(follow Instagram ku: @Picisan_Imut94)
rasanya seperti mimpi, melakoni suatu pernikahan dadakan hanya karena salah paham warga yang mengira keduanya telah melakukan mesum di sebuah kedai kopi sederhana.
Kinara gadis penjual kopi ini entah ketiban sial atau sebuah keberuntungan, Tiba-tiba harus merubah statusnya menjadi seorang istri pria asing.
selama ini Kinara hanya mengenal Tara sebagai seorang supir taxi online, dan di luar dugaan Tara ternyata adalah Leonard Dewantara.
seorang pemimpin perusahaan Dewantara Grup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon picisan imut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
getaran di hati
Gadis itu menghela nafas, sudah tidak tahu lagi ingin melakukan apa pada keluarga Bi Santi, karena tidak puas dengan memeras dirinya kini suaminya malah jadi kena imbas akibat keserakahan mereka.
Ia pun menoleh dan menyentuh kening Tara, mengecek suhu tubuhnya. Lalu bernafas lega, karena pria itu sudah tidak demam. "Mas Tara sudah tidak pusing lagi?" Tanya Kinar. Pria itu pun hanya membalas dengan senyuman dan anggukan kepala saja, Walaupun masih terasa sedikit.
"Haaaahhh, syukurlah. Ayo masuk mas, di luar banyak angin." Gadis itu menutup pintu rumahnya lalu menuntun Tara ke sofa usang nya.
"Benar sudah tidak pusing lagi mas?" Tanya Kinar kembali memastikan.
"Tidak Kinar, aku sudah jauh lebih baik," jawab pria di sampingnya, sementara Kinar hanya tersenyum.
"Kinar, kenapa lama sekali?"
"Ohh, aku tadi dari apotik dulu mas, membeli obat untuk mu." Mengangkat kantong keresek yang ada di tangannya tinggi-tinggi.
"Wah, kau membelikan ku obat?" Sedikit tersanjung.
"Iya mas. Nanti saat makan siang di minum ya?"
"Iya." Tersenyum senang.
"Aku ambil air minum dulu, Kinar haus, mas mau ku ambilkan juga tidak?"
"Iya." Hanya menjawab iya sedari tadi karena pandangannya hanya berfokus pada wajah Kinar tanpa berkedip. Seperti ada hal lain di diri Kinar saat ini, karena Membuatnya merasa betah melihat wajah itu, bahkan hingga gadis itu beranjak dan menghilang masuk ke dalam ruang dapur.
Sedikit terangkat tangan Leon Menyentuh dada sebelah kirinya. Ia pun tersenyum tipis. "Aku?" Terus saja merasakan apa yang tengah ia rasakan. "Haaahh, jantung ku? Jantung ku berdegup kencang." Tertunduk sembari melebarkan senyumnya.
Hingga saat Kinar kembali keluar dengan dua gelas air di tangannya. Ia lantas menyerahkannya pada Leon, pria itu pun meraihnya.
"Terimakasih istriku." Ucapnya tanpa sadar, namun dari kata-kata tadi berhasil membuat Kinar terpaku ia bahkan lupa dengan dirinya yang juga hendak minum dan malah justru asik melihat pria itu menengguk minumannya, hingga habis.
"Lebih baik." Tersenyum. "Kinar?" Panggilan Leon, yang seketika membuyarkan lamunan gadis itu.
"Iya mas?"
"Aku ingin makan buah." Ucapnya, entah karena cuaca yang panas atau mungkin efek dari demamnya sehingga membuat Leon teramat ingin mengemil makan yang bisa menyegarkan mulutnya.
"Ahhh iya, Kinar seharusnya beli buah ya tadi, ya sudah. Kinar beli dulu ya." Beranjak, secepat itu pula Leon menahannya.
"Aku ikut ya." Pinta laki-laki itu.
"Jangan mas, mas di rumah saja ya."
"Aku tidak mau. Pokoknya aku mau ikut, aku jenuh Kinar."
"Tapi kalo nanti pening lagi bagaimana? Lebih baik di rumah saja tidak jauh kok."
"Aku sudah lebih baik Kinar. Aku ikut saja ya."
Tok tok tok....
Di sela-sela obrolan mereka terdengar suara ketukan dari luar. Keduanya menoleh ke arah pintu.
"Lebih manusiawi ini ketukan pintunya."
"Hehehe kali ini sepertinya orang normal mas," terkekeh sembari beranjak.
Ia lantas membuka pintu itu dan mendapati seorang pria berjaket ojek online.
"Ivan?" Gumamnya, mata Leon sudah membulat, saat mendapati pria yang ia kenal sudah berdiri di hadapan Kinar.
"Cari siapa?"
Ivan mengingat sejenak sembari melirik ke arah Leon. Sementara Leon hanya diam saja.
"Dia," hanya menunjuk ke arah pria yang tengah duduk di sofa. Leon pun hanya menghela nafas.
"Oh, anda temannya mas Tara ya?" Tanya Kinar semangat.
"Iya benar. Saya dengar, Tu? Maksud saya Tara sedang sakit jadi saya ingin menjenguknya." Jawabnya. Tara pun mendesah.
"Oh begitu ya, silahkan masuk mas." Ucap Kinar bergeser sedikit guna memberi jalan untuk Pria itu masuk.
"Terimakasih." Ucapnya, sembari melewati Kinar.
"Tunggu sebentar mas." Cegah Kinara, membuat pria itu menghentikan langkahnya.
