NovelToon NovelToon
Pria Dengan Rahasia... Dua Wajah!!!

Pria Dengan Rahasia... Dua Wajah!!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Permainan Kematian / Misteri / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Action / TKP
Popularitas:433
Nilai: 5
Nama Author: Dev_riel

Sebuah kota dilanda teror pembunuh berantai yang misterius.
Dante Connor, seorang pria tampan dan cerdas, menyembunyikan rahasia gelap: dia adalah salah satu dari pembunuh berantai itu.
Tapi, Dante hanya membunuh para pendosa yang lolos dari hukum.
Sementara itu, adiknya, Nadia Connor, seorang detektif cantik dan pintar, ditugaskan untuk menyelidiki kasus pembunuh berantai ini.
Nadia semakin dekat dengan kebenaran.
Ketika Nadia menemukan petunjuk yang mengarah ke Dante, dia harus memilih: menangkap Dante atau membiarkannya terus membunuh para pendosa...
Tapi, ada satu hal yang tidak diketahui Nadia: pembunuh berantai sebenarnya sedang berusaha menculiknya untuk dijadikan salah satu korbannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dev_riel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan Pembunun Muncul Lagi!!!

Aku terbangun berdiri di depan wastafel dengan air keran menyala. Sejenak aku panik luar biasa. Bingung, jantung berdebar kencang sementara kelopak mataku berkedip gila-gilaan mencoba mengejar debaran itu.

Tempat ini salah, maksudku, di mana aku? Wastafelnya juga aneh. Aku bahkan tidak yakin siapa aku, dalam mimpi ini aku berdiri di depan wastafel dengan keran air menyala.

Aku juga mencuci tangan dengan sabun cair antiseptik begitu keras, membersihkan tiap bercak mikroskop darah yang tertinggal di pori kulit, lalu di basuh air hangat yang agak terlalu panas sampai kulitku merah berbau antiseptik.

Air panas menggigit begitu kontras dengan dinginnya ruangan yang baru kutinggal di belakang. Ruang bermain. Ruang pembunuhan. Ruangan yang selalu kering dan berisi tindak mutilasi super hati-hati.

Kumatikan keran, berdiri bengong beberapa saat sambil berpegangan di tepian wastafel yang dingin. Mimpi itu begitu nyata. Tidak mirip mimpi apa pun yang pernah aku tau. Aku juga ingat persis ruangannya. Tampak jelas setiap kali memejamkan mata.

Aku berdiri mengangkangi seorang wanita, menonton tubuhnya di balik balutan plastik dan plester pembungkus, matanya ketakutan.

Kurasakan gelombang aneh menggelitik sekujur tubuhku, turun sampai ke lengan memegang pisau. Saat aku angkat pisau itu untuk memulai...

Tapi ini bukan awal, karena di atas meja itu sudah ada tubuh lain dalam kondisi kering dan terbungkus rapi.

Di pojok sana juga ada satu lagi, menunggu giliran dengan tatapan horor dan pasrah yang tidak pernah kulihat sebelumnya.

Begitu membuai dan lebih memabukkan ketimbang...

Tiga.

Ada tiga korban kali ini.

Ku buka mata. Pantulan bayangan di cermin itu tetap aku. Kedatangan mimpi? Tiga korban sekaligus? Tapi cuma mimpi. Tidak lebih.

Aku tersenyum, mencoba meregangkan otot wajah. Sama sekali tidak yakin yang tadi sekadar mimpi. Begitu nyata. Kini aku terbangun dengan kepala sakit dan tangan gemetar basah.

Pengalaman yang mestinya menyenangkan ini membuatku gemetar. Setengah mati ketakutan membayangkan kemungkinan menjadi gila sungguhan.

Benakku terbayang-bayang tiga korban terbungkus rapi itu. Ingin kembali dan meneruskan permainan. Kesadaranku tercabik antara kenangan dan mimpi, tanpa bisa memastikan mana yang lebih mendesak.

Ini sudah tidak lucu lagi. Aku ingin kewarasanku kembali.

Ponselku berdering jam lima empat lima.

"Kamu benar," Seru Nadia di seberang sana.

"Masa? Benar soal apa?" Tanyaku dengan segenap daya agar terdengar ceria seperti biasa.

"Semua teori kamu. Aku sedang di TKP Willow Lane. Coba tebak." Jawab Nadia.

"Apa? Aku benar?"

"Ini perbuatan dia, Dante. Pasti jauh lebih glamor dari yang sudah-sudah. Persis seperti kamu bilang."

"Glamor bagaimana, Nad?" Tanyaku, membayangkan ada tiga mayat.

Berharap Nadia tidak langsung mengatakan soal ini begitu saja, tapi jelas tidak mungkin.

"Ada banyak korban kali ini." Ujar Nadia.

Tubuhku berguncang. Kuusahakan sebisa mungkin menjawab wajar.

"Ini hebat, Nad. Bicara kamu sudah seperti laporan pembunuhan resmi."

"Yah. Firasatku juga bilang bakal pindah ke Bagian Pembunuhan tidak lama lagi. Tapi untungnya bukan karena kasus yang ini. Terlalu aneh, Dante. Sofia sampai tidak tau harus bilang apa."

