NovelToon NovelToon
Hadiah Terakhir Dari Ayah

Hadiah Terakhir Dari Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:974
Nilai: 5
Nama Author: GoodHand

Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.

Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.

Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.

Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23. Perjalanan Ke Rumah Ayah Suteja

Memenuhi permintaan Anaya, hari ini Anaya, Raden Mas Mahesa bersama dua asisten setianya berangkat menuju ke rumah Anaya di kota. Lusa malam mereka akan megadakan acara kirim doa empat puluh hari mendiang Ayah Suteja.

Mereka berangkat ba'da magrib karena Raden Mas Mahesa harus menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu di desa. Anaya sendiri sudah mengabari Simbok jika mungkin akan sampai di sana lewat tengah malam.

Raden Mas Mahesa dan Anaya mampir ke kediaman Kanjeng Gusti terlebih dulu untuk berpamitan. Sekaligus memberikan lauk semur sapi pesanan Raden Ajeng Meshwa yang akan di bawa ke tempat KKN nya.

"Sempet - sempetnya kamu ngerjain Raden Ayu. Padahal tau kalau Raden Ayu mau pergi." Omel Gusti Ayu pada putri satu - satunya.

"Ehehehe takut kangen masakan Raden Ayu. Matur suwun njih, Raden Ayu. Kakak Ipar tercintaku." Ujar Raden Ajeng Meshwa sambil nyengir.

"Sama - sama Raden Ajeng. Sehat - sehat di tempat KKN ya." Jawab Anaya sambil memeluk adik iparnya.

"Raden Ayu dan Raden Mas harus berkunjung ke sana. Di sana tuh tempatnya bagus sekali, gak jauh dari pantai." Cerita Raden Ajeng Meshwa.

"In syaa Allah, nanti kami berkunjung ke sana." Jawab Raden Ayu.

"Ibu, aku pamit pergi dulu. In syaa Allah gak akan lama. Hanya rindu dengan Ayah." Kata Anaya yang berpamitan pada Gusti Ayu.

"Hati - hati ya, Nduk. In syaa Allah Ibu dan Romo juga akan menggelar acara doa bersama di sini untuk Ayahmu." Jawab Gusti Ayu sambil membelai kepala menantunya.

"O iya, Bu. Lusa, oven raksasa yang akan kita gunakan untuk membuat keripik dan mengeringkan bahan teh herbal, rampung di buat. Beberapa petani juga akan mulai mengantarkan sayur dan buah yang kita pesan. Ibu gak apa - apa memantau kegiatan itu berdua saja dengan Andini?" Tanya Anaya yang teringat dengan perkataan suaminya.

"Gak apa - apa to, Nduk. Ibu justru senang karna punya kegiatan yang produktif. Sudah, kamu tenang saja dan nikmati waktumu di sana." Jawab Gusti Ayu.

"Matur suwun, Bu. Aku juga sudah minta tolong Mbak Tika untuk membantu mengawasi dan melaporkan kegiatannya padaku." Kata Anaya.

"Dek Ayu, Ayo!." Ajak Raden Mas Mahesa yang menghampiri bersama Kanjeng Gusti.

"Kami pergi dulu ya, Bu." Pamit Raden Mas Mahesa pada Gusti Ayu. Anaya pun berpamitan pada Kanjeng Gusti.

"Kalian berdua hati - hati. Jaga istrimu baik - baik, Raden Mas. Kalian kesana, sama dengan sedang masuk ke kandang binatang buas." Pesan Kanjeng Gusti.

"In Syaa Allah Romo. Secepatnya kami berdua akan pulang." Kata Raden Mas Mahesa.

Mereka pun akhirnya memulai perjalanan menuju ke kota. Mereka juga berhenti di Kecamatan untuk melaksanakan sholat isya sekaligus makan malam terlebih dahulu.

"Kalau ngantuk, tidur saja, Dek Ayu. Kita masih separuh perjalanan." Ujar Raden Mas Mahesa pada istrinya.

"Iya Raden Mas." Jawab Anaya.

Anaya memeluk suaminya dan menyandarkan kepalanya pada dada bidang Raden Mas Mahesa. Berada di pelukan suaminya adalah hal yang membuatnya merasa nyaman. Pelukan Raden Mas Mahesa seperti obat untuknya. Begitu nyaman, hingga membuatnya tercandu - candu.

Tak butuh waktu lama, Anaya sudah terlelap dalam pelukan Raden Mas Mahesa. Raden Mas Mahesa sendiri asyik mengobrol dengan Jaka dan Raka untuk mengusir kantuk, di temani sebotol kopi dan kue buatan Anaya.

Jalanan begitu sepi saat mereka melewati perkebunan jati. Salah satu jalan lintas utama yang harus mereka lewati untuk sampai ke rumah mendiang Ayah Suteja.

"Tumben sepi banget gini jalanannya." Celetuk Raka.

"Wajar, ini sudah jam satu malam, Raka." Sahut Jaka yang sibuk menikmati kue buatan Anaya.

"Kayak aneh gitu lho. Ini jalan lintas utama dan satu - satunya. Masak iya gak ada yang lewat blas." Cicit Raka.

"Justru enak kalau sepi, perjalanan bisa lebih cepat." Sahut Raden Mas Mahesa.

"Nak moro - moro enek demit, piye? (Kalau tiba - tiba ada hantu, gimana?." Ujar Raka.

