Shana bersedia menjadi pengganti bibi-nya untuk bertemu pria yang akan di jodohkan dengan beliau. Namun siapa yang menyangka kalau pria itu adalah guru matematika yang killer.
Bagaimana cara Shana bersembunyi dari kejaran guru itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 23 Cerita di ruang guru
.......
.......
Sekembalinya Shana dari ruang guru, ia langsung di datangi Mia. "Lama amat ke ruang gurunya? Rendra aja sudah pulang." Gadis ini berdiri di samping bangkunya.
Rendra sebenarnya mau bertanya juga, tapi urung karena sudah ada kawannya yang menanyakan perihal itu.
"Ketemu pak Regas?" tebak Bebi.
"Ya," jawab Shana singkat. Seperti lelah dan enggan untuk menjawab. Bebi dan Mia menoleh. Sepertinya Shana sudah melewati hari yang berat. Namun ketika hendak bertanya, guru datang. Jadi merasa urung.
***
Pulang sekolah.
Shana di kawal kedua temannya. Mereka langsung mengajukan pertanyaan tentang bertemu pak Regas tadi ketika menuju ke arah kantin. Ada latihan voli siang ini.
"Tadi ada apa? Sepertinya ada hal gawat." Mia memulai pembicaraan.
"Dia ketemu sama Pak Regas." Bebi menjelaskan.
"Dia masih bertanya soal pertemuan itu?" Mia langsung paham.
"Ya."
"Wah, Pak Regas pantang menyerah ya ... Lalu, kamu enggak jadi bicara soal kartu pelajar kamu?"
"Awalnya enggak, tapi Pak Nanang resek. Mendadak aja dia bilang ke Pak Regas kalau kartu pelajarku hilang padahal mau di pakai untuk lomba. Aku kan minta tolongnya sama dia bukan pak Regas." Shana mengatakan dengan geregetan.
"Tapi Pak Regas mau bantuin buat bikin yang baru kan? Semisal menjadi rekomendasi, kali aja yang bikin langsung oke jika itu yang bilang pak Regas." Mia tidak sabar.
"Hhh ... Pak Regas enggak perlu bilang ke bagian yang bikin kartu pelajar. Karena kartu pelajar ku sudah jadi," jelas Shana dengan pikirannya melayang pada cerita tadi.
"Itu cepat sekali." Bebi takjub.
"Bukan. Kartu pelajarku bukan di bikin baru." Tangan Shana bergerak membantah.
"Lalu?" Mia tidak sabar
"Kartu pelajarku yang hilang ternyata ada di dalam dompet Pak Regas." Shana menjelaskan dengan sedikit meringis.
"Maksudnya? Kok aku enggak paham." Tangan Mia menggaruk kepalanya sendiri meskipun tidak gatal seraya menoleh ke Bebi. Gadis ini pun angkat bahu tidak mengerti. "Tunggu, kartu pelajarmu di temukan Pak Regas?" Mia mulai menelaah dengan baik.
"Ya."
"Enggak perlu bikin yang baru dong kalau sudah ketemu." Bebi tersenyum.
"Tidak sesederhana itu teman," potong Shana cepat dengan wajah horornya. Mia menarik lagi kata-katanya. Ternyata dia masih merasa bingung. Namun mereka mulai fokus pada Shana karena melihat ekspresi gadis ini. "Kartu pelajar ku di temukan Pak Regas ketika kita bertemu di cafe itu," ungkap Shana.
"Jadi dia sudah mengira, perempuan yang bertemu dengannya adalah muridnya sendiri?!" pekik Mia terkejut.
"Yap, anda benar." Shana menunjuk Mia dengan lesu. Bebi melebarkan matanya karena terkejut.
"Jadi itu, sebabnya pak Regas terus memaksa kamu untuk mengaku ya ... Karena dia sudah punya bukti kuat yang mengatakan kamu dan perempuan yang bertemu dengannya di cafe adalah orang yang sama." Bebi paham dengan tindak tanduk pak Regas belakangan ini pada Shana.
Helaan napas Shana terdengar berat.
"Terus kamu mengaku kalau kamu sudah menipu beliau?" Mia semangat bertanya.
"Menurutmu?"
Mia dan Bebi hanya mengerjapkan mata.
"Tidak. Sempat minta maaf sih, tapi aku tidak mengaku kalau perempuan yang menipunya adalah aku. Aku hanya bilang itu memang kartu pelajar ku yang hilang. Karena enggak mungkin bilang bukan punyaku. Foto dan namaku tercetak jelas disana."
"Hah? kamu masih saja mengelak?" Mia takjub. Kepalanya menggeleng tidak percaya. "Enggak baik itu."
"Terus kamu minta aku langsung mengaku salah dan aku akan dihukum lebih parah atau di keluarkan?" tanya Shana meringis.
"Ya dilema juga ..." Mia mengerti.