"Ah, dia bertindak pun tidak tau harus bagaimana. Memang tipikalnya Sofia, kan? Apa yang aneh?"

"Aku pergi dulu. Kamu cepat kemari, Dante. Lihatlah sendiri." Potong Nad tiba-tiba.

***

Saat aku tiba, publik mengerumuni TKP tebalnya sudah tiga lapis dan kebanyakan reporter.

Aku beruntung ada petugas berseragam di barikade itu yang mengenalku.

"Biarkan dia lewat, kawan-kawan."Begitu perintahnya pada para wartawan.

"Terima kasih, Julio. Reporternya makin banyak saja setiap tahun." Kataku.

Juli mendengus. "Pasti ada yang mengkloning mereka. Tampang mereka sama saja di mataku."

Aku membungkuk melewati garis kuning. Aku berdiri di jalan becek sebuah lokasi konstruksi. Saat aku melangkah maju perlahan, aku langsung tau bahwa bukan sekadar kebetulan kita berada di sini.

Tidak ada istilah kebetulan soal pembunuhan yang satu ini. Semuanya disengaja, direncanakan dengan perhitungan matang dan hasil estetika sempurna.

Kami berada di sini karena memang seharusnya begitu. Dia membuat pernyataan dengan TKP ini, sebagaimana ucapanku pada Nadia tempo hari.

Dia bawa korbannya ke lokasi ini sebagai balasan pilihan lokasiku soal Jonathan. Ingin main petak umpet rupanya. Menunjuk menyombongkan diri bahwa dia lebih pintar dari kami sembari menyelipkan pesan pribadi buatku, bahwa dia selalu mengawasi.

Mestinya aku cemas. Tapi ternyata tidak sama sekali.

Aku menghela napas panjang menenangkan diri, mencoba menegaskan sikap bahwa aku orang baik-baik dan tidak akan berlaku konyol seperti itu. Masalahnya, aku tau persis siapa pelakunya dan sungguh ingin ikut bermain.

Aku juga ingin menemukan si pembunuh. Butuh melihat sendiri, bicara empat mata, membuktikan bahwa dia nyata dan...

Dan apa?

Bahwa dia bukan aku?

Bahwa sebenarnya akulah pelaku semua perbuatan keji, namun menarik ini?

Kenapa pula aku berpikir begitu? Sungguh kelewat bodoh! Tidak layak dipikirkan.

Kecuali kalau... sudah terlanjur kepikiran. Jadi tidak bisa tenang. Bagaimana kalau ternyata benar, bahwa akulah pelakunya? Bagaimana bila ternyata, entah bagaimana, aku melakukan semua itu tanpa disadari? Tidak mungkin, memang. Sangat tidak mungkin, tapi...

Aku terbangun di wastafel, membersihkan darah ditangan dari "mimpi berjalan" yang sebenarnya amat ingin kulakukan, tapi hanya mengalir karena tidak kesampaian. Bukannya tidak mau. Tidak bisa.

Entah bagaimana aku tau banyak sekali detail dari rentetan kasus pembunuhan ini. Hal-hal yang tidak mungkin kuketahui dengan cara normal, kecuali...

Kecuali apa, Dante? Berhenti berpikir ngaco! Ayo mulai lagi dari awal, ambil napas panjang... pelan-pelan, lalu buang dan embuskan.

Aku pasti sudah gila. Tapi kalau aku sudah "tega" berpikir sejauh itu, kenapa tidak sekalian mengakui bahwa mungkin saja aku memang melakukan serangkaian pembunuhan ajaib nan meriah, di bawah sadar.

Jadi kalau sekarang aku pergi ke lokasi ini dan kebetulan melihat tiga mayat diatur sedemikian rupa sampai berkesan ada pesan tersembunyi buatku, mungkin aku harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa sebenarnya aku sendirilah yang menulis pesan itu.

Aku tiba di tangga luar gedung. Sengaja berhenti sebentar menutup mata, bersandar tembok. Kugeserkan pipi ke dinding itu, terasa sakit. Betapa pun aku ingin pergi ke atas dan melihat sendiri, kalau boleh aku lebih suka tidak melihat sama sekali.

Kuhirup napas panjang tiga kali, menegakkan tubuh, membuka mata.

Sersan Daniel melotot dari jarak tidak sampai satu meter, persis di bagian dalam tangga, di anak tangga pertama. Wajahnya gelap, bersaput topeng penasaran dan kekerasan.

Ada sesuatu di ekspresi itu yang tidak pernah kulihat pada orang lain, kecuali saat aku bercermin.

"Kamu bicara pada siapa? Ada orang lain tinggal dikepalamu?" Dia bertanya sambil menggeram mendesis.

Kata-kata dan pengetahuannya soal "tinggal di kepala" menghujam perutku sampai mulas. Kenapa kata itu yang di pilih? Apa maksudnya?

Daniel tau siapa aku sebenarnya.

Seperti aku mengenali monster dalam diri suster yang nyaris membunuh Victor.

