Jangan Rubah Takdirku !

Setelah acara pernikahan, Mansion Ansel tampak sepi. Rumah sebesar ini hanya dihuni oleh dia orang, siapa lagi jika bukan sepasang pengantin baru?

Ansel sengaja meliburkan semua maid yang ada disini karena ingin mengerjai Diana untuk membereskan seluruh Mansion. Sebenarnya bukan hanya mereka berdua, beberapa penjaga masih standby mengawasi mansion, tetapi mereka tidak masuk ke dalam jika tidak mendapat perintah dari Ansel.

Saat ini Diana sudah berada di kamar, tadi saat wanita itu akan kembali ke kamar sempat mengalami drama dimana saat Diana kesulitan berjalan, Ansel melarang semua orang membantu dan lebih memilih dirinya yang menggendong Diana. Tetapi saat pandangan semua orang tak terjangkau lagi, dengan kejam nya Ansel menghempaskan tubuh Diana ke lantai. Bukan nya merasa kasihan atau meminta maaf, Ansel justru tertawa melihat ekspresi Diana yang menahan sakit. Hati Diana sebenarnya sangat dongkol, tapi dia tak akan mengucapkan apapun selama dia masih sabar menghadapi kekejaman Ansel.

"Hei, istri! Cepat, bantu aku mandi!" Sentak Ansel yang tentu saja mengagetkan Diana. Bukan suara kasar Ansel yang membuat nya kaget, tetapi perkataan Ansel lah yang membuat Diana melebarkan mata.

"Apa kau tuli?" Ansel kembali bertanya sembari menatap tajam Diana. Mendapat tatapan seperti itu membuat nyali Diana menciut hingga mau tak mau Diana mendekat dan membantu Ansel membuka baju Ansel.

Sebenarnya Diana sangat tidak nyaman melakukan nya, tetapi jika dia menolak pasti akan mendapatkan hukuman. Oleh sebab itu, dia mengesampingkan rasa ketidaknyamanan nya agar tak semakin menambah perlakuan kasar Ansel padanya.

Dengan penuh keraguan Diana mulai membuka satu persatu kancing kemeja berwarna putih yang dipakai Ansel. Rasanya ingatan Diana kembali berputar saat mereka menghabiskan malam panas hingga berakhir naas.

Satu persatu kancing kemeja telah terbuka hingga menampilkan perut sixpack Ansel mulai terlihat, Diana hanya bisa menelan saliva nya susah payah. Dia wanita normal, meski sudah memutuskan berubah tetapi naluri kewanitaan nya tidak bisa dicegah. Tentu saja dia sangat tergiur dengan pemandangan di depannya.

Fisik Ansel benar-benar sempurna, memiliki wajah tampan dengan kesemuanya terlihat begitu indah. Ditambah tubuh Ansel yang kekar dan berotot semakin menambah aura nya sebagai seorang pria sejati.

Tubuhnya putih mulus tanpa ada noda, benar-benar semakin memancing orang yang melihat nya untuk bersikap khilaf.

Diana jadi ingat bagaimana dia bersikap agresif pada Ansel hingga laki-laki di depan nya ini begitu puas dengan pelayanan nya. Waktu itu Diana merasa sangat bangga karena bisa berhubungan dengan lelaki setampan Ansel. Dia berusaha melayani sebaik mungkin dan seagresif mungkin agar laki-laki itu tak bisa melupakan nya.

Duh, mengingat malam itu semakin membuat Diana ingin mengulangi lagi, Eh. Ah, Diana memerah membayangkan dia akan mengulang percintaan panas, terlebih sekarang kan malam pertama mereka?

Issh ... mikir apa sih, Diana! ? Mana mungkin Ansel mau mengulangi malam itu sedangkan laki-laki itu saja begitu jijik dengan tubuh nya. Diana merutuki kebodohan nya sendiri, bisa-bisa nya otaknya malah berpikiran hal-hal yang mustahil.

"Terpesona, hm?"

Mata Diana melebar dengan wajah sudah memanas yang dia yakini bahwa saat ini pipi nya sudah memerah seperti tomat.

