#Warning
Cerita ini hanya fiktif belaka. Jadi jika kalian suka silakan ikuti dan komentar lah dengan sopan dan baik. Selain itu, cerita ini tidak ada sangkut pautnya dengan melecehkan perempuan bercadar. karena cerita ini. Alzena memiliki karakter tegas yang berbeda dari yang lain sehingga kalian mungkin akan bilang tidak sesuai dengan pakaiannya atau apa pun hal lainnya🙏🙏🙏🙏
Athar Azmi adalah seorang berandalan yang selalu menjadi ketakutan penduduk kampung di tempatnya berada.
Ia sangat suka menciptakan masalah besar yang mendatangkan keributan.
Hingga suatu hari Athar dan kelompoknya melakukan pengeroyokan pada seorang anak remaja.
Dimana saat itulah Ia di pertemukan dengan seorang gadis bercadar yang sudah di lecehkan nya.
~~~~
Jadi sebelum tahu bentuk pelecehan itu seperti apa? Alangkah baiknya di baca dahulu isi cerita di dalamnya😁😁😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sobri Wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Berpisah
"Iya dong Pak, Athar kan Imam sekarang. Jadi dia harus memberi contoh yang baik pada Zena tentang pentingnya sholat 5 waktu," timpal Paman Ardy yang mewakili jawaban Athar sambil menepuk-nepuk bahu keponakan menantunya itu.
"Hehehe... iya Pak." Athar nyengir kuda dan mengangguk setuju saja dengan jawaban Paman Ardy, Meski dalam hati ada rasa kesal karena tak bisa menolak ajakan Paman Ardy sebab malas menanggapi orang-orang yang pasti bakal usil dengan apa yang di kerjakannya.
Sholat Maghrib pun akan segera di mulai kebetulan kondisi Masjid sangat sepi hanya ada 6 orang saja yang berisikan orang-orang yang sudah tua semua.
"Thar, ayo Iqomah!" Titah Pak Badrul salah satu selaku dari imam masjid itu.
"Saya Pak!" Athar seakan terserang gugup bukan main. Kenapa jadi dia yang di suruh. Padahal Ia dia tidak punya persiapan sedikit pun tadi. Athar menoleh kearah Paman Ardy yang dengan semangat menganggukkan kepala.
Apa boleh buat, Athar terpaksa menerima mikrofon dari tangan Pak Badrul untuk melantunkan Ayat-ayat kebesaran Allah itu. Sebenarnya bukan Athar tidak bisa, tapi sudah sekitar 7 tahun sejak Ia terakhir belajar mengaji Athar tidak pernah mengasahnya lagi.
Setelah mendengar suara Athar Yang ternyata cukup merdu, Paman Ardy tersenyum sangat senang. Ia memang tidak salah pilih dengan menjodohkan Alzena pada Athar. Meski di balik suara itu ada sedikit getaran yang mungkin membuat Athar nervous karenanya.
Tak terasa Sholat maghrib akhirnya usai, Paman Ardy dan Athar memutuskan untuk pulang ke rumah dimana Bibi Marwah sedang sibuk menyediakan makan malam untuk mereka.
"Assalamualaikum...!" Sapa Paman Ardy.
"Wa'allaikum sallam, Yah!"
Mereka pun segera bersalaman begitu juga Athar yang secara tidak langsung di tuntut untuk selalu sopan pada mereka.
"Zena mana Bi?" Tanya Athar yang melihat sang istri tidak ada di ruangan itu.
"Masih di kamar, dia sedang mengemas pakaian yang akan di bawa besok. Ya udah Thar ayo makan dulu bareng Paman!" Ajak Bibi kemudian.
"Iya Bi, saya izin masuk dulu!" Athar segera melenggang pergi menemui Zena yang memang tampak sangat sibuk di depan sebuah lemari.
"Zen...!"
Perempuan itu membalikkan badan dan tersenyum saat melihat Athar masih menggunakan kofiyahnya, "Mas, dari mana?"
"Ikut Pamanmu lah ke masjid. Bukankan itu sangat mengesalkan ya?" Jawab Athar yang segera mencari baju ganti yang lebih ringan dari dalam tasnya.
"MasyaAllah Mas, bukanlah itu adalah hal yang sangat indah. Bisa masuk kerumah Allah yang megah itu untuk bermunajat. Jangan lupa Doakan rumah tangga kita ya agar bisa sakinah, mawadah dan warohmah!"