"Saya kok seperti kenal anda ya?" Tanya Kinar berjalan dan berhenti di hadapan Ivan.
'ku harap nona tidak mengenali ku sebagai pria yang pernah membeli kopinya seharga satu juta.' batin pria itu.
"Tapi di mana ya?" Masih menatap sembari menggosok dagunya.
"Kinar, muka dia memang pasaran, mungkin kau punya kenalan yang mirip dengannya." Ucap Leon.
"Apa iya ya?"
"Iya mbak, pasti seperti itu." Ivan melebarkan senyumnya.
"Kinar?" Leon pun kini sudah berdiri di sebelah Kinar Menyentuh kedua bahu itu lalu membawanya ke belakang. "Aku mau minta tolong, bisa?" Tanya Leon di ruangan tengah.
"Apa mas?"
"Tolong buatkan minum untuknya."
"Ahhhh hahaha, itu sih sudah pasti mas. Tanpa perlu mas Tara minta tolong, Kinar pasti akan buatkan."
Leon tersenyum. "Terimakasih, tolong ya Kinar, aku keluar dulu menemui teman ku itu."
"Iya mas." Gadis itu berjalan masuk, sementara Leon memastikan Kinar sudah berada di dapur baru lah dia menghampiri sekertarisnya.
"Apa yang kau lakukan di sini sih?"
"Maaf Tuan saya hanya khawatir, ini Saya membawakan buah dan juga obat dari dokter Roy untuk Anda."
"Saya sudah ada obat dari Kinar."
"Obat apa? Boleh saya cek Tuan?" Pinta Ivan, Leon pun meraih obat di atas meja lalu menyerahkannya pada Ivan. Setelah mengeceknya ia lantas meletakkan lagi di atas meja.
"Mohon ampun Tuan, itu hanya obat biasa, saya rasa tidak akan manjur."
"Tapi tubuh saya sudah enakan kok. Dan Obat dari Kinar ini sudah cukup untuk ku,"
"Tapi Tuan?" Leon pun menginjak kaki Ivan karena melihat bayangan Kinar yang tengah keluar itu, sehingga sedikit mengerang lalu kembali membungkam mulutnya sendiri.
"Loh, kalian masih berdiri? Kenapa tidak di suruh duduk mas?" Berjalan mendekati sekaligus meletakkan secangkir teh hangat di atas meja.
"Maaf mbak, saya tidak lama kok, hanya ingin tahu saja kondisi Ta...Tara." ucap Ivan.
"Tapi anda harus tetap minum mas, kan saya sudah membuatnya." Titah Kinar, Ivan pun menoleh ke arah Leon.
"Duduk saja." Titah Leon, sembari duduk di kursinya, bebarengan dengan Ivan yang turut duduk juga.
Sedikit berbincang mereka di sana, dimana Kinara terus saja mencecar dengan berbagai pertanyaan yang terkadang sedikit sulit untuk Ivan menjawabnya, hingga setengah jam lebih, Ivan pun berpamitan pulang karena waktu yang sudah semakin siang menjelang sore.
***
Di malam harinya, Leon merebahkan tubuhnya, malam ini dia benar-benar tidak bisa tidur, ia sangat ingin gadis itu menemaninya lagi seperti semalam, namun entah bagaimana caranya, tidak mungkin kan dia meminta Kinar tiba-tiba tidur di kamarnya.
Dalam ke gundahnya pria itu terus berfikir bagaimana cara dia bisa membujuk Kinar agar mau menemaninya lagi.
Sedikit mengibaskan pakaian, Leon merasakan hawa panas teramat, sehingga membuatnya tidak nyaman. "Gerah sekali sih?" Gerutunya.
malam ini sepertinya akan turun hujan, karena gemuruh sudah mulai terdengar bersahutan, mungkin itu sebab kenapa hawa yang ia rasakan semakin panas, sehingga membuatnya beranjak keluar kamar. Di saat yang bersamaan, ia berpapasan dengan Kinar yang baru saja dari kamar mandi setelah menggosok gigi dan mencuci mukanya.
"Loh mas Tara belum tidur?" Tanya Kinar. Gadis itu mengerutkan keningnya, lalu menyentuh kening Tara, kali ini dia sudah tidak canggung lagi menyentuh Tara. "Mas demam lagi kah? Atau pusing lagi?"
"Tidak Kinar, aku hanya kepanasan," jawabnya.
"Begitu ya? Emmm, Kinar ada kipas angin tapi cuma satu. Kalo mas mau pakai tidak apa."
Leon pun berfikir sejenak, mungkin ini bisa di jadikan kesempatan untuknya. Tersenyum. "Kenapa tidak kita pakai bersama saja?" Tanya mas Tara berjalan mendekati Kinar.
"Ma... maksudnya?"
Meraih rambut Kinara yang tergerai itu, "Tidak apa kan? Kalo kita tidur satu kamar?"
Gleeekk, "hahaha bercanda kan."
"Aku serius."
'di...dia ngajakin tidur satu kamar? Apa jangan-jangan dia sudah menganggap ku istrinya, dan kita akan?' Kinar membulatkan bola matanya.
Tangan Leon meraih pergelangan tangan Kinar. "Ayo." Ajak Leon lalu membawanya yang mendadak tegang itu masuk ke dalam kamar Kinar.
Hingga pintu itu pun tertutup. Cklaaaaak Leon menguncinya dari dalam.
Bersambung.....
sekarang ingin baca lagi cerita nya bagus
insyaallah akan manis di akhir nya