Diana sangat malu saat Ansel menyadari pikiran kotor nya. Bahkan laki-laki itu kini tersenyum miring sembari merapatkan tubuh mereka hingga dua tubuh itu saling menempel tanpa ada jarak.

Diana bisa merasakan dengan jelas detak jantung Ansel yang berdetak kencang dengan kulit hangat Ansel yang mulai menjalar ke tubuh nya. Begitu nyaman rasanya andai mereka menikah atas dasar cinta. Bersandar di dada bidang nya, meraba kulit nya dan bermanja-manja. Arhh ... lagi-lagi Diana berhalusinasi pada sesuatu yang tak mungkin terjadi.

"Aku tahu kau menginginkan ini." Satu Tangan Ansel mengarahkan tangan Diana untuk memegang perutnya lalu dengan gerakan lembut meraba seluruh area kulit yang terekspos hingga menimbulkan suara desisan dari mulut Ansel.

Sialnya Diana tak bisa menolak perlakuan Ansel, begitu blank nya otak Diana membuat nya hanya bisa menuruti semua perlakuan Ansel.

Oh tidak! Jika ini tidak segera dihentikan, mereka akan semakin khilaf.

Wajah Ansel bahkan sudah memerah menahan gairah saat tangan Diana diarahkan ke lehernya. Ansel benar-benar membuat dirinya dalam masalah sendiri. Bahkan kali ini mungkin dia sudah tidak bisa berhenti jika tidak ingin kepala nya mengalami pusing berkepanjangan.

"Ssshh ..." Desisan Ansel seakan mengembalikan kesadaran Diana. Mata nya melotot setelah menyadari posisi mereka yang begitu intim dengan tangannya yang sedang bertengger di leher jenjang Ansel.

"Aaaaa..!" Diana berteriak keras sembari menarik dirinya dari Ansel.

Dengan satu dorongan Diana berhasil menjauh dari Ansel. Seketika laki-laki yang sedang dipenuhi kabut gairah itu pun tersadar.

Nafas nya sudah tak beraturan, mata nya menatap sayu Diana diiringi dengan sebuah geraman.

"Kenapa?" Tanya nya kesal dengan suara serak. "kau ingin melawan ku, heh?" Tatapan Ansel berubah tajam dan mendominasi, bola matanya seakan menghunus Diana hingga menembus hatinya.

Diana menjadi ketakutan sendiri melihat nya. Dia panik, tapi sebisa mungkin dia harus bersikap tenang. Bahkan dia merutuki diri nya sendiri, bisa-bisa nya tadi dia terlena dan begitu menikmati saat menyentuh tubuh Ansel. Ah ... dia sangat malu! Pasti Ansel akan semakin membenci nya karena ketahuan berpikiran kotor.

"A-aku akan menyiapkan airnya." Hah, untung saja Diana masih bisa berpikiran jernih hingga dia bisa mendapatkan ide cemerlang untuk menghindari Ansel.

Wanita itu buru-buru bergegas ke kamar mandi untuk menyiapkan air mandi suami nya.

"Mau kemana?" Suara bariton itu berhasil membuat hati Diana bergetar. Diana selalu merasa dibuat terkejut dengan suara Ansel. Entah apa yang membuat nya menjadi penakut seperti ini, tapi rasanya suara Ansel itu seperti sebuah ancaman untuk nya.

"Kau tak mendengar ku, hm?" Ansel kembali bertanya saat Diana hanya mengentikan langkah tetapi tak menjawab apalagi membalikkan badan menatap Ansel.

Huh, Diana menarik nafas nya pelan, menghirup oksigen sebanyak-banyaknya untuk menghilangkan ketakutan yang begitu mendominasi. Setelah dirasa tenang, Diana baru berani membalikkan badan dan menatap mata Ansel yang selalu berhasil mendominasi tatapan mereka.

"Aku akan menyiapkan air dulu, kau tunggu lah disini." Sahut nya dengan nada tenang. Meksi hatinya masih bergetar tak karuan, tapi kini Diana begitu pandai menyimpan hal itu.

"Berani sekali kau mengatur ku. Memang nya kau ini siapa?" Sungut nya. Dia benar-benar tak suka hidup nya diatur orang lain. Dia benar-benar kesal saat ada orang yang dengan berani mengatur-atur hidup nya.