“Lelaki baik untuk perempuan yang baik, sedang lelaki buruk untuk perempuan yang buruk. Tapi, bagaimana bisa orang yang baik mendapatkan seseorang yang buruk?”
***
Ruby, gadis muslimah keras kepala yang bercita-cita menjadi seorang animator. Sebuah kejadian rumit membuatnya memutuskan khitbah Iqbal, pria yang dicintai, lalu menikahi Hiko, kekasih sahabatnya.
Pernikahan suci itu ternodai demi keegoisan pribadi. Meski dalam kapal yang sama, mereka hidup dengan dunia masing-masing. Sampai Allah menggerakkan hati mereka untuk saling membutuhkan.
Dalam keindahan rumah tangga yang mulai terjalin, tiba-tiba mereka terjebak dalam pilihan yang cukup berat. Apakah rumah tangga itu harus bertahan di atas keegoisan atau ikhlas melepaskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lin Aiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
Sudah kedua kalinya Genta mengoleskan obat-obatan yang diberikan Ruby pada Hiko siang tadi. Berulang kali juga Hiko harus mendengarkan Genta memuji-muji Ruby.
"Kalau lo mau nginep disini, berhenti ngebacot dan keluar dari kamar gue!" Hiko sudah tidak tahan mendengar suara Genta.
"Iya iya, ini udah kelar. Bawel amat sih!"
"Lo gak nyadar sebawel apa elo?" Hiko mulai emosi.
Genta memilih memasukkan kembali obat-obat kedalam kantong plastik dan meletakkannya diatas nakas.
"Gue mau tidur dulu, please jangan ganggu gue!" kata Genta sambil mematikan lampu kamar Hiko kemudian keluar kamar.
"Seharusnya yang ngomong gitu gue!" Gumam Hiko
Ia merebahkan badannya yang mulai terasa sakit dan menarik selimut untuk melindungi badannya dari dinginnya ac ruangan. Matanya tertuju pada kantong plastik diatas nakas. Ia masih tak percaya Ruby membelikan obat-obatan untuknya.
Pikirannya kembali di pagi hari tadi, dimana ia dengan reflek mengorbankan dirinya untuk melindungi Ruby. Dia mengingat kembali kenapa bisa dia berbuat seperti itu, padahal ia paling tidak suka jika ada bagian tubuhnya yang terluka. Karena baginya, wajah dan badannya adalah aset yang berharga.
Hiko sedang bingung dengan perasaannya. Ia merasa bersalah namun tak ingin mengakuinya. Ia juga tidak suka dengan sikap Ruby yang selalu acuh dan tak sopan padanya, tapi seharunya ia menyukainya karena dengan begitu ia bisa menjaga jarak dengan Ruby.
"Ah, ngapain sih gue mikirin tuh cewek!" Ia memejamkan matanya dan menarik selimut untuk menutupi kepalanya.
Tiba-tiba ia kembali membuka selimutnya ketika mendengar pintu kamarnya terbuka pelan.
"Nara?" Ucapnya pelan ketika melihat kekasihnya mengendap-endap masuk ke kamarnya.
Nara mengunci pintu kamar Hiko dan berlari pelan masuk ke dalam selimut Hiko.
"Kenapa malam-malam kesini sih sayang?" Tanya Hiko.
"Aku tuh kangen sama kamu." Jawab Nara manja, "Kak Genta selalu nempel sama kamu, kita jadi gak pernah punya waktu berdua."
"Kangen ya?" Goda Hiko
Nara mengangguk, "Kangen banget." Ia mengecup singkat bibir Hiko.
"Tapi gue gak bisa ngapa-ngapain sayang, lo tahu sendiri kan kalau punggung gue terluka."
Nara mayun mendengar jawaban Hiko, "Kamu diam saja deh, biar aku yang kerja sendiri." Ucap Nara.
Hiko tersenyum senang, "Nice girl!" Ucapnya.
Ya,
Hiko tetaplah Hiko.
**********
Sejak kembalinya Ruby di Inwork Studio membuat Teman-temannya menjadi semangat lagi. Apalagi ketika proses shooting sudah di mulai, pasti ada saja artis pemeran The King yang datang saat jam istirahat untuk berkonsultasi degan karakter yang mereka dapatkan. Hal itu semakin membuat teman-temannya bahagia.
