NovelToon NovelToon
Cinta Suci Aerra

Cinta Suci Aerra

Status: sedang berlangsung
Genre:Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:698
Nilai: 5
Nama Author: manda80

Aerra adalah seorang wanita yang tulus terhadap pasangannya. Namun, sayang sekali pacarnya terlambat untuk melamarnya sehingga dirinya di jodohkan oleh pria yang lebih kaya oleh ibunya. Tapi, apakah Aerra merasakan kebahagiaan di dalam pernikahan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon manda80, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23 Waktu? Berapa Lama Lagi?!

 Kata-kata terakhir Aldo menggema di dalam ruangan yang sunyi, memantul dari dinding marmer dan menancap lurus ke jantungku. ‘Tidak ada penolakan.’ Kalimat itu bukan permintaan, bukan diskusi. Sebuah perintah dari seorang penguasa kepada bawahannya.

Udara di sekitarku terasa membuatku sulit bernapas. Berlian di leherku yang tadi terasa dingin, kini seolah memanas, mencekikku perlahan-lahan. Aku menatap wajahnya, mencari sisa-sisa Aldo yang kukenal selama lima tahun ini, suami yang lembut, sabar, dan penuh pengertian. Tapi yang kutemukan hanyalah sepasang mata elang yang tajam dan dingin, menatapku seolah aku adalah sebuah proyek bisnis yang gagal memenuhi target.

“Mas…” suaraku keluar sebagai bisikan yang nyaris tak terdengar. “Kenapa… kenapa tiba-tiba?”

Aldo melepaskan tangkupannya dari wajahku, melangkah mundur satu langkah, memberiku sedikit ruang untuk bernapas, tetapi tatapannya tetap mengunciku. “Tiba-tiba? Aerra, apanya yang tiba-tiba? Aku sudah menunggu lima tahun. Dua ribu hari lebih aku memberimu waktu. Apa itu terdengar tiba-tiba bagimu?”

“Bukan begitu maksudku. Tapi… kita belum pernah membicarakan ini seserius ini. Dulu Mas bilang, Mas akan sabar.” Aku mencoba berpegang pada kenangan-kenangan lama, pada janji-janji manis yang pernah ia ucapkan.

“Dan aku sudah membuktikan kesabaranku, kan?” jawabnya cepat, nadanya datar tanpa emosi. “Aku sabar saat kamu bilang belum siap secara mental. Aku sabar saat kamu bilang ingin fokus merawat Ibu. Aku bahkan sabar saat kamu bilang ingin memastikan Lika lulus kuliah dulu. Sekarang semua alasan itu sudah tidak ada lagi. Ibumu sehat, rumahnya bagus. Adikmu sebentar lagi akan terbang ke Paris. Apa lagi, Aerra? Apa lagi alasanmu berikutnya?”

Setiap kalimatnya adalah sesuatu yang meruntuhkan. Ia telah mengumpulkan semua alasanku selama bertahun-tahun seperti seorang jaksa yang mengumpulkan bukti untuk menjerat terdakwa. Dan kini, aku berdiri di kursi, tak punya alibi lagi.

“Anak itu anugerah, Mas. Bukan sesuatu yang bisa kita paksakan,” kataku lirih, mencoba jalan terakhir yang kupikir bisa menyentuh hatinya.

“Aku setuju,” sahutnya tanpa ragu. “Anak adalah anugerah. Dan aku ingin kita berusaha menjemput anugerah itu. Sebagai suami istri yang normal. Kamu pikir selama ini aku tidak berdoa? Aku ingin jadi seorang ayah, Aerra. Apa itu salah?”

“Tentu saja tidak salah, Mas. Tapi…” Aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Aku tidak bisa berteriak padanya, ‘Aku tidak mau punya anak darimu karena aku tidak mencintaimu!’

“Tapi apa?” desaknya, maju selangkah lagi, memangkas jarak di antara kami. “Jelaskan padaku. Aku ingin mengerti. Apa yang membuatmu begitu takut? Apa aku kurang baik sebagai suami? Apa aku tidak memberimu segalanya?”

“Mas suami yang sangat baik. Terbaik.” Suaraku bergetar hebat. Berpura-pura aku tidak berbohong. Di mata dunia, Aldo adalah suami sempurna. Ia memberiku kemewahan, keamanan, dan status sosial. Tapi ia tidak pernah memiliki hatiku.

“Kalau begitu, apa masalahnya?” tuntutnya lagi. “Katakan padaku sekarang juga, Aerra. Aku lelah bermain teka-teki.”

Rasa panik mulai memenuhi seluruh tubuhku. Aku merasa seperti seekor tikus yang terpojok oleh kucing. Tidak ada jalan keluar. “Aku… aku hanya butuh waktu sedikit lagi, Mas. Tolong… mengertilah.”

