NovelToon NovelToon
PENDEKAR IBLIS

PENDEKAR IBLIS

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Spiritual / Balas Dendam / Dikelilingi wanita cantik / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: zhar

"Dendam bukan jalan keluar. Tapi bagiku, itu satu-satunya jalan pulang"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23

Raka masih memiliki waktu untuk beristirahat dan memulihkan stamina sebelum babak penentuan yang akan berlangsung siang hari esok.

Jika ia berniat curang, tentu saja bisa ia bisa saja menyerang pada malam hari, saat kebanyakan orang tengah terlelap. Namun, tindakan semacam itu tidak akan memberinya kepuasan. Ia ingin membalaskan dendam orang tuanya dengan cara yang jantan dan kemenangan yang mutlak.

Hingga matahari mulai condong ke barat, Raka terus berlari, sesekali memetik buah hutan untuk sekadar mengganjal perut dan menambah tenaga. Ia tahu, tak mungkin bisa terus berlari dalam keadaan lapar. Bahkan, kadang-kadang ia merebut buah dari tangan seekor kera, hingga kera itu kebingungan, menyangka buahnya lepas karena hembusan angin.

Langkah Raka mendadak tertahan ketika sesosok tubuh dengan gesit melompat turun dari kuda putih dan menghadang jalannya. Dengan sigap, Raka bersiap melepaskan pukulan jarak jauh ke arah penghalang itu ia tidak mau perjalanannya terganggu lagi.

"Hentikan, Raka!" teriak orang itu. Raka terperangah. Suara itu milik seorang wanita dan yang lebih mengejutkan, ia menyebut namanya, nama yang nyaris tak dikenal siapa pun...

Pukulan yang sudah terlanjur terkumpul di ujung tangan, seketika dihantamkan ke pohon besar di sebelahnya.

BLARRRRR!

Pohon itu langsung tumbang, terhempas oleh serangan dahsyat dari Raka. Suara dentuman dan ambruknya pohon membuat wanita yang ada di dekat situ tergagap, keringat dingin mengucur deras dari wajahnya. Jelas, dia tak akan sanggup menahan serangan mendadak sekuat itu.

“Ah… hampir saja aku membunuhmu…” geram Raka, menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan degup jantungnya yang menggila. Tatapannya mengarah pada sosok yang berdiri di salah satu dahan tak jauh dari tempatnya berpijak.

Orang itu adalah Kirana, yang kini menunduk malu saat melihat keadaan Raka. Keringat membasahi tubuh lelaki itu, membuat bajunya melekat dan menampakkan lekuk tubuhnya yang kekar dan maskulin.

“Ada apa kau menghalangi jalanku, Kirana?” tanya Raka setelah napasnya mulai stabil. Suaranya tenang namun tetap menyiratkan ketegasan. Kirana semakin merona mendengar Raka menyebut namanya itu berarti Raka masih mengingatnya.

“Seperti yang sudah kujanjikan… Aku tahu keberadaan Datuk Pengemis Nyawa yang kau cari,” ucap Kirana.

“Di Rawa Lintah, kan?” tebak Raka dengan nada mencibir.

"Bukan…!! Tapi di Kadipaten Ambangan, dia meminta perlindungan dari Adipati Layan Kusuma," terang Kirana tegas. Pernyataan itu membuat Raka terbelalak. Namun, sejurus kemudian, ia tersenyum sinis.

"Jangan bohong padaku, Kirana. Buat apa Datuk Pengemis Nyawa yang hebat meminta perlindungan dari seorang Adipati yang bahkan tak bisa melindungi dirinya sendiri…!!" bantah Raka dengan nada mencemooh.

Kirana sempat terkejut, namun segera memberikan alasan yang kuat untuk meyakinkan Raka.

"Sekarang Datuk Pengemis Nyawa sedang kehilangan ilmunya. Dalam setengah bulan ini, ia mengadakan upacara pemulihan. Dan Kadipaten Ambangan dipilihnya sebagai tempat persembunyian karena di sana juga banyak murid-muridnya…"

"Kau melihat sendiri keberadaan Datuk tua itu?" potong Raka, menuntut kepastian.

