Aku seorang gelandangan dan sebatang kara, yang hidupnya terlunta-lunta di jalanan, setelah ibuku meninggal, hidup yang penuh dengan kehinaan ini aku nikmati setiap hari, terkadang aku mengkhayalkan diriku yang tiba-tiba menjadi orang kaya, namun kenyataan selalu menyadarkanku, bahwa memang aku hanya bisa bermimpi untuk hidup yang layak.
Namun di suatu siang bolong, saat aku hendak menata bantal kusam ku, untuk bermimpi indah tiba-tiba, ada segerombolan pria berpakaian rapi, mereka menyeretku paksa, tentu saja hal seperti ini sudah biasa, aku kira aku kena razia lagi.
Dan ternyata aku salah, aku dibawa ke rumah yang megah dan di dudukan di sofa mewah berlapis emas, karena terlalu fokus pada kemewahan rumah itu.
Tiba-tiba saja aku adalah anaknya, dan besok aku harus menikah dengan duda beranak satu yang tak bisa bicara, untuk menggantikan kakakku yang kabur.
Ayo baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vie Alfredo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Baikan
Setelah selesai pijat, Vania segera menjemput anaknya pulang sekolah.
Dan lanjut makan siang diluar dengan anaknya, lanjut ke playground, dan baru kembali pulang.
" Ma, apa mama belum siap bicara dengan papa?" tanya Lenard.
" Mama sih bukannya belum siap, sepertinya papahmu yang belum ada waktu." Ujar Vania.
" Iya ya, Papa sepertinya sangat sibuk!" ujar Lenard.
" Hem, tidak usah buru-buru sayang, sekarang Lenard ganti baju dan tidur." Ujar Vania.
" Baik mama ..." Lenard segera masuk ke kamar, begitu juga Vania segera masuk ke kamarnya.
Bella tampak senang karena mendengar Vania dan juga Divon masih belum baikkan.
" Ini semua demi kebaikan." Gumam Bella.
Di kediaman Divon.
" Apa kau harus terus menghindari Vania?" tanya Charles.
" Siapa yang menghindar ?" tanya Divon tampak kesal.
" Iya kenapa kamu tidak segera pulang, temuilah istrimu dan bicarakan dengan baik-baik." ujar Charles .
" Apa yang perlu dibicarakan dengan baik-baik Memangnya aku kenapa ?" Divon masih dengan gengsinya yang sangat tinggi.
" Yah repot sih ngomong sama orang gengsi setinggi angkasa. " ujar Charles.
Charles sudah menduga jika Divon akan sangat bergengsi untuk memulai pembicaraan baik-baik dengan Vania.
" Vania mau menjaga rahasia yang dia ketahui dan anakmu dengan baik, Memangnya kamu tidak mau mempertimbangkannya dengan baik, jangan menyesal nanti kalau sudah Kehilangan." tiada hentinya Charles menasehati Divon.
" ngomong apa sih kamu itu ?" sahut Divon.
" Ya sudah kalau kamu tidak mau mempertimbangkannya tapi tolong pertimbangkan lagi anakmu, anakmu sangat menyukainya, bagaimana kalau kamu pertimbangkan Semua demi anakmu." Ujar Charles.
" Apa yang perlu dipertimbangkan ini saja sudah baik apalagi yang harus dibaik-baikin lagi." ujar Divon.
" Kalau gitu kamu ceraikan saja, memangnya siapa yang tidak mau dengan Vania, Vania sangat cantik, anaknya pintar dan juga dia sangat baik hati. Dia adalah istri idaman semua pria kecuali dirimu!" tegas Charles.
" Sudah aku bilang tidak akan menceraikan Vania. Apapun yang terjadi jangan harap kau bisa mendapatkannya." tegas Divon segera pergi meninggalkan Charles.
" Aku yakin dia pasti akan segera berbicara dengan Vania." Charles.
Kenapa harus perlu dikompor-komporin dulu baru anak itu mau maju.
dalam hati Charles.
Sekarang di kediaman Sandreas rumah utama.
Divon pulang ke rumah utamanya, kebetulan saat itu Vania keluar dari kamarnya.
Keduanya bertatapan cukup lama, kemudian mereka berdua tersadar dan mengalihkan pandangan mereka.
Divon yang gengsi untuk memulai percakapan pun segera memalingkan tubuhnya dan berjalan ke tangga.
"Tunggu suamiku, bisakah kita bicara sebentar ?" tanya Vania.
Divon hanya mengangguk dan lanjut menaiki anak tangga menuju ruangannya.
Divon berjalan ke ruangannya dan memegangi pintu ruangan itu agar tidak tertutup karena pintu di ruangan Divon otomatis tertutup.
" Duduklah dulu." ujar Divon.
Vania pun duduk di sofa dengan baik kemudian Divon pun juga ikut Duduk di hadapan Vania. Jadi mereka duduk berhadapan.
