Dua keluarga yang semula bermusuhan akhirnya memutuskan menjalin aliansi pernikahan.
Posisi kepala negara terancam dilengserkan karena isu menjual negara pada pihak asing disaat perbatasan terus bergejolak melawan pemberontakan. Demi menjaga kekuasaan, Sienna sebagai putri bungsu kepala negara terpaksa menerima perjodohan dengan Ethan, seorang tentara berpangkat letjen yang juga anak tunggal mantan menteri pertahanan.
Bahaya mengancam nyawa, Ethan dan Sienna hanya bisa mengandalkan satu sama lain meski cinta dari masa lalu menjerat. Namun, siapa sangka orang asing yang tiba-tiba menikah justru bisa menjadi tim yang kompak untuk memberantas para pemberontak.
Dua dunia yang berbeda terpaksa disatukan demi mendapatkan kedamaian. Dapatkah mereka menjadi sepasang suami-istri yang saling menyayangi atau justru berakhir saling menghancurkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrlyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 (Beban hati)
"Bagaimana jika mereka mengincar Sienna dan Ethan gagal melindunginya?" tanya Arthur tidak terima. Ia bahkan tidak ragu untuk menunjuk Ethan dengan cara yang kurang menyenangkan.
"Di mana tempat aman yang kamu sebut-sebut itu? Bahkan istana ini sudah dua kali nyaris membunuh Sienna," tanya Jimmy dengan nada tinggi. Kemarahan terpancar jelas dari raut wajahnya yang lelah.
"Aku tidak mengerti, Ayah... kenapa Ayah lebih mempercayai dia dibandingkan kekuatanmu sendiri? Inikah yang kita dapat setelah mengabdi pada negara? Pengkhianatan dan kematian?" Arthur menunduk diakhir kalimatnya. Tangannya mengepal kuat meredam kecewa yang menyeruak.
Air mata Arthur tidak kuasa terbendung. Semua uang-uang yang ia miliki seolah tidak ada lagi artinya bahkan kekuasaan tertinggi milik ayahnya pun justru membawa kehidupan mereka pada titik terburuk.
Hening. Ruang makan yang biasanya selalu hangat dengan percakapan ringan kini berubah menjadi penuh tekanan. Kebahagiaan itu seolah tidak lagi tersisa.
"Kakak jangan khawatir... aku yakin Ethan akan melindungiku," ucap Sienna mencoba menenangkan walaupun hatinya sendiri berkecamuk.
"Bagaimana kamu bisa begitu yakin, Sienna?" tanya Arthur frustasi.
"Karena Ethan adalah suamiku."
Ethan seketika menoleh. Hatinya bergetar ketika Sienna dengan tenang menggenggam tangannya lalu tersenyum hangat.
"Dia tidak akan membiarkan dunianya mati dengan mudah. Kami akan hidup bahagia dan menua bersama, percayalah."
Arthur terdiam. Ia tahu jika Sienna mungkin hanya sedang menghiburnya, tapi raut wajah Ethan yang penuh kesungguhan membuatnya sedikit lebih tenang.
"Aku sungguh akan membunuhmu dengan tanganku sendiri jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada adikku Sienna," ancam Arthur.
Ethan kemudian melepaskan kalung tentaranya dan memberikannya pada Arthur. "Seorang prajurit tidak pernah ingkar janji dan seorang suami tidak akan berkhianat. Pegang kata-kataku, aku sendiri yang akan mengakhiri hidupku jika sampai dia mati sebelum aku."
Kini giliran Sienna yang tidak mampu memalingkan pandangannya. Apapun yang diucapkan oleh Ethan selalu berhasil menyentuh hatinya. Seolah masa depan yang begitu indah menanti mereka bersama kedamaian.
..........
Siang itu, Sienna ikut dengan Ethan ke perbatasan meski sang ibu dan kakaknya terlihat tidak setuju.
Perlu waktu dua jam perjalanan melalui jalur udara dan empat jam jalur darat. Turun dari pesawat, mereka langsung naik sebuah bus menuju stasiun yang terletak di dekat hutan terlarang, dari sana mereka melanjutkan perjalanan menggunakan sepeda motor trail selama satu jam menembus jalan berbatuan mengikuti aliran sungai.
"Kamu yakin ini jalan yang benar?" tanya Sienna sedikit berteriak saat Ethan melajukan motornya dengan cukup kencang di jalan yang bergelombang.
Sienna menoleh ke belakang, dua pengawal pribadinya juga terlihat kesulitan mengejar laju motor Ethan. Untuk orang yang sudah tinggal selama beberapa tahun di perbatasan, dia sudah sangat hafal dengan jalur yang mereka lalui sementara para pengawal yang mengantar sudah beberapa kali terjatuh karena kondisi jalannya yang cukup licin akibat hujan semalam.
Sejujurnya, ini bukanlah jalur utama. Ethan hanya sengaja mengajak Sienna menempuh jalur yang lebih jauh, yang lebih rusak agar gadis itu setidaknya tidak lagi terlihat murung seperti saat di pesawat dan bus sebelumnya.
