Anara Kejora biasa di sapa Ana, dia adalah gadis yang baik, penyayang, pintar dan ramah pada siapapun. Dia seorang yatim piatu, papa dan mama nya meninggal sejak ia berusia 10 tahun karena kecelakaan.
Suatu hari dia di usir oleh keluarga bibinya, kemudian dia pergi dan di kontrakan. setelah itu dia mencari pekerjaan di William Group dan di terima bekerja di situ.
Pria itu adalah Sean William. Dia adalah CEO William Group, seorang laki-laki berparas tampan, memiliki bentuk tubuh yang sempurna membuat setiap kaum hawa yang melihatnya terkesima. Namun, dia adalah pria yang dingin, kejam, tegas dan tidak tersentuh. la sangat sulit untuk di dekati, apalagi dengan seorang wanita.
Namun siapa sangka, di balik ketampanannya dia adalah pimpinan mafia terkejam yang cukup terkenal di berbagai negara.
Sean dan Anara bertemu lalu menikah
bagaimana kisah cinta Sean dan Anara?
Akankah mereka hidup bahagia?
Selamat membaca
Jangan lupa like, komen, bintang 🌟🌟🌟🌟🌟
Vote sebanyak-banyaknya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr. Jay H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Pangakuan Anara
Sedangkan di mension keluarga William...
Diva bersama grandma dan grandpanya sedang menikmati makan malam dengan khidmat tanpa ada suara apapun.
Diva sangat menikmati makanan kesukaannya, yaitu
currywurst.
"Pelan, Diva. Tidak akan ada yang mengambil makanan itu darimu." Ujar grandma padanya.
"Baiklah, grandma."
Mereka senang jika Diva sedikit demi sedikit bisa nyaman dengan mereka berdua,
Selesai makan malam, mereka berkumpul di ruang keluarga untuk melihat Tv.
"Grandma... grandpa... Diva mau bersama uncle." Ujar Diva pada mereka berdua.
"Kenapa sayang? Di sini kan juga rumah Diva? Apa Diva tidak senang?" Mami Sara bertanya lembut pada Diva.
"Diva tidak ada teman di sini. Diva mau ikut uncle dan juga aunty..." Diva menundukkan kepalanya. Ia merasa rindu dengan uncle-nya
"Tapi... aunty kan bekerja sayang, nanti siapa yang mengantarkan Diva sekolah?" Maminya Sean mencoba membujuk Diva pelan.
Papi Sean yang memang mengetahui jika Diva hanya bisa nyaman dengan Sean itu pun membuatnya tidak tega.
"Mi... biarkan saja. Apa kau tega membiarkan cucumu itu sedih?" Sahut papi Sean.
"Tapi pi..." belum juga mami melanjutkan perkataannya. Papi Sean meletakkan jari telunjuknya di depan mulutnya. Mami Sara pun tidak bisa berbuat apa-apa.
la melihat wajah sedih Diva yang menunduk menahan tangisnya.
"Biarkan saja Diva iku dengan Sean."
"Diva... cucu grandpa... tidak boleh bersedih lagi ya. Besok grandpa akan mengantar Diva setelah sekolah." Ucap papinya Sean.
"Janji...?" Seketika Diva mendongakkan kepalanya dengan wajah kembali sumringah.
"Grandpa janji. Tapi Diva tidak boleh sedih lagi, oke."
"Terima kasih, grandpa." Diva mencium pipi sang grandpa.
Malam semakin larut, sebagian penduduk manusia menggunakan waktu malamnya untuk beristirahat setelah melakukan aktifitas yang cukup melelahkan dari pagi hingga malam.
"Sepertinya, dirimu sudah terbiasa." Ujar Sean saat Ana memakaikan dasi untuknya.
"Sudah kewajibanku sebagai seorang istri." Jawab
Ana yang fokus membenarkan dasi Sean.
"Sudah." Imbuh Ana setelah memasangkan dasi itu.
Tiba-tiba saja, kedua tangan Sean melingkar di pinggang ramping milik Ana. Awalnya Ana terkejut, tapi, menolak pun Ana juga tidak bisa. Sean adalah suaminya.
