NovelToon NovelToon
Cinta Cucu Sang Konglomerat

Cinta Cucu Sang Konglomerat

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Aliansi Pernikahan / Percintaan Konglomerat
Popularitas:5.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ichi Gusti

Jika sebelumnya kisah tentang orang miskin tiba-tiba berubah menjadi kaya raya hanyalah dongeng semata buat Anna, kali ini tidak. Anna hidup bersama nenek nya di sebuah desa di pinggir kota kecil. Hidupnya yang tenang berubah drastis saat sebuah mobil mewah tiba-tiba muncul di halaman rumahnya. Rahasia masa lalu terbuka, membawa Anna pada dunia kekuasaan, warisan, dan cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichi Gusti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menandai Buruan

William membuka amplop coklat berisi berkas untuk meeting yang dibawa Putra, memastikan Putra membawa bahan yang benar. "Ya udah! Kita ke apartemen itu!" tunjuk William ke arah apartemen yang berada tak jauh dari kantor mereka.

"Siap, Boss!" Putra menginjak gas, melepas rem tangan dan kopling.

"Naikin lagi suhunya, saya kedinginan!"

Tanpa bicara Putra menuruti perintah itu. Kendaraan yang dibawa Putra berbelok di persimpangan lalu bergerak menuju salah satu tower apartemen milik Wijaya Grup.

"Turunkan di depan lobi saja!" perintah William saat mereka sudah memasuki area apartemen.

Tanpa bicara lagi, Putra melaksanakan perintah atasannya. "Saya tunggu di parkiran, Boss."

William mengangguk lalu meninggalkan Putra. William bisa masuk ke apartemen menggunakan kartu golden akses yang hanya keluarga utama Wijaya grup yang memiliki kartu akses ke semua gedung milik Wijaya Grup itu.

William langsung menuju unit apartemen Anna seperti informasi yang ada padanya lalu memencet bel.

Tidak ada sahutan.

Bayangan Anna yang dirangkul oleh lelaki lain seperti yang dilihatnya tadi entah mengapa membuat William seperti ini. Dari cara lelaki itu memandang Anna, William yakin itu bukanlah cara pandang seorang sahabat.

William kembali memencet bel dan menunggu. Ia tahu kalau yang dilakukan nya ini terlihat aneh tapi kali ini ia hanya mengikuti naluri nya. Naluri alamiah nya sebagai lelaki. Dan William telah menyadari bahwa saat ini ia sudah menandai Anna sebagai buruan nya.

Beberapa detik berlalu, William pun akhirnya yakin kalau Anna tidak berada di apartemen nya. Dan kemungkinan terbesar adalah gadis itu berada di apartemen sebelah. Dengan segala pikiran liarnya, William memencet bel kamar sebelah.

Ada perasaan aneh, perasaan tidak suka saat William mendapati Anna sedang duduk santai menikmati makanan ketika ia dipersilakan masuk. Gadis itu terlihat lebih muda dengan rambut diikat tinggi dan baju kaos serta celana denim nya.

"Ah. Tidak Perlu. Saya hanya mau memberikan berkas ini untuk perbaikan bahan meeting besok," William berbasa-basi, menyerahkan amplop berkas yang dibawanya kepada Anna.

Ada keterkejutan dan tatapan tidak percaya yang ditangkap William dari gadis yang sedang bercucuran keringat sehabis makan itu. Andai saja Tony menawarkan kepadanya untuk ikut makan malam, mungkin ia tidak akan menolak sama sekali.

Anna menerima berkas yang disampaikan oleh William. Mengeluarkan nya, dan melihat secara cepat dokumen-dokumen itu.

"Bukankah ini dokumen yang Bapak kirim ke saya tadi?" tanya Anna.

"Ya. Dan saya perlu beberapa penyesuaian sebelum dibawa rapat esok pagi."

Anna terdiam. Terus terang ia belum memahami konsep yang diinginkan atasan nya itu.

"Sepertinya saya butuh penjelasan lebih lanjut apa yang Bapak inginkan," ucap Anna kemudian. "Ton. Gue balik dulu ya! Makasih makan malam nya!"

"Oh. Iya, Ann. Sama-sama." Tony salah tingkah. Meski ia tidak mengharapkan kedatangan Direktur Utama Wijaya Grup, namun bagaimanapun sebagai karyawan biasa ia merasa sangat senang telah dikunjungi oleh pucuk pimpinan tertinggi perusahaan raksasa Wijaya Grup.

"Gue ga bantu cuci piring, ya!"

"Sip. Ga papa!" Tony mengacung jempol, mengantar Anna dan Direktur Utama Wijaya grup keluar unit apartemen nya.

Anna baru saja keluar dari unit apartemen Tony saat menyadari bahwa secara tak sengaja, ia sedang mengundang William ke apartemen nya. Disaksikan Tony dan William, Anna berhenti lama di depan pintu unit apartemen nya. Perasaan nya mulai kacau balau tak menentu.

William melangkah mendekati Anna. Tanpa kata, ekspresinya sudah menyampaikan 'tunggu apa lagi?'

