mobil turun menampilkan wajah Reyhan yang dingin, datar, dan mata mengamati dua orang itu tanpa berkedip.
Suara Reyhan keluar pelan… namun dinginnya bahkan mengalahkan udara malam.
"Dia pulang bersama saya!"
Keadaan hening sejenak.
"Akan lebih aman jika perempuan pulang malam dengan mobil. Ia takkan masuk angin," ucap Reyhan dengan nada setegas pisau.
Arga menegakkan tubuhnya.
Sementara Shaqila diam membeku.
Reyhan menatap mereka berdua tanpa menunggu penjelasan.
"Benar juga, lo di antar pak Reyhan aja biar gak masuk angin," ucap Arga seraya maju dan mengelus rambut Shaqila dengan senyuman.
Shaqila diam membeku mendapatkan perlakuan seperti itu.
Sementara Reyhan memutarkan bola matanya, laki-laki itu pun membunyikan klakson yang kedua kalinya. "Buruan masuk, pacaran kok tidak tahu tempat."
Shaqila tidak mendengarkan ucapan Reyhan, gadis itu masih diam membeku.
Sampai pada akhirnya Arga menarik tangannya dengan lembut dan membawanya ke mobil Reyhan. Laki-laki itu membuka pintu mobil dan mendorong pelan tubuh Shaqila.
Gadis itu tidak menyadari dirinya ditarik oleh Arga dan sudah berada didalam mobil.
Tanpa basa-basi atau berpamitan kepada Arga, Reyhan melakukan mobilnya.
Mobil itu melaju dengan sangat cepat, bahkan lebih cepat dari biasanya. Entah mengapa laki-laki itu merasa aliran darahnya naik beberapa derajat.
Hanya butuh waktu lima menit untuk Reyhan sampai di rumah barunya. Ia menoleh ke samping dan masih melihat Shaqila yang diam mematung.
Reyhan turun dan menutup pintu mobilnya dengan sangat kencang hingga mengakibatkan mobil itu bergetar. Hal tersebut membuat Shaqila sangat kaget.
"Astaghfirullah gempa bumi kah?" ucap Shaqila asal.
Gadis itu kemudian melihat sekelilingnya. "Loh sejak kapan gue ada dimobil dan kenapa tiba-tiba saja sampai," monolognya.
Shaqila akhirnya membuka pintu mobil, turun dengan hati-hati. Ia bahkan harus memegang dinding rumah untuk memastikan itu bukan mimpi.
Reyhan memutar tubuhnya perlahan. Ia menatap Shaqila dengan tajam. "Kamu boleh pacaran, tapi jangan sampai konsentrasi kamu terganggu. Kamu masih ingin luluskan?" tanya Reyhan.
Mata Shaqila berbinar mendengar hal itu. "Benar pak? bapak tidak marah saya pacaran?" tanya Shaqila.
"Untuk apa saya marah, kita hanya menikah kontrak bukan karena cinta," jawab Reyhan dan pergi dari tempat itu.
Entah mengapa ada sedikit rasa yang aneh saat Reyhan mengucapkan kalimat itu. Namun Shaqila nggak mau ambil pusing. Ia akhirnya menuju ke kamarnya dengan perasaan senang. Ia masih mengingat rambutnya di usap penuh mesra oleh Arga.
Wajah gadis itu berubah menjadi merah merona.
Namun semua itu berhenti ketika ia sampai di depan kamarnya.
Tangannya baru menyentuh gagang pintu...tapi bisikan tadi kembali muncul seperti gema.
"Untuk apa saya marah, kita hanya menikah kontrak… bukan karena cinta."
Shaqila mengerjapkan mata.
Ada sesuatu di dadanya yang tiba-tiba jatuh. Pelan… tapi terasa.
Bukan sampai sakit...lebih seperti rasa nyeri samar yang bikin napas berubah aneh.
Ia membuka pintu kamarnya.
Kamar baru itu masih belum sepenuhnya dibereskan, tapi sudah terasa seperti ruang aman baginya. Ia duduk di tepi kasur dan menghembuskan napas panjang.
Tidak lama, ia tersenyum kecil, pipinya memanas lagi.
"Udahlah… yang penting hari ini rambut gue diusap Kak Arga."
Ia berguling ke kiri.
Berguling ke kanan.
