NovelToon NovelToon
Melting The Pilots Heart

Melting The Pilots Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Pernikahan Kilat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Kaya Raya / Romansa
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

“Bagaimana jika cinta bukan dimulai dari perasaan, melainkan dari janji terakhir seorang yang sekarat?”

Risa tidak pernah membayangkan dirinya akan menikah dengan kekasih sahabatnya sendiri—terlebih, di kamar rumah sakit, dalam suasana perpisahan yang sunyi dan menyakitkan. Tapi demi Kirana, satu-satunya sosok yang ia anggap kakak sekaligus rumah, Risa menerima takdir yang tak pernah ia rencanakan.

Aditya, pilot yang selalu teguh dan rasional, juga tak bisa menolak permintaan terakhir perempuan yang pernah ia cintai. Maka pernikahan itu terjadi, dibungkus air mata dan janji yang menggantung di antara duka dan masa depan yang tak pasti.

Kini, setelah Kirana pergi, Risa dan Aditya tinggal dalam satu atap. Namun, bukan cinta yang menghangatkan mereka—melainkan luka dan keraguan. Risa berusaha membuka hati, sementara Aditya justru membeku di balik bayang-bayang masa lalunya.

Mampukah dua hati yang dipaksa bersatu karena janji, menemukan makna cinta yang sebenarnya? Atau justr

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23

Malam yang seharusnya hangat berubah menjadi sunyi. Langit Inggris gerimis pelan, menambah dingin suasana.

Risa duduk di pinggir ranjang dengan tubuh menggigil, matanya kosong menatap lantai.

Aditya, yang baru keluar dari kamar mandi, langsung menyadari perubahan ekspresi istrinya.

“Ris... ada apa?” tanya Aditya.

Risa hanya menggeleng pelan. Mulutnya bergerak, tapi tak ada suara yang keluar. Ia mencoba tersenyum, tapi wajahnya runtuh.

“Mas... aku... aku gak kuat...” jawab Risa dengan suara lirih nyaris tak terdengar.

Tangisnya pecah, mendadak. Tubuhnya limbung, dan Aditya, walau dengan kruk, langsung duduk di sampingnya, memeluknya erat.

“Ris, kamu bisa cerita ke aku. Jangan simpan sendiri... Aku di sini.”

“Trauma itu... datang lagi, Mas. Semua orang tahu sekarang. Masa lalu yang ku bunuh... bangkit. Aku takut... Aku jijik pada diriku sendiri.”

Aditya membungkam kata-katanya dengan pelukan lebih erat. Matanya mulai berkaca-kaca.

“Kamu gak pernah sendiri, Ris. Aku mungkin nggak tahu rasanya, tapi aku tahu kamu wanita paling kuat yang pernah kutemui. Aku nggak akan ninggalin kamu... bukan karena kamu sempurna, tapi karena kamu Risa, istriku.”

Risa hanya bisa menangis di dada suaminya.

Lampu temaram menyinari wajah Risa yang penuh beban. Aditya duduk di ranjang, kruk disandarkan ke dinding.

Risa berdiri membelakanginya, menatap keluar jendela hotel. Hening beberapa detik sebelum akhirnya ia membuka suara, pelan... gemetar.

"Mas... aku harus bilang sesuatu."

Aditya mengangguk meski Risa tak melihat. Ia tahu, ini hal besar.

"Dulu... waktu SMA... aku pernah diperkosa." ucap Risa dengan suara gemetar.

"Aku gak pernah cerita ke siapa pun. Bahkan ke Kirana. Aku... aku menyimpan itu sendiri. Bertahun-tahun..."

Aditya terdiam. Matanya berkaca-kaca, tapi ia tahu ini bukan waktunya untuk bertanya. Ia mendengar.

"Aku jijik, Mas. Aku jijik sama tubuh ini. Sama diriku sendiri. Dan saat semuanya tiba-tiba muncul lagi... aku gak sanggup. Aku ingin kabur... lenyap..."

Aditya perlahan bangkit dari duduknya meski dengan satu kaki. Ia memeluk Risa dari belakang, pelan, seolah takut ia akan retak jika disentuh terlalu keras.