Anna menarik napas lalu membuka kunci pintu. "Silakan masuk Pak!" ucap gadis itu lalu melambaikan tangan ke arah Tony yang masih mengamati dari depan pintunya.

Udara menjadi dingin dan sesak saat pintu di belakang William ditutup. Anna merasakan bulu kuduk nya berdiri di bawah tatapan William. "Maaf, saya belum punya kursi atau sofa seperti sebelah. Silakan duduk, Pak!" tunjuk Anna dengan telapak tangan nya ke arah karpet bulu yang terbentang di bagian depan.

William bergeming.

Setelah lepas dari pengamatan Tony dan masuk ke unit apartemen Anna, ia merasa limbung. Apa-apan ini! Aku bener-bener sudah gila! seru William kepada diri sendiri.

"Ehm. Jadi bagian mana yang perlu saya perbaiki, Pak?" Anna keluar dari kamar tidurnya dengan membawa tas laptop pribadi miliknya. Sebuah meja belajar portabel diletakkan Anna di atas karpet lalu membuka laptop nya.

Anna ingat telah menyimpan bahan yang sudah sempat ia buat tadi di Drive, sehingga ia bisa mengakses resume nya itu tanpa menggunakan flash disk.

William membuka kancing jas yang masih dipakainya, melepas lalu menggantung nya di gantungan yang terdapat pada dinding dekat pintu masuk. William pun ikut duduk di sebelah Anna.

Anna sedikit bergeser merasakan aura panas William. Wangi parfum maskulin menggoda indera penciuman nya.

"Yang perlu diperbaiki yang ini..." William menggoreskan pena-nya di dokumen yang tadi di bawa. "Kamu pindahkan data ini ke sini, lalu untuk tahap evaluasi kamu tambahkan beberapa analisis baru."

Tiga puluh menit berlalu. Anna mengikuti setiap instruksi yang disampaikan oleh sang Direktur. Meski merasakan tekanan yang berat di satu sisi, karena duduk berdekatan dengan pria yang mempunyai aura penuh tekanan Anna juga merasakan sinyal-sinyal aneh yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Kadang perutnya bergelung, kadang punggungnya meremang.

Tiba-tiba Anna berdiri teringat bahwa ia belum menyuguhkan apa-apa untuk Boss nya. "Saya cuma punya teh. Bapak mau minum teh?"

William yang duduk bersandar pada dinding menggeleng. Ia melihat jam di lengan nya. "Sepertinya sudah cukup untuk malam ini." William pun berdiri. "Saya pulang dulu dan jangan lupa kirimkan file ini ke email saya!"

Anna mengangguk cepat. Memang itulah yang diinginkan nya.

William menatap gadis itu. "Kau begitu menginginkan aku pergi dari ruangan ini, Anna?" ia menyipitkan mata.

Desiran halus terasa menggelitik Anna. Tatapan pria bermata hazel itu membuat debaran jantungnya seperti menari, hal yang sedari tadi berusaha ditekan nya. "Mmmm. Bukan begitu, Pak. Sa-saya rasa saya memang bisa melanjutkan nya sendiri. Toh tinggal dikit lagi." Anna menelan ludah.

William mendengkus. "Baiklah. Saya mengerti." William mengangkat kedua tangan nya, meluruskan otot-ototnya yang terasa kaku. Hal yang membuat gadis muda di depan nya kembali menelan ludah.

Bagaimana tidak, tonjolan otot-otot William yang terbentuk itu membuat ia seperti pria ideal dengan tubuh sempurna.

Mendapati reaksi Anna yang jelas terlihat, William tersenyum. "Ada iler tuh di sudut bibir!"

Refleks Anna mengelap sudut bibirnya lalu cemberut tatkala melihat reaksi William yang menertawakan nya. "Anda suka sekali mempermainkan saya!" seru Anna tidak senang.

William mengambil jas nya yang tergantung lalu mengenakan kembali jas itu. Meski sangat ingin berlama-lama di tempat ini, William tetap harus segera pulang. Ia khawatir melakukan sesuatu atau bereaksi di luar toleransi Anna. Karena bersama Anna ia tidak merasakan rasa jijik seperti reaksi tubuhnya terhadap perempuan lain.

Namun demikian, William paham di usia Anna yang masih bisa dikatakan belia, gadis itu pasti belum terlalu mengerti tentang hubungan pria dan wanita. Karena bagaimana mungkin seorang wanita dua puluh tahunan bersikap biasa saja saat berdua dengan pria yang bukan keluarganya seperti ketika bersama Tony maupun dengan William sendiri. Anna terlalu berpikiran longgar.

"Saya pamit dulu, Anna," ucap William lagi setelah membuka pintu untuk keluar.

"Baik, Pak!"

Anna menutup pintu lalu meletakkan telapak tangan di dada. Gila!

***

1
Juliana Pieter
thir mana lanjutannya
Ichi Gusti: lagi direview🤭
total 1 replies
&-miss chan-&
Bikin merinding! 😱
Mưa buồn
Aku setia menunggu, please jangan membuatku menunggu terlalu lama.
Ichi Gusti: terima kasih atas dukungan nya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!