NovelToon NovelToon
Cinta Selamanya

Cinta Selamanya

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi / Perjodohan / Romantis / Fantasi / Cinta Murni / Mengubah Takdir
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: eloranaya

Raisa tidak menyangka bahwa hidup akan membawanya ke keadaan bagaimana seorang perempuan yang menjalin pernikahan bukan atas dasar cinta. Dia tidak mengharapkan bahwa malam ulang tahun yang seharusnya dia habiskan dengan orang rumah itu menyeretnya ke masa depan jauh dari bayangannya. Belum selesai dengan hidup miliknya yang dia rasa seperti tidak mendapat bahagia, malah kini jiwa Raisa menempati tubuh perempuan yang ternyata menikah tanpa mendapatkan cinta dari sang suami. Jiwanya menempati raga Alya, seorang perempuan modis yang menikah dengan Ardan yang dikenal berparas tampan. Ternyata cantiknya itu tidak mampu membuat Ardan mencintainya.

Mendapati kenyataan itu Raisa berpikir untuk membantu tubuh dari orang yang dia tempati agar mendapatkan cinta dari suaminya. Setidaknya nanti hal itu akan menjadi bentuk terima kasih kepada Alya. Berharap itu tidak menjadi boomerang untuk dirinya. Melalui tubuh itu Raisa menjadi tahu bahwa ada rahasia lain yang dimiliki oleh Ardan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eloranaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14. The Tears

Mobil yang dikendarai Ardan melaju dalam kecepatan normal di jalanan. Meskipun tidak ikut menceburkan diri Raisa juga tetap merasa kelelahan hanya dengan menunggu Ardan dan Zeean bermain air. Dia kini bersandar di kursi mobil, sesekali melihat ke bangku belakang untuk mengawasi Zeean yang sibuk menonton kartun di ponsel Ardan.

"Zeean mau makan apa?" Suara Ardan memecah keheningan di antara mereka.

"Ayam."

Ardan mengangguk, dia tidak mengurangi atau menambah kecepatan laju kendaraannya. Selang setengah jam mobil Ardan berhenti di area jalanan yang Raisa kenali. Itu adalah jalanan di mana tempat raganya ditabrak oleh lelaki di sebelahnya. Mobil lelaki itu berhenti persis di depan rumah makan yang tidak jauh dari tempat kejadian perkara.

Raisa menunjuk lurus, "Di depan sana aja. Ada sate ayam mantep."

Zeean langsung berdiri dari duduknya. Melemparkan ponsel begitu saja untuk melihat lebih jelas tempat yang ditunjuk oleh Raisa. Zeean berseru, "Mauuu! Zeean mau sate."

"Yakin?" Ardan bertanya.

"Iyaaa. Yakin bangettttt."

"Lo?" Giliran Ardan menatap Raisa.

"Ya, kenapa nggak? Aku biasa makan pinggir jalan gitu. Ketutupan benci, sih. Jadi nggak tahu kan?" ucap Raisa ngawur.

Ardan sempat meragu tetapi ujungnya dia tetap menginjak gas mobilnya sedikit untuk mencapai warung makan beratap terpal. Sangat sangat berbanding dengan tempat Ardan berhenti sebelumnya, meskipun letaknya tidak begitu jauh.

Mereka bertiga turun dan berjalan beriringan. Raisa yang pergi memesan karena keputusannya, menyuruh Ardan dan Zeean mencari tikar kosong yang berjejer di area penjual sate. Dia memesan tiga porsi sate ayam plus lontong dengan cacahan cabai dan bawang merah yang dipisah. Setelah itu dia menunjuk tempat yang sudah ada Ardan dan Zeean duduk, mengintruksikan penjual untuk mengantarkan pesanan ke sana.

"Tante kapan makan di sini? Kok tahu kalau enak?"

"Uhm, kapan ya? Pokoknya di sini enak deh!"

Disetujui. Mereka menunggu pesanan dengan tenang. Sampai tiga porsi sate ayam benar-benar datang dengan kucuran saus kacang yang mampu meleleh sempurna di mulut. Membius indra perasa mereka dengan kelezatan. Zeean sampai menjilat habis saus kacang yang menempel pada alas daun pisang di piring bambunya.

Sempat di tengah makan, Ardan bangkit dan memesan tujuh porsi lagi untuk dibungkus. Membuat Raisa takjub dan bertanya-tanya kenapa membeli sebanyak itu.

"Nanti gue mau mampir dulu, mumpung udah di sini."

"Ke mana?"

Tidak ada jawaban karena Raisa yang bertanya.

...****************...

Sebuah gedung besar bercat putih menjulang tinggi di hadapan Raisa. Sejak mobil dibelokan di parkiran rumah sakit yang dia kenali jantung Raisa entah kenapa berdegup kencang. Sebab tadi ketika sedang enak-enaknya menyantap sate sebuah omongan dari sekelilingnya yang dia yakin sudah dipelankan masih bisa tertangkap oleh pendengarannya. Mengganggunya sampai sekarang.

"Bukannya cowok itu yang nabrak seorang perempuan belum lama ini ya?"

"Iya, tuh. Di depan warung bakso Pak Jaya sebelah sana. Aku masih inget wajahnya."

"Kok masih keliaran, ya? Nggak dipenjara?"

"Kebal hukum?"

"Biasa, Pak. Orang kaya duit yang kerja."

Berbagai kalimat yang terlontar itu menusuk telinga Raisa, dia mendongak untuk melihat Ardan dan benar saja wajah lelaki itu nampak gusar tetapi tetap berusaha menghabiskan makanannya.

"Pulang aja gimana?"

"Fokus abisin makanan lo." Ardan menjawab tanpa melihat balik ke arah Raisa.