"Lambemu, Ka! (Mulutmu, Ka!)." Sahut Jaka sambil memasukkan bolu ke mulut Raka hingga mulut Raka penuh.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan dalam sunyi. Raden Mas Mahesa sendiri masih sibuk dengan ponselnya.

"Ehh Alhamdulillah, ada mobil." Kekeh Raka yang melihat sorot lampu mobil dari kaca spion.

"Rombongan kayaknya." Ujar Jaka yang ikut melihat beberapa mobil yang ada di belakang mereka.

Sejenak suasana tampak kembali hidup. Dua mobil yang tadi berada di belakang mereka kemudian menyalip dan tiba - tiba berhenti menghadang.

"Astaghfirullah!." Seru ketiga pria di dalam mobil itu bersamaan saat Raka mendadak berhenti.

"Kenapa, Ka?." Tanya Raden Mas Mahesa.

"Ngapunten, Raden Mas. Itu mobil di depan tiba - tiba berhenti memotong gitu." Jawab Raka yang mulai khawatir.

Raden Mas Mahesa segera menoleh ke belakang dan melihat tiga mobil lain yang juga berhenti dengan posisi sengaja menutup jalan agar mereka tak bisa kabur.

"Jangan ada yang keluar dulu. Kita lihat apa mau mereka." Titah Raden Mas Mahesa sambil memeluk erat istrinya.

Saat ini yang ada di pikirannya adalah keselamatan Anaya. Ia tak takut melawan rombongan itu, namun ia takut jika Anaya kenapa - kenapa jika ia tinggalkan sendiri.

Jari Raden Mas Mahesa dengan cepat mengirim pesan pada sepupunya, Bara. Ia juga mengirimkan lokasinya agar Bara bisa melacak keberadaan mereka jikalau sesuatu yang buruk terjadi.

Satu persatu, orang - orang yang berada di dalam lima mobil itu mulai turun. Para pria berbadan kekar dengan gaya seperti preman mulai menampakkan diri dengan mengenakan penutup wajah berwarna hitam.

"Pasti orang suruhan salah satu keluarga Raden Ayu." Ujar Raden Mas Mahesa.

"Kenapa mereka bisa tau kalau kita akan datang malam ini, Raden?." Tanya Jaka yang terlihat khawatir karna mereka jelas kalah jumlah di banding dengan para preman di luar.

"Aku juga tidak tau, Ka." Jawab Raden Mas Mahesa yang semakin erat memeluk Anaya.

"Raden, apa kita sudah sampai?." Tanya Anaya yang terbangun dan menyadari kalau mobil mereka sedang berhenti.

"Belum, Dek Ayu. Kita masih di tengah kebun jati." Jawab Raden Mas Mahesa.

"Raden Mas, mereka siapa?." Tanya Anaya dengan panik saat melihat gerombolan preman mulai mendekat dan meminta mereka untu keluar.

"Jangan takut, ada aku di sini." Jawab Raden Mas Mahesa yang tentu tak bisa mengurangi kepanikan Anaya.

"Jaka, pistolku." Pinta Raden Mas Mahesa.

Jaka segera mengambil pistol milik Raden Mas Mahesa yang memang selalu di simpan pada dashboard mobil. Ia lalu menyerahkan tas berisi pistol itu pada tuannya.

"Pegang ini, Dek Ayu. Tembak saja jika ada yang berusaha merangsek masuk dan menyakitimu." Raden Mas Mahesa memberikan pistol pada Anaya. Anaya pun menerimanya dengan tangan yang bergetar.

"Bara dan anak buahnya sudah ku hubungi. Aku akan melawan mereka untuk mengulur waktu. Kunci semua pintu mobil ya, Sayang. Ingat, jangan pernah keluar dari mobil apapun yang terjadi." Pesan Raden Mas Mahesa pada istrinya.

"Tapi Raden, apa gak sebaiknya kita tunggu Bara saja?" Anaya berusaha menahan suaminya. Ia tentu takut terjadi sesuatu pada Raden Mas Mahesa.

"Mereka bisa menghancurkan mobil dan membuat kita terluka jika kita tidak mengulur waktu dengan meladeni mereka." Jawab Raden Mas Mahesa.

"Jangan khawatir, aku akan baik - baik saja." Raden Mas Mahesa berusaha meyakinkan istrinya sambil menangkup wajah Anaya.

Anaya sendiri hanya bisa mengangguk pasrah dengan netra yang berkaca - kaca.

"Kunci pintu mobil begitu aku keluar. Aku keluar dulu." Ujar Raden Mas Mahesa yang kembali di jawab anggukan tak rela oleh Anaya.

Raden Mas Mahesa mengecup dahi istrinya. Kemudian ia bersama Jaka dan Raka pun turun berbarengan dari mobil.

Anaya segera menjalankan perintah suaminya. Ia mengunci semua pintu mobil dan kembali ke tempatnya lalu menggenggam pistol dengan tangan bergetar.

Netra Anaya terus mengawasi suami dan dua asistennya. Mereka sempat bernegosiasi beberapa saat sebelum berakhir dengan adu fisik.

1
FDS
Bagus, berlatar di desa. alurnya juga menarik
Codigo cereza
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
GoodHand: terima kasih
total 1 replies
riez onetwo
Mupeng
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!