"Ris... kamu bukan kotor. Kamu korban. Dan kamu bertahan. Kamu masih berdiri hari ini. Kamu luar biasa... kamu berharga. Dan aku... aku mencintai kamu. Dengan luka kamu. Dengan masa lalu kamu."

Risa menunduk, air mata mengalir deras.

"Aku tahu kamu kuat. Tapi kamu gak harus kuat sendirian. Sekarang kamu punya aku. Selamanya."

"Mas... terima kasih... karena tetap memilih aku, yang seperti ini."

Aditya mengecup kepalanya, "Aku gak pernah ragu. Bahkan sedetik pun." ucap Aditya

Keesokan harinya Risa duduk sendiri di bangku taman dekat hotel mengenakan syal tebal.

Wajahnya muram, matanya lelah. Ia memandangi tangannya yang gemetar. Langkah kaki seseorang terdengar.

"Risa." panggil Stefanus

Risa menoleh. Stefanus berdiri dengan coat hitam dan senyum ramah, meski sorot matanya menyiratkan kekhawatiran.

"Stef...? Kamu ke sini?"

"Iya. Kamu pikir aku gak tahu kamu butuh teman? Kamu pikir aku gak tahu kamu sedang berjuang keras, bahkan untuk tersenyum?"

Risa menunduk. Air mata mulai menggenang.

"Aku pikir aku bisa... mengubur semuanya. Tapi ternyata... masa lalu itu menunggu saat aku paling rapuh."

"Risa, kamu sudah melewati lebih banyak dari siapa pun yang aku kenal. Kamu bukan cuma penyintas. Kamu pejuang. Dan sekarang... kamu harus berani menatap masa lalu itu, berdiri di hadapannya, dan bilang: 'kamu tidak akan mengendalikan hidupku lagi.'"

"Aku takut, Stef. Takut dilihat berbeda. Takut kehilangan semuanya..."

"Kamu tidak akan kehilangan siapa pun yang mencintaimu karena kebenaran. Justru kamu akan temukan lebih banyak orang yang berdiri di belakangmu."

Risa mengangguk pelan. Napasnya berat, tapi lebih tenang.

"Mungkin... saatnya aku hadapi semuanya. Untuk diriku sendiri. Dan untuk wanita-wanita yang mengalami hal yang sama."

Stefanus tersenyum dan meraih bahunya.

"Aku di sini. Dan kamu tidak sendiri, Ris."

Aditya meminta Risa untuk mengadakan konferensi pers.

Lampu kamera menyala. Puluhan wartawan dari berbagai media hadir.

Beberapa keluarga korban kecelakaan juga duduk di barisan belakang. Suasana hening saat Risa naik ke podium, ditemani Stefanus dan Pak Wibowo di sisi kiri dan kanan.

“Saya berdiri di sini bukan hanya sebagai istri dari Tuan Aditya Wardhana. Tapi sebagai perempuan... yang ingin mengatakan kebenaran.”

Ruang itu hening. Kamera mengarah padanya. Air matanya mulai mengalir perlahan, tapi dia tetap berdiri tegak.

“Beberapa hari ini ada pihak yang mencoba menyerang saya… bukan karena kesalahan hukum, tapi karena masa lalu saya. Karena saya adalah penyintas kekerasan seksual.”

Suara gemuruh pelan terdengar. Beberapa wartawan mulai menunduk. Beberapa perempuan di ruangan mulai meneteskan air mata.

“Waktu SMA, saya pernah diperkosa. Saya menyimpan rahasia itu bertahun-tahun. Bahkan suami saya baru tahu kemarin. Tapi hari ini… saya tidak akan diam. Saya tidak akan biarkan siapa pun memakai luka saya untuk menjatuhkan orang-orang yang saya cintai.”

Ia menatap lurus ke depan, air matanya mengalir deras.

“Nama suami saya bersih. Dia adalah korban dari kelalaian sistem. Dan saya akan terus membela dia… dan juga membela setiap wanita yang dipaksa diam karena trauma mereka.”