"diva akan tinggal lagi disini." Kata Sean memandang wajah Ana.
"Benarkah?" Wajah Ana terlihat sangat semangat ketika mendengar Diva akan tinggal bersama mereka. Sean hanya menganggukkan kepalanya saja.
"Jadi, kau tidak perlu bekerja lagi mulai besok. Cukup di rumah saja dan temani Diva, antar Diva bersekolah." Titah Sean.
"Tapi..."
"Tidak ada protes, Anaa... kau cukup berdiam saja di rumah." Ana yang ingin melayangkan protesnya tidak jadi.
"Baiklah, tapi... biarkan hari ini aku bersama teman-temanku oke." Tawar Ana pada Sean.
"Tidak boleh, kau harus selalu bersamaku." Tolak
Sean.
"Ayolah Sean... pliisss..." Ana mengatupkan kedua tangannya memohon pada Sean.
"Hanya hari ini saja. Besok kan aku sudah tidak
bekerja lagi." Sambung Ana.
"Baiklah, hanya hari ini." Sean dengan berat hati memberikan izin pada Ana.
"Terima kasih."
Tanpa berlama-lama, merekapun segera bersiap untuk berangkat ke kantor agar tidak kesiangan.
Seperti biasa, Ana selalu pergi bersama dengan Sean. Ana yang sudah terbiasa dengan tatapan sinis dari para karyawan itu pun tidak mempedulikan lagi. la berjalan lurus menuju ruangannya bekerja.
"Pagi..." sapa Ana pada rekan se ruangan bersamanya.
"Pagi juga, Ana." Balas salah satu dari mereka.
Tidak seperti Rika yang memandang Ana dengan segudang pertanyannya.
"Eh Ana." Pekiknya. Hingga yang lain ikut menoleh kearahnya.
"Kenapa?" Tanya Ana melihat raut wajah Rika.
"Jelaskan padaku yang semalam." Ucap Rika to the point.
"Jelaskan apa memangnya?" Sahut salah satu temannya di sana. Ia merasa penasaran dengan apa yang akan di bahas. Karena dia semalam pulang terlebih dulu.
"Ayo Ana, coba katakan." Desak Rika yang seperti
tidak sabar.
"Ck.. sabar kenapa sih." Decak Ana.
"Gimana aku jelasinnya?" Ujar Ana lagi, ia bingung menjelaskan dari mana awalnya.
Rika menepok jidatnya pelan karena Ana." Katakan padaku, apa yang di katakana oleh tuan Sean semalam itu benar?"
"Iya... benar." Lirih Ana pelan.
"Sejak kapan? Kenapa kau tidak memberitahuku?" Cerca Rika.
"Ceritanya panjang."
"Memangnya, apa yang terjadi antara Ana dan tuan Sean?" Tanya teman seruangan mereka.
"Ana sudah menikah dengan tuan Sean." Jawaban Rika membuat temannya itu terkejut.
"What... apa benar itu Ana?" Pekiknya sangat kencang mengetahui fakta itu, untungnya hanya ada 4 orang di ruangan itu. Ana hanya bisa menganggukkan kepalanya saja.
"Kapan kalian menikah Ana? Kenapa kau tidak mengundang kami?" Tanya salah satu temannya lagi yang tidak kalah kaget.
"Aku mendadak menikah dengannya. Pernikahan kami pun di langsungkan secara tertutup. Hanya keluarga Sean saja yang menghadiri pernikahan kami." Jelas Ana pada teman-temannya.
"Memangnya kenapa Ana? Bukannya ini adalah pernikahan kalian sekali seumur hidup? Kenapa di lakukan secara tertutup?" Cerca Rika.
"Aku tidak tau pasti itu, mereka bilang hanya tidak ingin musuh-musuh mereka tau." Jelas Ana lagi.
"Mungkin keluarga Sean tidak ingin kamu celaka nantinya, keluarga mereka kan terkenal. Pasti banyak musuh bisnisnya yang mencari celah." Sahut salah satu dari mereka.
"Tapi... kalian janji ya. Jangan katakana tentang ini pada semua orang di sini." Pinta Ana pada teman-temannya.