Tak hanya di kantor, di jam pulang kantor pun Ruby juga masih mau menerima kehadiran di rumah kyai Nur. Memang terlihat melelahkan, tapi ini yang diinginkan Ruby. Membuat dirinya sesibuk mungkin dengan pekerjaan hingga membuatnya tak sempat memikirkan kenangan burunya serta kisah cintanya.
Awalnya Kyai Abdullah dan Nyai Hannah sempat khawatir dengan pekerjaan Ruby yang terlalu banyak, namun melihat sikap putrinya yang kembali ceria membuat mereka lebih tenang dan memutuskan untuk kembali ke Malang.
Sore ini Ruby meminta ijin untuk pulang lebih cepat karena harus pergi ke lokasi shooting untuk membantu beberapa tim menyiapkan costum baru untuk Hiko dan Ghea -leadactris-The King.
"Hallo, Ra. Kamu dimana?"
Rubby mencoba menghubungi Nara, karena dia yang mengajak Ruby untuk pergi bersama. Ruby sudah menunggu di depan pintu lobby Inwork Studio.
"Udah deket, By. Tunggu bentar lagi." Jawab Nara.
"Oke, Ra." Ruby menutup sambungan telponnya dan memasukkan ponselnya ke dalam tas.
"Assalamu'alaikum, Ruby."
"Wa'alaikumsalam,"
Ruby terpaku melihat pria yang berdiri disampingnya, Wajah yang tidak ingin ia temui namun disisi lain wajah itu yang selalu memiliki rindunya.
Iqbal Maulana Marzuki, Pria yang sangat ia cintai itu sedang berdiri tepat di hadapannya.
Ruby segera membalikkan badan mencoba menghindar, tapi Iqbal segera berlari menghadangnya.
"Jangan menghindariku, aku tidak bisa menyentuhmu untuk menahanmu agar tetap disini." Pinta Iqbal.
Ruby hanya menunduk tak berani menatap Iqbal. Pikirannya kembali kacau. Ia benar-benar malu menatap Iqbal, Ia merasa tubuhnya kembali kotor dan ingin segerea menghindari Iqbal.
"By, bukankah banyak hal yang perlu kita bicarakan?" Tanya Iqbal.
Ruby menggeleng, "Biarkan aku pergi, mas." Pinta Ruby.
"Tidak, By. Aku kesini untuk mempertahankan hubungan kita. Ku mohon jangan menghindariku."
tin tin!
Ruby melihat ke belakang, Mobil yang dikendarai Nara sudah tiba. Melihat ada Iqbal, membuat Nara untuk turun dan menyapa Iqbal.
"Mas Iqbal? Kapan pulang?" Sapa Nara.
"Eh, Nara. Udah lama aku di Indonesia, hanya sedang cari waktu yang pas untuk berbicara dengan Ruby." Jawab Iqbal.
Nara melihat Ruby yang hanya menunduk tidak nyaman.
"Kami harus segera pergi ke lokasi shooting, mas. Mereka sedang menunggu Ruby." Nara memberi alasan untuk membantu Ruby.
"Biarkan aku ikut dengan kalian."
"Enggak, Mas. Kamu gak bisa! Sebaiknya kamu pulang." Tolak Ruby.
"Aku gak bisa menunggu lebih lama lagi, By. Aku bisa menunggu untuk Rinduku, tapi Aku gak bisa menunggu untuk sebuah ketidakpastian."
"Ketidakpastian apa mas?" Ruby akhirnya memberanikan diri menatap Iqbal, "Bukankah aku sudah bilang untuk membatalkan pernikahan kita?"
"Tapi matamu berkata lain, By."
Deg!
Iya, benar. Bagaimanapun upayanya untuk mengelak, hatinya tida bisa berbohong jika cintanya pada Iqbal tak memudar sedikitpun. Hanya saja rasa itu sedang tertumpuk dengan rasa tidak percaya dirinya yang lebih besar.
"Maaf, Bu. Mobilnya bisa dipindahkan? Karena menghalangi jalan." Seorang satpam menghampiri Nara. "Bisa saya pindahkan jika mau." Satpam itu tahu jika Nara istri dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja.
Iqbal mengambil kontak mobil yang ada di tangan Nara, "Aku akan mengantar kalian." Kata Iqbal kemudian masuk ke dalam mobil.
Nara menatap Ruby, "Kita harus segera kesana, By. Kita akan membuat proses shooting lebih lama jika tidak berangkat sekarang, kasihan tim yang lain." bujuk Nara.