Athar hanya membalas dengan menatap dingin. Zena tidak tahu saja kalau dia harus menahan malu tadi karena di suruh melakukan sesuatu yang sudah sangat lama tidak pernah lagi di sentuhnya.
*****
Malam yang indah itu kembali berlalu dengan begitu saja. Tidak ada lagi yang namanya malam pertama. Sampai akhirnya mereka harus berpamitan pulang ke rumah Abah karena Athar sudah sangat merindukan para sahabatnya.
"Ndok, baik-baik ya di rumah Mertuamu. Jadilah istri dan menantu yang patuh untuk Athar dan mereka nanti!" Pesan Bibi Marwah yang tidak pernah bosan mengatakan hal itu, meski sudah berkali-kali diangguki oleh Zena.
Harapan Bibi Marwah dan Paman Ardy hanyalah agar Zena berbakti dan selalu bahagia dengan keluarga barunya.
"Saya juga titip Mbak Zena ya Bang, tolong jangan sakiti dia. Karena Mbak Zena adalah perempuan yang istimewa," sahut Malik pula yang ikut mengingatkan Athar akan pentingnya melindungi seorang istri. Malik tidak mau kelak Athar berbuat kasar atau malah menyakiti Zena dengan tangan atau kelakuannya itu.
Athar yang tidak ingin Paman dan Bibi tahu kalau Athar tidak suka dengan Malik pun langsung menganggukkan kepalanya. Biar saja sekarang seperti itu tapi untuk melaksanakannya atau tidak itu akan menjadi urusan Athar kedepannya. Bukan hak Malik mengatur jalan hidupnya.
Selang beberapa waktu masih menunggu di depan teras, mobil Abah menepi di rumah Paman Ardy. Beliau segera menyapa besannya itu untuk meminta izin membawa serta Zena kerumahnya.
"Gak masuk dulu Bah?"
"Tidak usah Pak, terima kasih. Sebab hari ini saya dan Bagong mau ke kebun kopi jadi maaf ya kalau sedikit buru-buru," jawab Abah sembari menoleh kearah sopirnya yang menunggu di dalam mobil.
"Oh iya Bah, mohon bimbing Zena di sana!" Pinta Paman Ardy lagi.
"Tentu Pak, jika berada di rumahku Zena adalah putri kami. Jadi serahkan saja Zena pada kami," jawab Abah Dullah meyakinkan.
"Baik Pak, kami sangat mempercayai Abah dan para Ibunda Athar!"
Mereka pun berpamitan meninggalkan rumah Paman Ardy dan Bibi Marwah yang sebenarnya sangat berat melepaskan Zena untuk pergi. Tapi mau bagaimana lagi, Zena adalah anak perempuan yang harus ikut suaminya ketika sudah menikah. Tidak ada lagi hak mereka untuk menahan Zena agar tetap tinggal bersama suaminya di rumah mereka.
"Ya Allah Yah, Ibu jadi seperti kehilangan anak gadis Ibu sekarang. Biasanya Zena pergi hanya untuk menuntut ilmu dan pulang kapan pun Ia mau. Tapi sekarang dia sudah menjadi milik suaminya yang entah kapan bisa tidur dan berkumpul lagi di rumah kita!" Kelu Bu Marwah sembari mengusap dadanya.
"Iya Bu, yang sabar ya. Mungkin ini sudah saatnya kita harus berlapang dada membiarkan Zena menemukan jalan hidupnya untuk memulai sesuatu yang baru bersama keluarga kecil mereka. Doakan saja semoga Athar bisa menjadi suami yang baik untuk Zena, bisa menjaga dan mengayomi Zena dari sisi mana pun," Ucap Paman Ardy yang selalu saja pandai bersikap sangat bijaksana untuk menenangkan Bibi Marwah yang sejatinya mudah sekali terbawa oleh suasana.
Duh kok feeling aku ga enak ya aku takut ny athar kena imbas dri kelakuan teman2 nya palagi waktu itu syfa ambil fhoto ny athar di markas
untung malik masih percya lg sama athar,padahal athar pernah membuat malik sengsara.....kok masih ada kepercayaan nya....
jgn kita terlalu menilai dari segi sifat,sikap seseorang.......
terimakasih thor ceritanya.....walaupun pendek....manfaat juga..