Ucapan-ucapan itu mampu membawa kenangan buruk yang berusaha dia lupakan itu kembali lagi dengan bersamaan. Menggeruduk.

"Lo di sini bentar, gue mau nganter ini." Raisa terperangah. Lamunannya buyar dan menarik kesadarannya kembali. Ardan telah meninggalkannya di dalam mobil dengan Zeean yang tertidur di kursi belakang dan mesin yang masih menyala setelah berkata begitu.

Awalnya Raisa memang mau mendengarkan perintah Ardan tetapi karena sudah menunggu dua puluh menit Ardan tidak kunjung menunjukkan batang hidungnya Raisa penasaran apa yang dilakukan lelaki itu. Tersirat juga dia ingin tahu apakah prasangka mengenai 'teman Raisa' yang dibicarakan oleh ibu aslinya beberapa hari lalu ketika dia berniat mengunjungi raganya adalah Ardan yang itu. Ardan suami Alya.

Raisa menyusuri koridor, melangkah pasti sampai ke kursi tunggu sebuah ruang yang telah dia hapal tata letaknya.

Kakinya mendadak kaku, orang yang dia cari betulan ada di sana. Dan 'teman Raisa' yang dianggap oleh ibunya adalah benar Ardan. Sesuai dugaan.

Dilihatnya Ardan tengah bersimpuh di lantai dan berusaha menyuapi seorang perempuan yang bibir pucatnya bergetar dengan selimut membalut tubuh. Kemudian di bangku kosong sebelahnya seorang pria yang tak lain adalah ayah asli Raisa sedang tidur dengan meringkuk.

Ya, Tuhan. Ada apa? Raisa bertanya-tanya. Dia segera berlari mendekat dengan terburu.

"Ini kenapa? Ibu kenapa?"

Ardan jelas terlonjak. Melihat kehadiran Raisa dalam wujud raga Alya di sekitar ruangan tersebut reaksi yang Ardan tunjukan paling awal adalah tersuntuk-suntuk sebal. Membayangkan kalau istrinya itu akan membuat keributan di sana.

"Nggak usah drama di sini, gue cu—" Raisa tidak menggubrisnya, dia langsung menempelkan punggung tangan ke dahi ibu aslinya. Yang tidak lama cepat-cepat dia tarik menjauh ketika merasakan panas tinggi.

"Ibu masih ingat saya, kan?" Yang ditanyai mengangguk.

"Ibu kenapa nggak istirahat saja, sih?"

"Anak ibu belum bangun-bangun, Mbak. Dia masih di dalam sana, koma. Ibu mau jadi orang pertama yang dia lihat waktu sadar nanti."

Raisa mengangguk-angguk frustasi. Cairan bening hangat lolos begitu saja dari pelupuk matanya. "Iya, Bu. Iya. Tapi tolong diperhatikan juga kesehatan sendiri, anak ibu pasti sedih kalau ibu sebegininya mengorbankan diri."

"Eh? Mbak kenapa nangis? Ini ibu hanya demam biasa nanti juga sembuh." Jemari gemetar ibunya berusaha menghapus buliran yang mengalir di kedua pipinya, dengan lembut.

"Bapak juga kenapa pilih tidur di kursi, sih? Kursinya kan keras." Nada bicara Raisa penuh dengan kekesalan. Bukan marah pada orang tuanya, lebih kepada dirinya sendiri.

Sedikit gejolak mereda, Raisa berujar, "Semoga Raisa segera kembali ya, Bu." Harapan itu dia ucapkan dengan banyak maksud yang terkandung di dalamnya. Dengan Raisa kembali artinya dia bisa berkumpul lagi dengan keluarga aslinya, dengan itu artinya kedua orang tuanya tidak perlu kerepotan lagi menunggunya. "Anaknya nggak perlu ditungguin sebegininya, Bu. Dia pasti juga bakal ngertiin kok." Raisa melanjutkan.

"Lo bisa balik mobil aja nggak? Biar gue yang urus." Ardan menendang kecil sepatu Raisa menggunakan ujung sepatunya sendiri.

"Nggak. Lo aja. Anter Zeean pulang dulu sana, keburu malam."

"Ibu gue bisa marah kalau nggak bawa lo balik."

"Lo kan bisa alesan."

"Nggak bisa."

"Bisa."

"Ngeyel lo, brengsek."

Perdebatan kecil yang tidak diinginkan mencuat, sampai-sampai mengganggu ibu dan ayah Raisa. Lelaki tua tersebut berujar, "Kalian berdua pulang saja. Biar saya yang rawat istri saya. Aman kok, aman."

"Nggak, Pak. Saya kan tadi sudah minta supaya bapak istirahat dulu. Kita gantian."

"Kamu bisa dengerin saran aku nggak sih?" Raisa menyalang pada Ardan dengan berani. Air matanya masih luruh enggan berhenti. Di kepalanya membayangkan berbagai skenario mengenai hal-hal menyedihkan apa saja yang sudah dilalui orang tuanya selama raganya berbaring tak sadarkan diri di ranjang sana.

"Nggak."

Jawaban tak terbantahkan Ardan membuat Raisa mengutuk raganya sendiri. "Ah. Pake segala koma, jadi anak nyusahin banget."

"Jaga ucapan lo, Alya." Meski tanpa membentak ucapan Ardan tersebut mampu mengubah suasana di sekitar mereka berempat.

...****************...

1
fianci🍎
Pusing kepala baca cerita ini, tapi tetap seru. Teruslah menulis, author!
Perla_Rose384
Gak sabar nunggu kelanjutannya thor, semoga cepat update ya 😊
Eirlys
Bikin saya penasaran terus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!