Safeea dan ibunya sudah lama hidup di desa. Setelah kematian ibunya, Safeea terpaksa merantau ke kota demi mencari kehidupan yang layak dan bekerja sebagai pelayan di hotel berbintang lima.
Ketika Safeea tengah menjalani pekerjaannya, ia dibawa masuk ke dalam kamar oleh William yang mabuk setelah diberi obat perangsang oleh rekan rekannya.
Karena malam itu, Safeea harus menanggung akibatnya ketika ia mengetahui dirinya hamil anak laki laki itu.
Dan ketika William mengetahui kebenaran itu, tanpa ragu ia menyatakan akan bertanggung jawab atas kehamilan Safeea.
Namun benarkah semua bisa diperbaiki hanya dengan "bertanggung jawab"?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
William membuka matanya kembali setelah beberapa kali mencoba untuk tidur. Rasa canggung yang ada diantara mereka, membuatnya sulit untuk beristirahat. Tatapan matanya sempat kembali pada punggung Safeea yang diam membelakangi dirinya, lalu ia menghela napas panjang.
Dengan hati-hati, William bangkit dari ranjang. Gerakan tubuhnya membuat kasur sedikit bergetar, dan membuat Safeea menyadarinya. William mengambil kembali iPad yang tadi ia letakkan di meja kecil, lalu berjalan menuju sofa panjang di sudut kamar.
Ia duduk dan membuka beberapa file pekerjaan, mencoba mengalihkan pikirannya pada grafik saham dan laporan hotel. Namun, meskipun William sudah menyibukkan dirinya dengan pekerjaan, pikirannya tetap melayang pada satu hal yaitu gadis yang kini berbaring di ranjangnya.
“Tidurlah, jangan pedulikan aku,” gumam William pelan pada Safeea yang sedari tadi meliriknya. Ada nada lembut yang jarang sekali muncul dalam suaranya.
Safeea sendiri sempat menggeliat dengan gelisah, tapi akhirnya tubuhnya menyerah pada rasa lelah yang merayapi tubuhnya. Perlahan, kedua matanya mulai tertutup dan menunjukkan bahwa ia sudah jatuh tertidur meski hatinya sempat dipenuhi kegugupan.
William yang masih di sofa, lama-lama tidak bisa menahan dorongan hatinya untuk tidak melihat safeea lebih jauh. Ada rasa penasaran, rasa yang tak bisa ia jelaskan hanya dengan kata kata. Setelah meletakkan iPad di meja kecil di dekat sofa, William berdiri. Langkahnya terlihat pelan saat mendekati ranjang.
Kini, ia berdiri di sisi ranjang, menatap wajah Safeea yang tertidur pulas. Untuk waktu yang cukup lama, William hanya terdiam. Ada sesuatu yang menekan dadanya ketika melihat betapa damainya gadis itu. Betapa cantik dan menggodanya gadis itu dalam gaun tidur pemberiannya.
Tatapan mata William lalu perlahan turun dan berhenti pada bibir mungil Safeea. Bibir itu terlihat begitu ranum, seolah menantang untuk disentuh. William menahan napasnya sejenak, merasa godaan itu begitu kuat. Namun, ia tetap diam, hanya menatap bibir menggoda itu tanpa melakukan hal lebih jauh.
Ketika pandangannya kembali pada wajah Safeea, William menyadari ada beberapa helai rambut yang jatuh menutupi pipi gadis itu. Tanpa sadar, tangannya terangkat pelan. Dengan gerakan lembut, William menyibakkan helai rambut itu untuk membiarkan wajah Safeea kembali terlihat jelas.
Gerakan lembut William ketika menyibakkan helai rambut itu rupanya justru membuat Safeea terusik. Kelopak matanya perlahan terbuka, napasnya sempat tertahan ketika mendapati William begitu dekat dengannya, bahkan jemarinya masih menyentuh pipinya. Dengan refleks, Safeea langsung terduduk, tubuhnya menegang, dan matanya membulat menatap pria itu.
“Pak William? Apa yang sedang Anda lakukan?” tanya Safeea yang suaranya terdengar gugup dan nyaris berbisik.
William sempat terdiam, matanya menatap mata Safeea yang penuh kebingungan. Rahangnya mengeras, namun suaranya terdengar tenang saat akhirnya ia menjawab,
“Aku hanya membenarkan rambutmu yang menutupi wajahmu.”
Safeea terdiam sejenak, ia menyadari betapa dekatnya wajah mereka. Jantungnya berpacu lebih cepat, namun ia mencoba untuk menenangkan diri. Perlahan ia mengangguk, lalu mengucapkan terima kasih dengan lirih kepada William.
“T-terima kasih…”
Keduanya terjebak dalam keheningan yang aneh. Kedua mata mereka saling bertemu, seakan menolak untuk berpaling. Ada sesuatu yang tak terucap mengalir di antara mereka berdua, sebuah perasaan yang begitu kuat yang membungkam kata-kata namun berbicara lewat tatapan.
William merasakan dadanya terasa sesak oleh perasaan yang tak ia pahami. Semakin lama ia menatap Safeea, semakin sulit baginya untuk menahan diri. Gadis itu tampak begitu cantik sekaligus menggoda di hadapannya, dengan bibir mungil yang sejak tadi tak pernah lepas dari perhatiannya.
panggil sayang aja gitu/Sneer/
cinta William milik kamu sekarang