Dengan berat Ruby mengangguk, mengesampingkan egonya dan memilih naik dibangku belakang. Sedangkan Nara duduk di bangku depan untuk menunjukkan arah pada Iqbal.
Iqbal mengendarai mobil sesuai dengan arahan Nara. Tak ada pembicaraan didalam mobil kecuali suara Nara yang memandu perjalanan. Iqbal sesekali menatap kaca spion dalam mobil untuk melihat Ruby dibelakang.
Tak terlalu lama perjalanan menuju lokasi shooting, mereka sampai di sebuah hutan kecil yang biasa di sebut studio alam. Tempat shooting beberapa film kolosal.
"Mas Iqbal ikut naik aja, ya." Ajak Nara setelah semua turun dari mobil. "Nunggu diatas aja."
Iqbal melihat suasana alam disini. mungkin memang lokasi shootingnya bertema alam, batinnya.
Nara dan Ruby berjalan lebih dulu, menyusul Iqbal dibelakang mereka. Suasana berisik mulai terdengar, hingga mereka melihat sebuah set perdesaan dengan bangunan rumah jaman dulu.
Kehadiran Iqbal sedikit menyita perhatian para kru, mereka seakan bertanya-tanya siapa Iqbal dan kenapa bisa bersama Ruby dan Nara.
"Ruby, langsung ke ruang ganti aja. Udah ditunggu disana." Teriak salah seorang tim sambil menunjuk salah satu bangunan ditepi lokasi shooting.
Ruby mengangguk, ia dan Nara pergi ke tempat yang ditunjuk kru.
"Permisi." Nara mendahului masuk ruangan.
Terlihat ada Genta, Hiko, Ghea, Rika dan Fajar -perancang kostum- dengan beberapa kru disana.
"Akhirnya datang juga." Ucap Rika.
"Maaf, kami terlambat." Ucap Ruby.
Perhatian mereka terpusat dengan pria tinggi di belakang Ruby.
"Siapa, Ra?" Tanya Genta pada Nara.
"Ah, Iya. Ini mas Iqbal, dia...."
"Saudara saya." Ruby menyela penjelasan Nara.
Walau kecewa dengan cara Ruby memperkenalkan statusnya pada rekan kerjanya, Iqbal tetap tersenyum. "Maaf jika kehadiran saya membuat anda tidak nyaman." Ucap Iqbal.
Rika tersenyum, "Silahkan duduk dimanapun yang membuat kamu nyaman. Ruby akan sedikit sibuk sekarang."
"Baik, Bu. Terimakasih." Ucap Iqbal
"Duduk, sini aja mas." Nara mengambil sebuah kursi untuk Iqbal.
"Makasih ya, Ra." Iqbal segera duduk di kursi yang sudah diambilkan Nara.
Nara hanya tersenyum dan menghampiri Genta dan Hiko.
"Bukannya itu calon suaminya Ruby, Ra?" Bisik Genta. "Kok Ruby bilang itu sodaranya."
"Ssst, mereka lagi gak baik-baik aja," bisik Nara.
Ruby mulai sibuk dengan kostum yang sudah dipakai Ghea, ia sedikit memberikan masukan pada Fajar yang sudah merancang kostumnya. Sedangkan Iqbal tak sedikitpun melepaskan pandangannya dari Ruby.
Genta yang memperhatikan Iqbal sedari tadi merasa memang Iqbal sosok pria yang tepat bersanding dengan Ruby, perawakannya yang tenang dengan miliki wajah tampan. Ia melirik Hiko yang rupanya juga sedang memperhatikan Iqbal dan mencoba menebak arti tatapan Hiko pada Iqbal.
"Kenapa, Ko?"
Pertanyaan Genta membuat Hiko buru-buru mengalihkan pandangannya.
"Saingan lo berat?" bisik Gentang
Hiko menatap sinis. "Kebiasan kan lo, nebak-nebak pikiran orang!"
Hiko memilih sibuk dengan ponselnya daripada meladeni pembiraan Genta.
-Bersambung-
.
.
.
.
.
**Please lho ya,
Jangan lupa like, comment dan vote nya.
Terimakasih dukungan kalian**.
aku lupa dichapter berapa 🥺
kalau baca cerita ini selalu nangis😭 padahal udah tau cerita nya