NovelToon NovelToon
SISTEM BALAS DENDAM: MENJADI RAJA HAREM

SISTEM BALAS DENDAM: MENJADI RAJA HAREM

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Sistem / Crazy Rich/Konglomerat / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Harem / Kaya Raya
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: ZHRCY

Dia tertawa bersama teman-temannya yang kaya raya… berani memperlakukanku seperti mainan.


Tapi sekarang giliran dia yang jadi bahan tertawaan.


Ketika aku dipermalukan oleh gadis yang kucintai, takdir tidak memberiku kesempatan kedua, melainkan memberiku sebuah Sistem.


[Ding! Tugas: Rayu dan Kendalikan Ibunya – Hadiah: $100.000 + Peningkatan Keterampilan]


Ibunya? Seorang CEO yang dominan. Dewasa. Memikat. Dingin hati.


Dan sekarang… dia terobsesi denganku.


Satu tugas demi satu, aku akan menerobos masuk ke mansion mereka, ruang rapat mereka, dunia elit mereka yang menyimpang, dan membuat mereka berlutut.


Mantan pacar? Penyesalan akan menjadi emosi teringan baginya.


[Ding! Tugas Baru: Hancurkan Keluarga Pacar Barunya. Target: Ibunya]


Uang. Kekuasaan. Wanita. Pengendalian.


Mereka pikir aku tak berarti apa-apa.


Kini aku adalah pria yang tak bisa mereka hindari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZHRCY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

99%?

Max sedang berada di apartemennya sambil menyeruput kopi, melihat sekeliling dan berpikir bahwa ia mungkin harus mencari tempat yang lebih baik. Dengan uang yang Elena berikan selama ini, ia sebenarnya sudah mampu.

Ia merasa sedikit seperti seorang sugar baby, tapi jujur saja? Ia tidak keberatan.

Sistem berbunyi dengan sebuah notifikasi.

Ia meliriknya sekilas, tetapi betapa terkejutnya ia ketika tingkat ketergantungan emosional Elena melonjak dari 94% menjadi 99% hanya dalam hitungan menit.

"Apa-apaan ini?" Ia meletakkan kopinya, mengernyit menatap layar.

Sebelum ia bisa memprosesnya lebih jauh, seseorang mulai menghantam pintu apartemennya.

Jantungnya melonjak. Ada tujuh panggilan tak terjawab di layar ponselnya, semuanya dari Elena.

Ketukan keras itu terdengar lagi, Max langsung berlari menuju pintu.

 

Elena tidak bisa bernapas. Perjalanan yang seharusnya memakan waktu dua puluh menit ia tempuh hanya dalam delapan menit, menerobos lampu merah dan hampir menabrak seorang pejalan kaki,.

‘Antonio tahu. Antonio sialan itu tahu dan tidak peduli tentang itu. Dan Maya— Oh tuhan, seperti apa monster yang sudah aku besarkan?’ Pikirannya terus berputar.

Kepalan tangannya menghantam pintu Max sampai buku jarinya berdarah.

Pintu terbuka.

Max berdiri di sana, kemejanya tidak dikancing, matanya lebar penuh kekhawatiran. "Elena, apa yang terjadi…"

Ia langsung berlari ke arahnya.

Max tersungkur mundur ketika Elena meraih kemejanya, bahunya, apa pun yang bisa ia pegang untuk memastikan bahwa Max itu baik-baik saja. Riasannya berlumur di dada Max. Napasnya terputus-putus.

"Aku tahu," ia terisak di leher Max. "Aku tahu apa yang dia lakukan padamu. Aku tahu tentang St. Patrick University. Aku tahu semuanya dan aku… Max, aku minta maaf. Aku benar-benar minta maaf."

Cangkir kopi Max jatuh ke lantai dan pecah. Max menjadi benar-benar kaku dalam pelukannya. "Apa yang kau katakan…?"

Elena menjauh sedikit, tangannya gemetar saat menyentuh wajah Max. "Suamiku tahu. Dia sudah tahu selama ini. Dia mengatakan itu hanya perkelahian kecil sementara kau…" Suaranya retak. "Sementara kau sendirian di rumah sakit karena putriku."

Max merasa dunia bergeser. Elena sudah tahu apa yang Maya lakukan padanya, dan sekarang ia datang ke sini, menghancurkan dirinya sendiri karenanya.

"Sudah berapa lama?" suara Max serak. "Sudah berapa lama kau tahu itu?"

"Dua puluh menit." Genggaman Elena di wajahnya semakin kuat. "Dua puluh menit dan aku tidak bisa berpikir jernih."

Ada sesuatu yang retak di dada Max. Hampir sebulan, ia memikul semua itu sendirian. Penghinaan, rasa sakit, cara semua orang memandangnya setelah itu… seolah ia pantas mendapatkannya karena berani mendekati seorang wanita dari dunia mereka.

Sekarang Elena Garcia hancur karena seseorang telah menyakitinya.

"Elena…"

"Ceritakan semuanya padaku, aku perlu tahu apa yang selama ini tidak kulihat."

"Kau tidak ingin cerita itu," Max berbisik.

"Aku membutuhkannya." Mata Elena menusuknya. "Aku harus tahu siapa putriku sebenarnya. Tolong, Max."

Max menatap wanita ini, wanita bukan hanya memilihnya, ia memilihnya di atas segalanya.

"Baik," katanya pelan, kedua tangannya menutupi tangan Elena. "Tapi Elena… setelah kau mendengar ini, kau tidak akan bisa melupakannya."