Permohonanku sama sekali tidak mempan. Wajah Aldo justru mengeras. “Waktu? Berapa lama lagi? Setahun? Lima tahun lagi? Sampai kita tua dan terlambat? Aku tidak mau itu terjadi.”

Ia menghela napas panjang, seolah sedang menahan gejolak emosi yang lebih besar. “Dengar, Sayang. Aku sudah mengatur semuanya. Bulan depan, tanggal lima, kita ada janji dengan Dokter Adrian. Dia spesialis kandungan terbaik di negara ini. Kita akan mulai programnya secara profesional. Aku tidak mau ada kegagalan.”

Kepalaku menggeleng pelan. “Mas… jangan lakukan ini padaku.”

“Melakukan apa? Memintamu memenuhi kewajibanmu sebagai istri? Memintamu memberiku keturunan?” Nada suaranya meninggi, untuk pertama kalinya ada getar emosi di sana. Bukan kelembutan, melainkan frustrasi yang mendalam. “Apa kamu sadar betapa egoisnya permintaanmu itu? Kamu ingin aku terus menunggu dalam ketidakpastian, sementara kamu hidup nyaman dengan semua fasilitas dariku?”

Kata ‘egois’ terasa seperti tamparan keras di wajahku. Apakah aku egois? Mungkin saja. Tapi aku hanya berusaha melindungi hatiku, melindungi sisa-sisa diriku yang masih menjadi milikku, bukan miliknya.

“Ini bukan soal fasilitas, Mas! Aku tidak pernah meminta semua ini!” Akhirnya, sedikit keberanian muncul dari dasar keputusasaanku.

“Oh ya?” Aldo tersenyum sinis. Sebuah senyuman yang belum pernah kulihat sebelumnya. “Kamu tidak pernah meminta, tapi kamu menikmatinya, bukan? Kamu tidak pernah menolak saat aku merenovasi rumah Ibumu. Kamu tidak pernah menolak saat aku membiayai Lika. Kamu tidak pernah menolak perhiasan, tas, atau liburan yang kuberikan. Jangan bersikap naif, Aerra. Ini adalah sesuatu yang saling menguntungkan. Aku memberimu kehidupan yang nyaman, dan kamu memberiku apa yang aku inginkan.”

Jantungku serasa diremas. Jadi, beginilah ia memandang pernikahan kami. Sebuah kesepakatan bisnis. Aku merasa mual. Semua kebaikan dan kelembutannya selama ini hanyalah bagian dari investasi jangka panjang yang kini jatuh tempo.

“Aku… aku bukan barang, Mas,” bisikku, air mata mulai menetes.

“Aku tahu. Kamu istriku.” Ia meraih tanganku, genggamannya kuat dan tak terbantahkan. “Dan sebagai istriku, aku mau kamu memberiku seorang anak. Titik.”

Aku mencoba menarik tanganku, tetapi sia-sia. Tenaganya terlalu kuat. “Aku tidak bisa, Mas! Aku tidak siap!”

“Kenapa tidak siap?!” bentaknya, membuatku terlonjak kaget. Ini adalah kali pertama ia membentakku dalam lima tahun pernikahan kami. “Apa karena aku tidak cukup baik untuk menjadi ayah dari anakmu? Atau… karena kamu merasa ada orang lain yang lebih pantas?”

Pertanyaan terakhirnya membuat darahku seolah berhenti mengalir. Napasku tercekat di tenggorokan. Bagaimana… bagaimana mungkin ia…

Aldo menatap lekat ke dalam mataku yang terbelalak ngeri. Senyum sinis itu kembali tersungging di bibirnya. Ia tahu. Ia melihat kepanikanku dan ia tahu ia telah mengenai sasaran.

“Kenapa diam, Aerra?” desisnya pelan, suaranya kini terdengar berbahaya. “Kamu pikir aku bodoh? Kamu pikir aku tidak memperhatikan tatapan kosongmu selama ini? Kamu pikir aku tidak tahu kamu sering melamun menatap ponselmu dengan tatapan rindu?”

Tubuhku gemetar tak terkendali. Duniaku runtuh berkeping-keping. Selama ini aku merasa aman di dalam benteng rahasiaku, ternyata ia telah berdiri di luar tembok, mengawasiku dalam diam.

Ia mendekatkan wajahnya ke telingaku, napasnya terasa panas dan mengancam. “Aku sudah membersihkan semua kerikil dari masa lalu keluargamu. Sekarang, aku akan membersihkan kerikil dari masa lalu hatimu.”

Aku menatapnya dengan pandangan tidak mengerti, dipenuhi ketakutan akan apa yang akan ia katakan selanjutnya.

“Mungkin,” lanjutnya dengan bisikan yang mematikan. “Dengan adanya anak di antara kita, anakku… darah dagingku… itu bisa membantumu untuk benar-benar melupakan ‘hantu’ dari masa lalumu itu.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!