"Terus respon pak Regas gimana? Enggak begitu kan? Buktinya kamu lolos." Bebi merasa cemas.
"Sekilas beliau memang agak marah, tapi akhirnya membiarkan aku pergi ... tanpa kartu pelajarku itu." Shana memberi penekanan pada kalimat terakhirnya. Lalu ia menjeda bicaranya. Mia dan Bebi juga ikut menghela napas. Mereka jadi ikut tegang. "Beliau bilang enggak mau menyerahkan kartu pelajar itu sebelum aku benar-benar meminta maaf dengan baik."
"Dia orang baik sepertinya." Bebi mengambil kesimpulan.
"Ya pastilah. Itu kenapa beliau masih mau menunggu momen yang tepat untuk menangkap basah kamu kan ... Aku enggak nyangka beliau yang di kenal dingin jadi sabar menunggu Shana ketangkap sendiri. Selain ganteng, hatinya baik." Mia mengatakannya dengan takjub. Bahkan bibirnya tersenyum. Alisnya juga naik karena senang. Bebi tersenyum. Shana hanya mengangguk saja.
"Kamu harus mengaku Shan," pesan Bebi.
"Ya. Soal di keluarkan enggak mungkin. Kalau di kasih hukuman tambahan, bisa jadi." Mia tergelak. Shana menipiskan bibirnya geregetan.
"Intinya memang kamu yang salah. Jadi minta maaf saja." Bebi menekan kan soal minta maaf.
"Sepertinya begitu, tapi aku harus minta ganti rugi dulu sama bibiku. Dia akar dari permasalahan ini." Shana mengatakannya dengan geram.
"Tapi kamu mau juga kan sama uangnya," ejek Mia seraya menggerakkan kedua alisnya.
"Yaahh ... Itu mana bisa di tolak." Shana jujur. Soal itu tidak bisa bohong. Ia juga suka uang saku tambahan yang di beri oleh bibinya. Mia melingkarkan lengannya pada leher Shana.
***
Malam hari. Regas berada di sebuah cafe tempat biasa dia nongkrong bersama kawannya. Ia membaca lagi chat wa yang tadi terkirim padanya.
"Maaf, aku masih berada di luar kota. Aku tidak bisa bertemu."
Regas menghapus chat itu. Meletakkan ponselnya di atas meja dan menyesap es capucino. Dia tengah duduk sendiri di kursi yang menghadap taman asri yang ada di dalam cafe. Pikirannya melayang sejenak. Namun sebuah tepukan pelan di bahu membuyarkan lamunannya.
"Tumben ngajak keluar duluan? Biasanya kamu sulit sekali untuk di ajak bertemu." Seorang pria muncul di belakang Regas Lalu duduk di sampingnya.
Regas menoleh. Meletakkan mug-nya dan tersenyum tipis.
"Merta enggak ikut?" tanya pria itu celingukan mencari sepupu Regas.
"Kenapa? Kamu mau menyuruh dia terus bekerja meski sudah jam pulang?"
"Hahaha." Pria itu tergelak. Dia memanggil seorang pelayan dan memesan minuman. "Aku pikir kau ada janji dengan Cintya."
Tidak ada jawaban. Regas hanya terus menyesap minumannya.
"Apa dia menolak lagi untuk bertemu?" selidik Daniel mulai paham.
"Dia sibuk, Daniel." Regas menyebut nama temannya dengan tekanan. Itu berarti pria ini tidak setuju. Daniel paham itu. Regas tidak pernah suka jika seseorang menjelekkan perempuan itu. Model sekaligus selebgram yang sudah banyak menghasilkan pundi-pundi uang dari endorse berbagai produk kecantikan, dia kekasih Regas.
"Ya. Dia sangat sibuk," pungkas Daniel. Dia pun mengalah untuk tidak bertanya soal kekasih Regas. Seorang pelayan cafe datang dengan membawa minuman yang ia pesan. "Terima kasih," ucap Daniel ramah. Pria ini menyeruput minumannya. "Apa ada hal baik hari ini?" tanya Daniel mengalihkan pembicaraan pada hal yang lain. Dia yakin pasti Regas sedang tidak dalam suasana hati yang baik hari ini.
Regas masih diam.
"Bukan hal baik, hal lucu juga bisa." Daniel dengan baik hati tetap berusaha mengajak Regas bicara meski pria itu enggan. Dia tidak marah meskipun seharusnya Regas-lah yang mengajaknya bicara karena pria itu yang mengajaknya ke cafe untuk nongkrong. "Murid yang kocak misalnya." Daniel memberi referensi topik pembicaraan. Meskipun dia tidak yakin itu akan membuat pria ini tertarik. Karena Regas seringkali banyak diam jika itu ada hubungannya dengan perempuan itu, Cintya.
"Shana ...," celetuk Regas tiba-tiba.
.
.
Ig @lady_ve.01