Rahang Elena mengeras.

"Bagus," katanya. "Aku lelah menjadi buta."

 

Max membawanya ke sofa, tangan Elena kembali menyentuh wajahnya, ibu jarinya menelusuri lingkar hitam di bawah mata Max.

"Ceritakan padaku apa yang terjadi," bisiknya.

Max terdiam di bawah sentuhannya. Elena melihat Max mundur ke dalam kepalanya…

"Max." Suaranya hampir tidak terdengar. "Jangan sembunyikan dirimu dariku. Tidak sekarang."

Dia mengalihkan pandangan, rahangnya mengencang. Ketika akhirnya ia berbicara. "Maya mengundangku ke pesta. Itu seharusnya menjadi kencan kami. Setidaknya… aku pikir begitu."

Max tertawa pahit. "Aku bahkan membelikannya cincin. Bekerja shift ganda selama berminggu-minggu untuk membayar itu. Tidak mahal, tapi asli. Aku pikir… aku pikir dia mungkin akan mengatakan ya kalau aku melamarnya."

Tenggorokan Elena tercekat.

"Tapi saat aku memberikan cincin itu, dia tertawa." Suara Max menjadi datar. "Keras. Seolah-olah dia sudah menunggu momen itu. Seolah-olah itu hal terlucu yang pernah dia lihat.”

Elena menurunkan kedua tangannya ke pangkuan.

"Lalu teman-temannya muncul. Mereka semua menonton sambil tersenyum sinis. Semua orang ikut terlibat kecuali aku. Ternyata itu taruhan, hanya permainan untuk melihat sejauh apa si anak beasiswa mau melangkah sebelum dia sadar."

"Tidak..." Elena berbisik.

"Dia sendiri yang mengatakan itu," Max melanjutkan, menatap ke dinding. "Dia mengatakan aku menyedihkan karena berpikir seseorang seperti dia bisa menginginkan seseorang seperti aku. Katanya aku seharusnya tahu diri."

"Mungkin dia benar. Mungkin aku delusional. Teman-temanku sudah mencoba memperingatkanku tentang itu, dan mengatakan ada yang aneh. Tapi aku pikir mereka hanya iri padaku. Aku pikir apa yang kami miliki itu nyata."

"Dan lalu Miles dan teman-temannya memutuskan untuk memberiku pelajaran, tepat di depan semua orang. Seolah-olah aku ini hewan yang tersasar ke lingkungan yang salah."

"Ya Tuhan..."

"Mereka baru berhenti ketika aku sudah tergeletak di lantai." Suaranya datar, "Orang-orang menonton, ada yang merekam. Lalu aku bangun sendirian di rumah sakit tiga hari kemudian."

"Tidak ada yang datang," Max menambahkan pelan. "Tidak ada telepon, tidak ada pengunjung, hanya aku dan tagihan rumah sakit."

Elena menggelengkan kepalanya, tak ingin mendengar lebih banyak tapi juga tak bisa berhenti. "Lalu Maya?"

"Dia memblokir aku di semua tempat. Dan mengatakan ke orang-orang kalau aku sudah gila. Kalau aku mencoba memaksanya dan Miles menyelamatkannya dari orang gila."

"Aku tidak tahu," akhirnya dia berbisik.

Max mengangguk. "Aku tidak memberitahumu untuk membuatmu merasa bersalah."

"Tapi aku merasa bersalah," suaranya pecah. "Aku merasa sudah gagal padamu, pada kalian berdua. Dengan cara yang sangat berbeda."

Dia menyeka matanya dengan punggung tangan, tak peduli riasan wajahnya hancur. "Aku seharusnya melihat apa yang terjadi," bisiknya. "Aku seharusnya melakukan sesuatu."

Keteguhan Elena akhirnya benar-benar runtuh.

Isakan tangisnya pecah. Dia membungkuk, menutupi wajahnya dengan kedua tangan, seluruh tubuhnya bergetar hebat.

"Aku minta maaf," ia terisak di antara tangis. "Aku minta maaf, Max. Aku minta maaf karena tidak melindungimu. Aku minta maaf karena aku membesarkan dia hingga menganggap orang seperti dirimu itu bisa dibuang. Aku minta maaf karena aku terlalu buta untuk melihat siapa dia sebenarnya."

Max tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya menarik Elena ke dadanya, memeluknya erat ketika wanita itu hancur di pangkuannya.

"Aku seharusnya tahu," bisiknya pada bajunya, suaranya tersengal dan patah. "Seorang ibu seharusnya tahu ketika anaknya mampu berbuat sekejam itu."

"Elena..." suaranya lembut, tangannya mengelus rambutnya.

"Dia menghancurkanmu demi bersenang-senang," Elena tersedak. "Dan aku yang membiayainya, aku yang membayar pestanya, pakaiannya, seluruh hidupnya sementara dia..." Isak lainnya memotong kalimatnya.

Max memeluknya lebih erat, merasakan air mata Elena membasahi bajunya.

1
Rahmat BK
simple,tdk muter2
ELCAPO: jangan lupa like di setiap babnya dan juga jangan lupa vote terus cerita inii
total 1 replies
king polo
update
king polo
up
king polo
update Thor
july
up bro
july
update thor
Afifah Ghaliyati
update Thor
Afifah Ghaliyati
update
eva
up
eva
lebih banyak lagi thorr
Coffemilk
up
Coffemilk
update
sarjanahukum
👍👍
sarjanahukum
update
oppa
up
oppa
wohhh👍
queen
update thor
queen
update
eva
up
eva
up Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!