Monster dalam diri kita memang cenderung memanggil dalam kekosongan ruang saat melihat kawan sejenis.

Akhirnya dia menggeleng, tanpa mengalihkan tatapan dariku.

"Suatu hari nanti. Hanya tinggal kamu dan aku."

"Bagaimana sajalah. Tapi sekarang, aku boleh permisi...?" Jawabku dengan senyum paling ceria.

Daniel berdiri diam menghalangi seluruh jalan melewati tangga. Melotot. Tapi akhirnya mengangguk sekilas dan memepi.

"Suatu hari nanti, Dante." Katanya lagi saat berpaspasan denganku.

Kejutan pertemuan ini langsung menyadarkan aku dari kondisi mengasihani diri. Jadi yakin bahwa tidak mungkin aku melakukan pembunuhan di bawah sadar.

Pasti ada penjelasan lain yang rasional lebih sederhana dan lugas. Faktanya, ini Shadowfall City. Dikelilingi makhluk-makhluk berbahaya macam Sersan Daniel.

Aku bergegas meniti tangga, merasakan dorongan adrenalin menegaskan keberadaanku lagi. Aku ingin segera melihat TKP kali ini, sekadar penasaran. Toh aku tidak akan menemukan sidik jariku sendiri.

Aku naik ke lantai dua. Saat tiba di lokasi, tampak Alejandro sedang berjongkok di tengah ruangan. Kedua siku bertumpu pada lutut, kedua tangan menyangga wajah, matanya melotot bengong.

Aku terhenti kaget. Sungguh pemandangan langka seorang forensik Kepolisian Shadowfall City sampai takjub melihat temuan di TKP.

Persis seperti lokasi di mana aku menggarap Jonathan, ada tumpukan tembok plester berbungkus plastik yang disandarkan ke tembok dan kini mandi cahaya oleh sinar lampu konstruksi plus beberapa lampu khusus forensik yang telah disiapkan.

Di atas lembaran pelapis tembok ada meja kerja portabel warna hitam. Apa kiranya? Kepala wanita, tentu saja. Mulutnya disesaki kaca spion dari mobil atau truk.

Si pembunuh telah dengan sengaja merentang dan membuat wajah itu tampak nyaris komikal oleh ekspresi terkejut.

Di atasnya, sebelah kiri, ada kepala kedua. Potongan badan boneka barbie diletakkan di bawah dagu, agar nampak seperti kepala besar berbadan mini.

Di sisi kanan, adalah kepala ketiga. Diletakkan rapi di atas sebilah tembok plester. Kedua telinga ditindiki sesuatu yang aku tidak tau apa persisnya, tapi sepertinya sekrup tembok.

Tidak ada darah sama sekali di mana pun, baik di TKP maupun area sekeliling. Ketiga kepala itu kering seperti mainan.

Sebuah cermin, boneka barbie dan tembok plester.

Tiga pembunuhan.

Kering kerontang.

Tidak salah lagi. Tubuh boneka Barbie jelas mengacu ke benda yang sama pada kemari es di apartemenku, cermin berasal dari kepala yang dilempar ke kaca depan mobil saat pengejaran di jalan tol, dan tembok plester pasti mengacu pada episode Jonathan.

Entah, apakah ada orang yang mampu sedemikian jauh menyelami kepalaku, atau memang aku sendiri pelakunya. Aku pun spontan bengong. Takjub.

Napasku mengembus pendek-pendek tersengal. Reaksi emosional ini boleh jadi tidak sama dengannya, tapi aku jadi ingin ikutan berjongkok di tengah lantai di sisi Alejandro.

Tanpa sadar tubuhku terseret perlahan ke arah altar. Tidak mampu berhenti atau melakukan apa pun kecuali bergerak maju.

Melihat berkeliling, perlahan aku sadar bahwa bukan hanya aku yang mengalami reaksi serupa.

Selama menggeluti bidang pekerjaanku sebagai analisis cipratan darah, aku kenyang menghadiri ratusan TKP pembunuhan. Banyak di antaranya begitu mengerikan dan brutal sampai aku kaget sendiri.

Di setiap peristiwa itu aku juga kerap melihat sekelompok orang yang sama sekali tidak terkesan dengan kekejian di TKP, seolah sudah biasa.

Sampai sekarang.

Situasi kali ini berbeda seratus delapan puluh derajat. Para petugas dan teknisi berdiri diam, seolah takut sambil sesekali melirik ke pertunjukan di tengah ruangan.

Benarkah aku yang melakukan ini?

Sungguh hasil kerja yang indah.

Si pelaku sungguh berniat membuat semua ini menjadi sebuah karya seni. Punya ciri khas, gaya, bakat dan kecenderungan bermain yang abnormal, namun menarik.

Seumur-umur aku hanya kenal satu orang semacam itu. Mungkinkah itu Aku???

1
Yue Sid
Thor, jangan bikin kami tidak bisa tidur karena ingin tahu kelanjutannya 😂
Dev_riel: Besok kelanjutannya ya😄🙏
total 1 replies
🔥_Akane_Uchiha-_🔥
Cerita seru banget, gak bisa dijelasin!
Dev_riel: Makasih🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!