Dikhianati dan difitnah oleh selir suaminya, Ratu Corvina Lysandre terlahir kembali dengan tekad akan merubah nasib buruknya.
Kali ini, ia tak akan lagi mengejar cinta sang kaisar, ia menagih dendam dan keadilan.
Dalam istana yang berlapis senyum dan racun, Corvina akan membuat semua orang berlutut… termasuk sang kaisar yang dulu membiarkannya mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arjunasatria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Hari perayaan kemenangan akhirnya tiba.
Istana dipenuhi cahaya dan wangi bunga yang semerbak. Tirai sutra berwarna emas menghiasi aula besar, sementara para bangsawan datang dengan pakaian terbaik mereka, tertawa dan berpura-pura ramah satu sama lain. Musik lembut mengalun dari para pemusik di sudut ruangan, tapi bagi Corvina, semua itu terdengar seperti gema kosong.
Corvina berdiri di samping Cassian dan masuk ke aula pesta, sebagai pasangan yang di berkati langit. Mengenakan gaun yang senada dengan Cassian, Corvina tampak sangat menawan. Mereka di sambut salam hormat dari seluruh yang hadir di pesta tersebut.
Corvina berkali-kali menghembuskan napas kasarnya, membuat Cassian melirik ke arahnya.
"Kamu terlihat gelisah, Ratu?" tanya Cassian, "apa yang mengganggu pikiranmu?"
Corvina menggeleng pelan. "Tidak ada, Yang Mulia."
Cassian menatapnya sejenak, seolah tak percaya dengan jawaban singkat itu, namun akhirnya ia hanya mengangguk kecil dan meneguk anggurnya.
“Kalau begitu, tetaplah di sisiku malam ini,” katanya datar. “Aku tidak ingin gosip lain muncul hanya karena istriku tampak tidak bahagia di pesta kemenangan.”
Corvina menahan diri untuk tidak memutar bola matanya. Ia tersenyum tipis, sekadar menjaga wibawa. “Baik, Yang Mulia.”
Musik berubah menjadi lebih cepat. Para bangsawan mulai menari di tengah aula. Beberapa pasang mata melirik ke arah Corvina dan Cassian, mengharapkan mereka ikut turun ke lantai dansa.
“Kamu mau berdansa, Ratu?” tanya Cassian sambil menatap Corvina, suaranya lembut tapi mengandung nada perintah halus.
Corvina baru saja hendak menjawab ketika suara lembut namun menusuk masuk di antara mereka.
“Yang Mulia Kaisar,” sapa Meriel dengan senyum semanis madu, namun beracun, “bolehkah saya berdansa dengan anda malam ini?”
Tangan Cassian yang hendak meraih tangan Corvina terhenti. Ia menatap Meriel yang berdiri di depan mereka dengan gaun merah yang dipakainya tampak mencolok, terlalu berani untuk seorang selir. Para bangsawan di sekitar mereka mulai berbisik pelan, menunggu reaksi sang Ratu.
Corvina menegakkan punggungnya. Senyum tipis menghiasi bibirnya, namun matanya dingin. “Selir Meriel rupanya tidak takut mengambil risiko … meminta Kaisar berdansa di depan istrinya sendiri,” ucapnya datar.
Meriel menunduk, pura-pura sopan. “Saya hanya ingin berdansa dengan Yang Mulia kaisar, Yang Mulia Ratu. Untuk menunjukkan bahwa saya ini telah menjadi wanita milik Yang Mulia Kaisar. Tidak ada maksud lain.”
Cassian menatap keduanya bergantian. Sekilas, Corvina bisa melihat kebimbangan di matanya antara etika dan keinginan untuk menjaga suasana pesta tetap damai.
“Baiklah,” akhirnya Cassian berkata, suaranya tenang namun membuat dada Corvina terasa mengeras. “Satu tarian tidak akan menimbulkan masalah.”
Meriel menahan senyum puas dan menggandeng tangan Cassian dengan penuh kemenangan. Musik kembali mengalun, dan mereka berdua melangkah ke tengah aula.
Corvina berdiri diam, menatap punggung keduanya yang perlahan menjauh. Para bangsawan mulai berbisik lebih keras kali ini, sebagian melirik ke arah Ratu yang ditinggalkan sendirian di tengah keramaian.
Tangan Corvina mengepal pelan. Dalam hatinya, sesuatu bergetar. Anehnya, meskipun adegan seperti ini sudah pernah ia alami tapi tetap saja terasa menyakitkan buatnya. Tapi kali ini bukan karena rasa cemburu tapi merasa tidak di hargai sebagai Ratu.
Ia menatap ke arah Cesie yang ada di dekatnya dan berbisik pelan tanpa menoleh, “Ikuti Count Felix setelah dansa selesai. Jangan sampai ketahuan.” Cesie mengangguk lalu bergegas pergi.
Corvina masih berdiri di tempatnya, menatap lantai dansa di mana Cassian berputar anggun bersama Meriel. Sorak kecil dan tepuk tangan dari para bangsawan membuat suasana terasa seperti ejekan halus yang ditujukan padanya.
“Pemandangan yang menarik, bukan, Yang Mulia?” suara rendah itu muncul dari sampingnya.
Corvina menoleh, Theon berdiri di sana, mengenakan seragam kebesaran Grand Duke berwarna hitam dengan hiasan perak di kerahnya. Sorot matanya tenang, tapi ada sesuatu yang berkilat di dalamnya, semacam pengertian yang tidak diucapkan.
“Menarik?” Corvina tersenyum tipis. “Aku rasa tidak.”
“Menurutku justru menarik, Yang Mulia Kaisar meninggalkan Ratunya yang sangat menawan sendirian,” ucap Theon ringan, “karena kini Yang Mulia tampak sendirian … dan aku kebetulan tanpa pasangan.”
Corvina meliriknya sekilas. “Kebetulan?”
“Aku memang tanpa pasangan,” ralat Theon sambil mengulurkan tangannya. “Bolehkan aku menebus kesalahan sang Kaisar yang meninggalkan ratunya begitu saja?”
Beberapa bangsawan langsung memperhatikan mereka, berbisik pelan. Tapi Corvina tidak peduli. Ia menatap tangan Theon sejenak sebelum akhirnya meletakkan tangannya di sana.
“Baiklah, Grand Duke,” katanya pelan. “Kita lihat apakah kau bisa menari sebaik mulutmu yang pandai berbicara manis.”
Senyum Theon melebar sedikit. “Saya lebih baik dalam keduanya.”
Mereka melangkah ke lantai dansa. Musik berganti, lebih lembut dari sebelumnya. Saat tangan Theon melingkari pinggangnya dan mata mereka bertemu, Corvina merasakan sesuatu yang aneh, ketenangan di tengah hiruk pikuk pesta.
“Semua mata tertuju pada kita,” bisik Theon sambil tersenyum samar. “Apa Yang Mulia merasa tertekan?”
“Tidak,” jawab Corvina datar. “Aku sudah terbiasa menjadi bahan tontonan.”
“Kalau begitu,” Theon menunduk sedikit, suaranya nyaris berbisik di telinganya, “biarkan malam ini mereka menonton sesuatu yang tidak akan mereka lupakan.”
Dan di tengah aula, ketika Kaisar masih berdansa dengan selirnya, Ratu mulai menari bersama Grand Duke, dua bayangan elegan yang perlahan mencuri perhatian seluruh ruangan.
bertele2