Langit Neo-Kyoto malam itu selalu sama: kabut asam bercampur polusi elektronik yang membuat bulan tampak seperti koin usang. Hujan buatan yang beraroma logam membasahi jalanan, memantulkan cahaya neon raksasa dari papan reklame yang tak pernah padam. Di tengah kekacauan visual itu, sosoknya berdiri tegak di atap gedung tertinggi, siluetnya menentang badai.
Kaelen. Bukan nama asli, tapi nama yang ia pilih ketika meninggalkan masa lalunya. Kaelen mengenakan trench coat panjang yang terbuat dari serat karbon, menutupi armor tipis yang terpasang di tubuhnya. Rambut peraknya basah kuyup, menempel di dahi, dan matanya memancarkan kilatan biru neon yang aneh. Itu adalah mata buatan, hadiah dari seorang ahli bedah siber yang terlalu murah hati. Di punggungnya, terikat sebuah pedang besar. Bukan pedang biasa, melainkan Katana Jiwa, pedang legendaris yang konon bisa memotong apa saja, baik materi maupun energi.
WORLD OF CYBERPUNK: NEO-KYOTO
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FA Moghago, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23: Ujian Masuk Qpo Xeas
Elias menjelaskan bahwa Qpo adalah sekolah petarung yang tersebar di seluruh Planet GH118. Ada tujuh sekolah terbaik, salah satunya ada di Neo-Kyoto, bernama Qpo Xeas.
"Tiga bulan lagi, pendaftaran murid baru Qpo Xeas akan dibuka," kata Elias. "Kau harus masuk ke sana. Kau harus belajar, Kaelen."
Kaelen, yang kini menyadari takdirnya, mengangguk. Ia tidak bisa hanya menjadi seorang kurir. Ia harus menjadi lebih kuat, untuk melindungi Neo-Kyoto.
Setiap hari, ia berlatih secara mandiri. Ia kembali ke reruntuhan Neo-Kyoto, tempat ia dulu mencari suku cadang. Kini, ia mencari buku-buku kuno tentang bela diri, teknik bertarung, dan seni pedang. Ia menemukan buku-buku tua yang usang, dan ia mempelajarinya dengan tekun. Ia melatih Katana Jiwa-nya, mengayunkannya ribuan kali, sampai ia merasakan pedang itu menjadi bagian dari dirinya.
Di sela-sela latihannya, ia juga tetap bekerja sebagai kurir. Pekerjaan itu menjadi latihan tersendiri baginya, mengasah kecepatannya dan nalurinya. Ia menjadi lebih cepat, lebih gesit, dan lebih kuat. Namun, ia tahu, itu tidak cukup. Ia harus belajar dari para ahli.
Tiga bulan berlalu. Kaelen, dengan seragam kurirnya yang bersih dan Katana Jiwa di punggungnya, berangkat ke pusat Neo-Kyoto. Ia terbang menuju Qpo Xeas, sebuah gedung pencakar langit yang menjulang, dengan logo Qpo yang bersinar di atasnya.
Di sana, ia disambut oleh kerumunan orang. Ribuan anak muda dari seluruh Neo-Kyoto berkumpul, berharap bisa masuk ke sekolah terbaik. Ketika Kaelen mendaftar, banyak yang mengejeknya. Mereka melihat seragam kurirnya yang lusuh, dan mereka menertawakannya.
"Lihat! Kurir mau jadi petarung!" bisik salah satu dari mereka.
Namun, Kaelen tidak peduli. Ia hanya fokus. Ia tahu, ia harus masuk. Ia harus menjadi lebih kuat.
Ia masuk ke dalam gedung, dan ia melihat wajah-wajah baru. Ada Aprace, seorang pemuda tampan dengan rambut putih panjang. Ia adalah anak dari Korporasi Kolbe, salah satu korporasi terkaya di Neo-Kyoto. Ia terlihat sombong, tetapi kekuatannya luar biasa.
Ada juga Mita, seorang gadis ceria dan energik yang memegang tongkat. Matanya dipenuhi tekad, dan ia tersenyum ramah kepada semua orang, termasuk Kaelen.
Ada juga Tenma, seorang gadis pendiam namun pemarah. Ia memiliki otot yang kuat, dan ia memegang sebuah kapak tongkat yang berat. Ia menatap Kaelen dengan curiga, seolah Kaelen adalah ancaman.
Dan ada juga seorang pemuda yang memegang dua pedang Blade. Ia memiliki wajah yang dingin, dan ia terlihat sangat serius.
Ujian masuk Qpo Xeas dimulai. Kaelen mengikuti setiap ujian dengan serius. Pertama, tes darah dan aura. Hasilnya menunjukkan aura Kaelen berada di rata-rata. Tidak ada yang istimewa. Hal ini membuat Kaelen diejek lagi oleh para peserta lain.
Namun, Kaelen tidak menyerah. Ia terus berjuang. Ia tahu, ia harus membuktikan dirinya.
Terakhir adalah ujian bertarung. Kaelen harus bertarung melawan seorang instruktur. Instruktur itu adalah seorang petarung yang sangat kuat, dan Kaelen kesulitan untuk melawannya. Ia kembali hanya mengandalkan naluri, tetapi instruktur itu terlalu cepat. Ia jatuh berulang kali, dan semua orang menertawakannya.
Namun, di tengah pertarungan, Kaelen ingat mimpi buruknya. Ia ingat pedang kuno, cahaya keemasan, dan pertempuran. Ia marah. Ia tidak ingin menjadi kurir lagi. Ia ingin menjadi pahlawan.