"Kami janji." Ucap semuanya serempak.
"Jadi... waktu kau tidak masuk bekerja selama satu minggu itu...?" ucap Rika terjeda.
"Iya..."jawab Ana yang tahu arah pembicaraan Rika.
"Lalu... orang-orang yang waktu itu bilang tuan mereka adalah tuan Sean?" Tanya Rika lagi.
"Iya.."
"Lalu... kemarin kau ada janji itu juga dengan tuan Sean?" Rika kembali bertanya.
"Iya..." Ana hanya mengiyakan pertanyaan dari Rika. Karena memang itu benar semua.
"Kau beruntung Ana. Kami ucapkan selamat atas
pernikahan kalian. Semoga kalian langgeng sampek
kakek nenek ya." Ucap salah satu dari mereka.
"Iya.. terima kasih ya. Maaf aku tidak bisa mengundang kalian." Ujar Ana yang merasa tidak enak.
"Tidak apa-apa Ana, kami mengerti."
"Sudah yuuhh... kita bekerja. Nanti di sambung lagi." Potong salah satu dari mereka. Karena memang sudah waktunya jam kerja di mulai.
Mereka pun fokus terhadap pekerjaan mereka masing-masing tanpa ada yang bersuara.
Tak terasa jam sudah menunjukkan waktu makan
siang.
"Kita makan siang yuk." Ajak Ana pada teman-temannya.
"Kau tidak makan bersama dengan tuang Sean?"
Timpal Rika pada Ana.
"Tidak, aku sudah izin padanya untuk hari ini aku akan bersama dengan kalian." Jawab Ana.
"Tumben sekali dia mengizinkanmu?" Sahut salah satu di antara mereka.
"Aku besok sudah tidak boleh bekerja lagi, makanya aku izin kali ini untuk bersama kalian." Jawab Ana dengan sendu.
"Yaahh... tidak asik dong tidak ada Ana." Sahut dari mereka.
"Ya udah deh gak apa-apa. Ya udah ayok kita makan."
Mereka semua pun bergegas menuju kantin yang ada di
perusahaan.
Meninggalkan Ana dan kawan-kawannya yang berada di kantin, kita melihat ke sisi Sean yang saat ini tengah kedatangan Jesica. Entah apa lagi yang ia inginkan.
"Sean... aku datang kesini meminta maaf. Maafkan aku Sean. Aku juga mohon padamu, urungkan niatmu untuk membatalkan kerjasama mu dengan perusahaan daddy-ku." Jesica memohon di depan Sean.
"Bukankah sudah aku bilang padamu. Jangan menampakkan dirimu di depanku. Apa kau tidak mengerti?" Sentak Sean.
"Sudah tidak ada gunanya kau memohon untuk itu. Itu adalah konsekuensi yang harus kalian terima."
Sambung Sean.
"Tapi Seann... aku tidak ingin pertemanan kita menjadi seperti ini. Maafkan aku Sean." Jesica tidak berhenti memohon.
"Pergi, atau kau keluargamu akan aku buat hancur satu kedipan mata?" Ancam Sean.
"Aku tidak mau pergi sebelum kau memaafkan aku." Kekeh Jesica
"Apa kau sudah melupakan pertemanan kita yang sudah bertahun-tahun? Maafkan aku Sean." Jesica tidak ada hentinya untuk merengek pada Sean.
Cukup lama Jesica memohon pada Sean, hingga
Sean murka pada Jesica.
"Keluar!!!" Suara Sean menggelegar seisi ruangannya. Jesica di buat takut akan teriakan dari Sean. mau tidak mau Jesica keluar.
la berjalan cepat dengan perasaan marah. Di tengah-tengah perjalannnya, ia melihat Ana bersama dengan teman-temannya.
la sangat marah karena semalam Ana makan malam bersama Sean. Jesica ingin sekali mendekat kearah Ana dan menyeret Ana keluar namun ia urungkan. Ia tidak mau Sean mengetahui dan memarahinya kembali.
la mempunyai rencana lain yang akan di gunakan untuk menyingkirkan Ana nanti.