“Risa… kami di pihakmu. Kami akan bantu sebarkan kebenaran.” WARTAWAN PEREMPUAN berdiri dengan suara bergetar)l

“Tidak akan ada satu pun media kami yang mencemarkan nama Anda atau suami Anda. Anda berani… dan kami hormat.”

Suara isak terdengar dari berbagai sudut ruangan. Risa menunduk, menangis. Stefanus meletakkan tangannya di bahu Risa, menenangkannya.

“Kamu sudah mengubah segalanya malam ini, Nak.” ucap Pak Wibowo.

Langit di luar gelap, tapi bintang-bintang terlihat terang dari balik jendela besar kamar hotel mewah yang dipesan oleh mama Aditya.

Musik lembut terdengar samar. Risa duduk di tepi ranjang, mengenakan gaun tidur sederhana berwarna biru muda. Aditya berjalan perlahan ke arahnya dengan bantuan tongkat.

"Ris... malam ini, aku ingin menjalankan tugasku. Bukan hanya sebagai suami, tapi sebagai laki-laki yang mencintaimu sepenuh hati..."

Risa menunduk, tangan gemetar memegang ujung kain tidurnya.

"Mas... aku... aku belum siap. Aku takut mas jijik... sama tubuhku..."

Aditya terdiam, lalu duduk di sebelah Risa. Ia menggenggam tangan istrinya, erat tapi lembut.

"Risa... aku mencintaimu, bukan tubuhmu. Tapi jiwamu. Luka itu bukan aib. Kau tetap perempuan paling kuat dan paling cantik yang pernah aku temui."

Air mata mengalir di pipi Risa. Ia menatap Aditya yang kini menyentuh pipinya dengan penuh kasih.

"Kalau kamu belum siap, kita bisa menunggu. Aku akan menunggumu... selamanya kalau perlu. Aku cuma ingin kamu tahu, bahwa kamu dicintai... utuh, tanpa syarat."

"Terima kasih, Mas... karena tidak pernah menyerah padaku."

Setelah percakapan yang menghangatkan hati itu, keheningan mengisi ruangan.

Bukan keheningan canggung, tapi keheningan yang penuh makna dan kepercayaan.

Risa menghapus air matanya, lalu menatap Aditya dalam-dalam. Wajahnya tak lagi menyimpan rasa takut, hanya keikhlasan dan cinta.

"Mas... aku siap. Bukan karena aku merasa harus. Tapi karena aku ingin... dengan orang yang paling kucintai."

Aditya menatap Risa terkejut, lalu tersenyum. Sebuah senyum yang lembut, hangat, penuh penghargaan.

"Kamu yakin?"

Risa mengangguk. Ia mengulurkan tangan, menarik Aditya ke pelukannya.

Aditya membalas dengan hati-hati, penuh kelembutan. Tidak ada nafsu tergesa. Hanya kasih yang pelan-pelan menyembuhkan luka.

Malam itu, di bawah cahaya temaram, mereka saling menyentuh bukan untuk menuntaskan hasrat, tapi untuk saling menyembuhkan. Luka yang lama terpendam perlahan melebur dalam pelukan kasih yang utuh.

1
kalea rizuky
lanjut
kalea rizuky
lanjut donkkk
kalea rizuky
keren bgt lo ini novel
kalea rizuky
belom bahagia di tinggal mati
kalea rizuky
ris jangan menyia nyiakan masa muda mu dengan orang yg lom selesai dengan masa lalunya apalagi saingan mu orang yg uda almarhum
kalea rizuky
suami dayuz
kalea rizuky
uda gugat aja ris banyak laki lain yg menerima qm lagian masih perawan ini
kalea rizuky
suka bahasanya rapi
kalea rizuky
cerai aja lah ris hidup masih panjang
gojam Mariput
jahatnya aditya
gojam Mariput
suka....
tata bahasanya bagus, enak dibaca
my name is pho: terima kasih kak
total 1 replies
gojam Mariput
awal yang sedih ...
moga happy ending
my name is pho: selamat membaca kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!