"Tidak…!! Tapi informasi ini kudapat dari seseorang yang sangat kupercayai…"

"Aku juga mendengar kabar keberadaan Datuk tua itu di Rawa Lintah dari orang yang sangat dipercaya. Bahkan dia adalah muridnya sendiri…" cibir Raka tajam.

"Bisa saja dia berbohong… atau malah sebuah jebakan…" balas Kirana, berusaha menepis keraguan.

“Tidak mungkin dia berbohong… Aku sendiri yang menyiksanya sampai dia mengaku di mana gurunya berada,” bela Raka, tak percaya.

“Kau harus percaya padaku, Raka! Tidak mungkin aku berbohong padamu… Untuk apa…?” pinta Kirana dengan nada memohon. Ia takut Rawa Lintah hanyalah sebuah jebakan yang bisa membahayakan orang yang diam-diam dikaguminya itu.

“Terima kasih atas informasimu, Kirana… Tapi aku yakin Datuk Pengemis Nyawa ada di Rawa Lintah. Jadi, kau tak perlu membantuku lagi,” ujar Raka sinis, lalu melompat pergi, meninggalkan Kirana dengan hati kesal karena merasa dihalangi. Informasi Kirana justru membuatnya semakin bingung.

Raka tidak menggubris teriakan Kirana yang parau memanggil namanya. Ia bahkan merasa kesal karena Kirana mencoba menghalangi perjalanannya menuju Rawa Lintah tempat ia yakin Datuk Pengemis Nyawa berada dan bahkan berusaha mengubah arah tujuannya.

Kirana hanya bisa menatap kepergian Raka dengan mata berkaca-kaca. Ada luka dan kekecewaan yang menyesakkan dadanya. Raka tidak mempercayainya, bahkan cenderung menuduhnya berbohong…

Sesuai namanya, Rawa Lintah adalah sebuah rawa yang cukup luas di tengah hutan, dipenuhi ribuan lintah sebesar kepalan tangan manusia, hingga membuat airnya tampak kehitaman.

Tulang-belulang berserakan di sekitarnya kemungkinan sisa-sisa hewan yang tak berhasil melewati tempat itu. Dengan ukuran sebesar tangan manusia, lintah-lintah itu hanya butuh waktu singkat untuk menghisap habis darah korbannya.

Saking banyaknya lintah di sana, suara kemericik air yang bercampur dengan bisik halus gerakan mereka terdengar samar, cukup untuk menarik perhatian hewan-hewan yang kebetulan lewat.

Salah satunya adalah seekor kijang yang hendak menghilangkan dahaga di tepi rawa. Tanpa disadarinya, beberapa lintah telah menempel di kakinya. Tak butuh waktu lama, kijang itu roboh, tersungkur ke dasar rawa akibat kehilangan darah. Seolah-olah ada yang mengomando, puluhan lintah segera menyerbu, menggerogoti tubuh kijang itu tanpa ampun.

Sementara banyak orang merasa jijik, bahkan takut mendekati rawa mengerikan itu, seorang bocah laki-laki berusia sekitar sepuluh tahun justru tampak tenang. Ia hanya mengenakan celana kolor, tanpa baju. Dengan santai, ia menangkap beberapa lintah, menusuknya dengan ranting hingga darah segar mengucur di tangannya, lalu meletakkannya di atas perapian yang ia buat sendiri.

1
Hendra Yana
terimakasih
Hendra Yana
up lagi dong
Hendra Yana
lanjut
Hendra Yana
lanjut up nya
Hendra Yana
lanjut
Hendra Yana
mantap
Hendra Yana
di tunggu up selanjutnya
Hendra Yana
up
Hendra Yana
di tunggu up selanjutnya
Hendra Yana
mantap
Hendra Yana
kaya bkl seru nih
lanjut dong
Hendra Yana
semangat
Das ril
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!