"Pegangan," pinta Ethan. Refleks, Sienna memeluk pinggang Ethan lebih erat lagi. Motornya melaju melewati sungai yang mengalir jernih ke seberang.
Sienna sontak menjerit, "Aku ingin turun, Ethan... aku tidak mau jatuh dan mati terbawa arus."
"Tenang saja. Bersamaku, kamu tidak akan mati dengan mudah."
"Astaga, bicaramu seolah kamu berteman baik dengan malaikat maut!"
Ethan hanya tersenyum tipis. Ia menarik gas, motornya dan seketika melesat naik dari sisi sungai menuju bukit.
"Ethan!" Sienna menjerit lagi, tapi laki-laki itu malah tertawa senang.
"Kenapa kamu begitu berisik, Tuan putri?"
"Kamu ingin aku bagaimana? Diam saja saat kita hampir tergelincir?"
"Buktinya kita tidak jatuh, kan?"
Itu benar. Sienna menoleh ke belakang. Jalanan yang lebih mirip dengan jurang itu akhirnya terlewati.
"Tetap saja, bagaimana kalau kita jatuh? Dan lihatlah, para pengawalku entah ada di mana mereka sekarang."
"Tenang saja. Aku sudah meminta rekanku untuk menjemput mereka."
Laju motor Ethan akhirnya berhenti. Ia turun dari atas motor terlebih dahulu lalu membantu Sienna turun.
"Kita istrahat sebentar," ucap Ethan lalu menuntun Sienna menuju sebatang pohon rindang.
Ethan kemudian melepaskan jaketnya lalu meletakkannya ke atas batu besar. "Duduklah."
"Jaketmu nanti kotor, tidak perlu sampai seperti itu "
"Aku bisa mencucinya nanti. Duduk saja."
Sienna akhirnya menurut, duduk di atas batu berselimut jaket kulit milik suaminya.
"Minumlah."
Sienna menatap botol air di tangan Ethan. "Kamu minum saja duluan."
"Tenggorokanmu pasti kering karena berteriak sepanjang jalan. Minumlah."
Ethan tidak memaksa, nada suaranya masih sama, terdengar tenang cenderung dingin, tapi tersirat perhatian yang tidak bisa Sienna abaikan. Gadis itu kemudian meminum air pemberian Ethan sementara laki-laki itu berjongkok di hadapannya. Ethan tanpa sungkan menyeka sepatu Sienna yang terkena percikan lumpur selama perjalanan.
"Biar aku saja," ucap Sienna sungkan, tapi Ethan tetap meraih pergelangan kakinya dan membersihkan sepatu Sienna dengan tenang.
"Kakimu sungguh mungil," gumam Ethan pelan. Sedikit takjub karena ukuran sepatu Sienna bahkan hanya sejengkal tangannya.
"Kamu saja yang terlalu besar, lihat lah jari-jari tanganmu, jariku tidak sampai setengahnya. Aku jadi penasaran dengan nasib penyusup waktu itu."
Ethan menyeringai. "Mengkhawatirkannya?"
"Terkadang aku tidak mengerti mengapa seseorang menjadi jahat? Kita bahkan tidak hidup selamanya di dunia ini, lalu mengapa bersusah payah menyakiti orang lain?"
"Sebanyak apa pun yang kamu miliki, jika selalu merasa tidak cukup maka tidak peduli entah harus menyingkirkan orang lain, asalkan keserakahan itu terpenuhi, menjadi jahat bukan lah hal sulit bagi mereka yang hatinya terlanjur kotor."
Sienna mengangguk pelan. "Ayahku memiliki segalanya, tapi dia juga tidak bahagia. Kami tidak pernah lagi bahagia seperti sebelum memiliki kekuasaan apa pun. Hidup dipenuhi tekanan. Entah bagaimana semua ini akan berakhir? Mungkin kami akan selamanya terjebak. Mungkin sejak awal kami terlalu serakah, menginginkan posisi tertinggi tanpa mau bersusah payah."
Ethan hanya diam mendengarkan. Saat Sienna kembali menatapnya. Gadis itu seolah memiliki penyesalan yang tidak terungkap.
"Ayah tidak sebaik itu, Eth. Dia mencintai rakyatnya, tapi terlambat...."
Angin berembus lembut membelai kulit. Langit senja berangsur-angsur menggelap. Keheningan tercipta saat hati kian terasa sesak.
"Bisa jadi semua ini adalah hukuman atas perbuatan kami dulu. Ayahku bahkan pernah memfitnah keluargamu... dan sekarang kami dengan tidak tahu malunya meminta bantuan kalian."
"Ethan...." Sienna memberanikan diri menyentuh tangan suaminya. "Aku percaya kamu akan menepati janjimu, tapi bila kelak aku tidak selamat, tolong jangan salahkan dirimu. Hiduplah dengan baik seolah kamu tidak pernah mengenalku."
"Bagaimana jika aku menolak?"
....