" Ya, apa yang ingin kau bicarakan ?" tanya Divon.
" Ini mengenai Lenard, anak itu terus murung karena kita tidak berbicara beberapa hari ini, Kalau aku sih santai karena aku tahu jika kamu memang benar-benar sibuk." ujar Vanua.
" Memangnya kenapa anak itu, kenapa dia harus ikut-ikut urusan orang dewasa dia masih kecil, seharusnya bertingkah sewajarnya anak- anak."
" Bukankah itu didikanmu?" sahut Vania.
" Apa katamu?" Divon tampak mulai emosi. namun dia segera meredakan lagi emosinya.
"Tidak ada, kita ke inti pokoknya saja Jadi bagaimana jika kita mulai menjadi orang tua yang baik untuk Lenard, selama aku menjadi istrimu tentunya." ujar Vania.
" Apa?, Aku tidak akan pernah menceraikan dan selamanya kamu itu tetap akan menjadi istriku." tegas Divon.
Tentunya Vania langsung gelagapan saat mendengar ucapan itu keluar dari mulut seorang Divon.
" Apa kamu sedang bercanda " tanya dengan penuh keterkejutan.
" aku tidak bercanda aku mempertimbangkannya mungkin yang kau ucapkan benar kita akan menjadi orang tua yang baik, untuk Lenarda." ujar Divon
Vania sangat senang mendengar ucapan itu keluar dari mulut seorang Divon yang sangat gengsi tinggi sekali.
" Baiklah kalau begitu sekarang kita harus menunjukkan pada Lenard jika kita itu sangat menyayanginya, suamiku jangan terlalu kaku ya !" Ujar Vania.
Ya terserahmu kok atur saja sendiri aku akan mengikuti alurmu dan yang paling penting harus menjaga rahasiaku jadi kau ada di satu perahu dengan ku." Tegas Divon.
" Apakah kau sungguh mempercayaiku.?" Tanya Vania.
" Pertanyaan aneh apalagi itu?, Kenapa wanita suka menanyakan hal-hal aneh Padahal sudah jelas Kenapa harus ditanyakan lagi sungguh menyebalkan." Ujar Divon.
" Ya sudah kalau begitu kita berjabat tangan." Vania mengajak salaman Divon.
Divon bukan menyambut kangen Kania dengan sangat ramah.
Mereka berdua mulai berbincang dengan baik satu sama lain dan mulai menyambung satu nama lain, mulai bisa memahami satu sama lain Mereka benar-benar bekerja sama dengan baik untuk membesarkan Lenard.
" Baiklah karena urusanku sudah selesai, aku akan kembali." ujar Vania segera bangkit dari duduknya.
" Tunggu." Divon segara berdiri dan mengambil sesuatu dari lacinya.
" Ini untukmu." Diva memberikan sebuah kotak pada Vania.
Vania pun menerimanya dengan senang hati.
Vania pun membuka kotak itu ternyata itu isinya adalah hiasan kepala yang dia inginkan .
saat itu sedang liriknya tapi lupa untuk memasukkannya ke keranjang.
" Terima kasih suamiku. Bagaimana bisa kau tahu ini selera aku ?" tanya Vania.
" Itu urusan kecil, kau suka?, syukurlah, kalau begitu." ujar Divon.
Vania tampak sangat suka dengan apa yang dia dapat.
Vania mencoba satu persatu perhiasan untuk rambutnya itu perhiasan untuk dipakai di kepala, Vania benar-benar terlena dengan barang-barang yang diberikan oleh divon.
Divon memperhatikan tingkah lucu dari istrinya yang sangat senang mendapatkan barang yang tidak seberapa itu.
Seriusan hanya dengan barang seperti itu saja dia sangatlah senang.
Divon sangat heran, meskipun kehidupannya yang sulit sudah terlewati dan dia hidup dengan enak dengan nyaman tapi dia tetap sederhana.
Vania juga tidak menyangka jika suaminya itu cukup manis.
Mereka pun menyepakati jika mulai besok mereka akan menjadi orang tua yang baik dan rukun untuk Lenard.
Divon tak tahu apa yang membuatnya mau membuat kesepakatan dengan Vania, rasanya itu tidak perlu tapi Divon tetap melakukannya.
" Aneh sekali rasanya aku sulit menolak sesuatu yang berhubungan dengan Vania." Gumam Divon.
Vania membawa hadiah dari Divon turun, dan berpapasan dengan Mutia.
" Hallo menantuku, apa yang kau bawa?" tanya Mutia.
" Ini hadiah dari Divon Ma, baguskan?" Vania memperlihatkan hadiah Divon pada Mutia.
" Baiklah, Mama sangat senang sekali mendengar dan melihat kalian mulai dekat dan akur." Ujar Mutia sambil tersenyum bahagia.