Menendang-nendang kasur tanpa suara.
Senyum penuh cinta.
Tiba-tiba ponselnya yang tergeletak di kasur bergetar keras. Gadis itu refleks melompat kecil.
Begitu melihat nama di layar, tubuhnya langsung membeku.
Arga menelepon.
"Ya Allah…"
Shaqila menutup mulutnya, wajahnya berubah antara bahagia, terkejut, dan panik tingkat internasional.
"Nelpon? ini serius kak Arga nelpon gue?" tanyanya pada diri sendiri.
Tangannya gemetaran saat mengambil ponsel. Senyumnya hilang berganti gugup. Napasnya ditarik… dilepas… ditarik lagi.
Ia menepuk pipinya sendiri pelan, mencoba menetralisir wajah yang saking gugupnya mungkin sudah berotasi kayak kipas angin.
"Oke Shaqila, santai… santai…"
"Jangan kedengeran kayak orang baru jatuh cinta." monolognya.
Ia akhirnya menjawab panggilan itu.
Panggilan tersambung.
"Ha-halo kak," ucapnya dengan suara yang setenang mungkin…meski getaran halusnya jelas terdengar.
Di seberang sana, suara Arga terdengar lembut, sedikit serak.
"Shaqila… lo udah sampai rumah?"
Shaqila menelan ludah.
Wajahnya langsung memanas lagi.
"A-ah… udah, Kak."
"Hm." Arga terdengar tersenyum.
"Syukur deh, gue cuma mau mastiin Lo sampai dengan selamat," ucap Arga.
Wajah Shaqila semakin panas mendengar itu. Pipinya merah merona, dan mulutnya seakan ingin teriak namun dengan cepat satu tangannya menutup mulutnya sebelum teriakannya keluar dari Arga mendengarnya.
"Oh ya besok ada acara nggak? boleh nggak kalau gue ajak lo date?" tanya Arga.
Kalimat itu membuat Shaqila refleks menegang seperti patung.
Jantungnya melompat...bukan cuma satu kali, tapi kayak gempuran bass konser K-pop barisan depan.
Gadis itu sampai harus berdiri dari kasur dan jalan mondar-mandir karena takut suaranya meledak di telinga Arga.
"Da… d-date?" ulang Shaqila lirih, memastikan dia tidak salah dengar.
Arga tertawa kecil...tawa rendah yang menenangkan tapi sukses bikin lutut Shaqila lemas.
"Iya, date. Jalan berdua, gue jemput besok siang, kalau lo nggak sibuk."
Shaqila menggigit bibir bawah. Tangannya menghantam pipinya sendiri kecil-kecil untuk memastikan dia tidak sedang bermimpi.
"Tentu boleh, kak," jawabnya akhirnya dengan suara yang berusaha stabil. Padahal di dalamnya… tsunami.
"Baik. Besok shareloc," ucap Arga.
"Mending kita ketemuan di luar aja kak. Orang di rumah gue pada heboh. Gue malas kalau harus di interogasi," ucap Shaqila. Tentu itu hanya kebohongan belaka agar Arga tidak mengetahui alamat rumahnya.
"Oke, nggak masalah,"
Mereka mengobrol sebentar lagi, hal-hal ringan. Tapi di telinga Shaqila… semuanya kedengaran romantis. Bahkan ketika Arga hanya bilang "jaga diri" pun, efeknya seperti ditembak berkali-kali dengan panah cupid.
"Good night, Shaqila."
"Good… night, Kak…"
Panggilan berakhir. Layar ponsel mati.
Dan Shaqila langsung meledak.
"AAAAAAHHH!"
Ia membenamkan wajahnya ke bantal agar tidak memecahkan kaca jendela rumah tetangga. Kakinya menendang udara, rambutnya berantakan, dan badannya berguling-guling seperti sushi terlalu semangat.
"Gila! gila! gila! gue diajak date, sama KAK ARGA!! Astaga bumi cepat berhenti berputar gue mau turun!!!”
Senyumnya nyaris tidak hilang-hilang.
Hai hai hai guys,
Author comeback,
Jangan lupa like, komen, vote dan bintang limanya ya.
Seeyou next part 🥰💐
tapi bener juga sih instruksi dan kata-kata tajamnya itu.. skripsi itu mengerti apa yang dikerjakan😌