Dengan kemarahan itu, ia bangkit. Katana Jiwa di tangannya bersinar dengan cahaya yang sangat terang, dan ia mengayunkan pedangnya dengan kekuatan yang tak terduga. Ia berhasil melukai instruktur itu, dan semua orang terkejut.
Kaelen tidak menang. Ia hanya berhasil melukai instruktur itu. Namun, itu sudah cukup. Instruktur itu tersenyum, dan ia mengumumkan, "Kau diterima, Kaelen."
Kaelen terkejut. Ia tidak menyangka akan diterima. Namun, ia tahu, takdirnya telah dimulai.
Kaelen kembali ke pemukiman kumuh, melesat dengan motor hovernya. Begitu tiba, ia langsung mencari Elias yang sedang memperbaiki sebuah panel surya tua. Wajah Kaelen berseri-seri, senyumnya tidak bisa disembunyikan.
"Aku berhasil masuk!" seru Kaelen, napasnya terengah-engah.
"Aku berhasil masuk!" seru Kaelen, napasnya terengah-engah.
Elias tersenyum hangat, mengusap debu di tangannya. "Aku tahu kau bisa. Aku sudah merasakan kekuatanmu." Ia menepuk bahu Kaelen. "Selamat datang di awal takdirmu yang sebenarnya."
Kaelen menghabiskan beberapa hari terakhir di pemukiman, memberitahu orang-orang di sana tentang keberhasilannya dan mengucapkan selamat tinggal sementara. Ia berjanji akan kembali dan tidak akan melupakan asal-usulnya. Dengan semangat baru, ia kembali ke pusat kota, menuju Qpo Xeas, sekolah yang akan mengubah hidupnya.
Setibanya di sana, ia disambut oleh keramaian upacara penyambutan murid baru. Aula besar dipenuhi ratusan wajah yang bersemangat. Kaelen melihat beberapa wajah yang ia kenali, seperti Aprace yang berdiri angkuh di kerumunan, Mita yang melambai ramah, dan Tenma yang terlihat waspada. Ia juga melihat pemuda dengan dua pedang Blade yang masih dengan ekspresi dinginnya.
Seorang instruktur dengan suara keras mengumumkan, "Selamat datang, para murid baru Qpo Xeas! Kalian adalah generasi terpilih yang akan menjadi MUT (Manusia Unggul Terpilih)! Mulai hari ini, kalian adalah kelas 1.3!"
Kaelen berdiri di barisan, merasa sedikit aneh. Ia adalah seorang kurir, namun sekarang ia adalah bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar. Ia adalah MUT.
Hari pertama sekolah dimulai. Kaelen dan murid-murid baru lainnya berkumpul di sebuah ruang kelas besar. Instruktur mereka, seorang wanita berambut perak dengan senyum ramah namun mata tajam, menjelaskan tentang struktur sekolah.
"Di Qpo Xeas, kalian akan dibagi ke dalam beberapa kelas," jelasnya. "Kalian semua di sini adalah kelas 1.3. Ini adalah kelas untuk murid baru yang masih dalam tahap pembentukan darah, tahap pertama dari kekuatan seorang MUT."
Ia melanjutkan, menjelaskan bahwa setelah berhasil melewati tahap ini, mereka akan naik ke kelas 1.2 untuk murid yang sudah memiliki darah khusus. Setelah itu, mereka akan naik ke kelas 1.1 untuk murid yang sudah memiliki aura, dan di atas itu, ada kelas 2.3 untuk murid yang sudah bisa menggunakan Kfors—aura yang dimiliki setiap petarung—ke dalam senjata mereka.
"Setiap kelas memiliki tingkat kekuatannya sendiri," jelasnya. "Kekuatan seorang MUT terbagi menjadi sepuluh tingkatan:
Tingkat pertama: Pembentukan Darah, fokus pada penguatan fisik.
Tingkat kedua: Pelepasan Aura, belajar melepaskan energi dari dalam.
Tingkat ketiga: Pembentukan Aura, belajar membentuk aura menjadi perisai atau serangan dasar.
Tingkat keempat: Pengendalian Aura, belajar mengendalikan aura dengan presisi.
Tingkat kelima: Penyelarasan Aura, menyelaraskan aura dengan lingkungan.
Tingkat keenam: Penggabungan Aura, menggabungkan aura dengan senjata atau teknik.
Tingkat ketujuh: Aura Extrem, aura yang mencapai batas kekuatan manusia.
Tingkat kedelapan: Aura Extrem Penyatuan, menyatukan aura dengan elemen alam.
Tingkat kesembilan: Aura Zhus, kekuatan yang setara dengan dewa, mampu menghancurkan seluruh kota.
Tingkat kesepuluh: Aura Corex, tingkat tertinggi yang hanya ada dalam legenda.
"Kenaikan tingkat itu sangat sulit," lanjut instruktur, suaranya sedikit melunak. "Kebanyakan MUT hanya bisa mencapai tingkat keenam. Kami, para instruktur, berada di tingkat ketujuh. Bahkan, hanya segelintir orang yang bisa mencapai tingkat kedelapan, dan salah satunya adalah kepala sekolah kita."
Kaelen mendengarkan dengan seksama. Ia menyadari bahwa ia baru saja memulai perjalanan yang sangat panjang. Tingkat kesembilan, Aura Zhus, sepertinya hanya fantasi, kekuatan yang hanya bisa dimiliki oleh para dewa. Namun, di dalam dirinya, Katana Jiwa bergetar pelan, seolah berbisik, mengingatkannya pada sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar fantasi.
Keren Thor Aku ikutin novelnya😉😉😉